Penanganan Mafia BBM di Kota Pasuruan: Keadilan Hukum atau Transaksionalisme?
PASURUAN | JATIMSATUNEWS.COM: Penegakan hukum di tengah kasus penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin menjadi sorotan di masyarakat. Terungkap bahwa meskipun upaya penanganan, proses penyidikan, penuntutan, dan vonis yang dijatuhkan belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan yang diharapkan.
Salah satu permasalahan yang menonjol adalah rendahnya tuntutan hukuman dan vonis bagi para terdakwa yang dituduh sebagai penimbun BBM. Padahal, praktik penimbunan ini tidak dapat berdiri sendiri; ada pihak penyuplai dan pembeli yang terlibat dalam jaringan tersebut.
"Kami prihatin dengan rendahnya tuntutan hukuman dan vonis yang dijatuhkan dalam kasus-kasus semacam ini. Padahal, praktik penimbunan BBM bersubsidi milik rakyat telah merugikan masyarakat sejak 2016," ungkap seorang aktivis yang menyoroti ketidakadilan dalam proses hukum.
Kritik dari berbagai pihak, baik secara teaterikal maupun sosial, menyoroti kurangnya efektivitas penegak hukum di Kota Pasuruan. Mereka mempertanyakan penggunaan otoritas oleh aparat penegak hukum, menekankan pentingnya melindungi, mengayomi, dan menciptakan rasa keadilan.
"Hukum seharusnya menjadi landasan yang menopang keadilan, bukan menjadi instrumen transaksional. Ketika hukum dijadikan sebagai alat transaksi, maka ketidakadilan akan muncul," tegas seorang pengamat hukum terkemuka.
Pemerhati hukum juga mengajukan permintaan kepada Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan untuk meningkatkan edukasi hukum di masyarakat. Mereka memandang pentingnya memberikan pemahaman yang lebih baik kepada warga mengenai aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan kasus-kasus semacam ini.
Sementara pihak berwenang di Kota Pasuruan belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik ini, tetapi permintaan untuk lebih mengedepankan keadilan, kepastian hukum, dan manfaat hukum dalam penegakan hukum diharapkan menjadi perhatian serius bagi semua pihak terkait.