MALANG | JATIMSATUNEWS.COM
Selasa, 27 Pebruari 2024, Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama IsIam (KKG PAI) Kabupaten Malang berkenan mengadakan bimbingan teknis (Bimtek) Membangun Budaya Religius di Sekolah dengan Penerapan Sekolah Plus Ngaji. Bertempat di Pendopo Panji Kabupaten Malang, diikuti oleh seluruh Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) se Kabupaten Malang. Hadir pula dalam kegiatan ini Wakil Bupati Malang, Didik Gatot Subroto, Kepala Kementerian Agama (Kemenag), H. Sahid, kepala Seksi Pendidikan Agama (Kasi Pais) Rosyidi, Kepala Dinas Pendidikan Suwadji dan beberapa pejabat di lingkungan dinas pendidikan.
Adapun acara inti bimtek diberikan oleh Prof. DR. Muslihati, S. Ag., M.Pd.
Bahrodin, ketua KKG PAI sekaligus ketua panitia dalam prakatanya menyampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam bimtek ini. Beliau juga memberikan apresiasi kepada pemerintah kabupaten (Pemkab) Malang yang telah mendukung dan memfasilitasi kegiatan.
Termasuk keterlibatan Pemkab dalam penerimaan PPPK sejumlah 774 GPAI dan pembiayaan PPG sejumlah 572 GPAI. Bahrodin juga berharap dukungan penuh untuk program Gemma (Gerakan Malang Mengaji Bersama).
Dalam sambutannya, Didik Gatot Subroto, menyampaikan apresiasi atas kekompakan dan semangat GPAI. Didik berharap GPAI berperan aktif dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Beliau menyampaikan bahwa saat ini terdapat beberapa permasalahan di dunia pendidikan. Diantaranya rendahnya mutu, kurangnya kesejahteraan guru, sarana prasarana, dan rendahnya indeks kemampuan membaca Al-Qur'an. Oleh karena itu Pemkab Malang berupaya mengatasi problematika tersebut.
Diantaranya adalah kebijakan peningkatan kesejahteraan guru melalui pembiayaan program profesi guru (PPG) GPAI. Bahkan program tersebut termasuk terbesar se Indonesia sehingga mendapatkan penghargaan dari Kemenag pusat. Termasuk kuota maksimal untuk pengangkatan 774 ASN P3K.
"Biasanya untuk urusan kuota pegawai, saya yang ditugasi Pak Bupati untuk "ngemis" meminta kuota P3K, termasuk guru, termasuk GPAI," tutur lelaki asal Singosari ini.
Terkait pembiasaan Gemma, Didik berharap bisa menjadi role model pengembangan pendidikan Al-Quran di sekolah. Maka Didik mewanti-wanti KKG dan GPAI untuk komunikasi dan koordinasi dengan semua pihak,utamanya guru ngaji baik TPQ maupun Madrasah Diniyah.
"Jangan sampai niat baik ini justru akan mengorbankan lembaga tersebut. Bahkan kalau bisa ada kolaborasi. Kurikulum disiapkan sekolah dan pelaksana adalah para ustadz guru ngaji," lanjutnya.
Didik juga menyoroti fenomena kecenderungan wali murid menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan basis Islam. Hal ini dikarenakan orang tua sudah pintar memilih sekolah yang baik untuk anaknya. Maka pesan beliau jangan sampai lembaga SD kalah mutu dengan lembaga berbasis agama Islam.
Beliau juga menghimbau, karena biaya operasional sekolah tidak cukup, terkait program Gemma perlu ada pembiayaan dari wali murid. Beliau yakin dengan partisipasi itu akan menjadi investasi terbaik yang bisa diberikan kepada anak-anak.
Diakhir sambutan, pria tinggi besar itu mendoakan program Gemma berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun. Tapi semuanya perlu dikawal secara bersama-sama.
H. Sahid, dalam sambutan sekaligus pembinaan menyampaikan materi tentang moderasi beragama. Materi ini amat penting bagi GPAI sebab GPAI adalah ujung tombak pengawal pendidikan karakter anak.
Menurut Sahid, inti dari moderasi adalah toleransi. Manusia hidup bersama orang lain yang berbeda-beda dalam segala hal. Kadang ada seseorang yang tidak bisa menerima perbedaan. Bahkan tidak sedikit GPAI yang suka "maido" dan menyalahkan orang lain. Oleh karena itu, walaupun beda suku, ras, warna kulit dan agama, harus saling menghormati dan menghargai. Pesan Sahid, GPAI harus selalu menyampaikan kepada anak-anak sikap toleransi ini sejak dini.
Adapun cara penyampaian, lanjut Sahid, bisa menyampaikan langsung atau lewat organisasi Osis. Bisa dalam keseharian seperti mengunjungi teman sakit. Termasuk dalam organisasi, seandainya memilih pemimpin bukan karena persamaan suku, ras, Ormas, namun karena kompetensinya. Beliau menyampaikan, alangkah indahnya jika kita saling menghormati dalam perbedaan.
Menurut penelitian, beliau ungkapkan, 57 persen guru masih memiliki jiwa intoleran. Makanya guru, termasuk GPAI harus mengajarkan rasa saling menghormati dan menghargai orang lain.
Perwujudan di sekolah seperti didirikan beragam tempat ibadah jika memang ada pemeluknya.
Terkait program Gemma, Sahid menilai sangat wajar dan selayaknya jika dilaksanakan di kabupaten Malang. Hal ini mengingat Bupati nya lulusan pesantren dan pendidikan Islam. Oleh karena itu GPAI harus menjadi yang terdepan dalam implementasi program sekolah plus ngaji (SPN) ini. (Refan Purba)