ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Diujung barat kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo, tepatnya di Desa Durungbedug, terletak dua jembatan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari penduduk setempat. Nama "Durung Bedug" menyimpan makna tersembunyi, menceritakan asal-usul dari masa lalu yang kini menjadi bagian integral dari kehidupan mereka.
Asal Nama dan Sejarahnya
Nama "Durung Bedug" memiliki akar dari bahasa Jawa, di mana "Durung" bermakna "belum", sedangkan "Bedug" mengindikasikan waktu "Dhuhur" dalam keseharian. Sebuah cerita turun temurun menyatakan bahwa desa ini mendapatkan namanya karena pembabatan hutan selesai sebelum waktu Dhuhur, sehingga muncul nama unik "Durungbedug".
Perkembangan Pesat dan Mobilitas
Perkembangan desa ini mengalami lonjakan signifikan setelah pembangunan infrastruktur jalan aspal pada tahun-tahun terakhir, terutama setelah tahun 2022 ketika jalan raya di Desa Durungbedug direvitalisasi dengan betonisasi. Terlebih lagi, hadirnya jembatan yang menghubungkan wilayah kecamatan Tulangan telah memberikan dorongan besar bagi mobilitas penduduk, memungkinkan pertumbuhan wilayah menjadi lebih optimal.
Jembatan Bersejarah
Sebelumnya, satu-satunya jembatan yang menghubungkan dua kecamatan ini adalah peninggalan dari masa kolonial Belanda pada tahun 1935. Melalui renovasi pada tahun 1998, jembatan tersebut tetap menjadi jalan utama penghubung yang kuat dan vital bagi masyarakat, meskipun jumlah pengguna jalan terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman.
Era Baru dengan Jembatan Kembar
Namun, dengan mobilitas yang semakin bertambah pesat, satu jembatan dianggap tidak cukup untuk menampung lalu lintas yang padat. Pada tahun 2001, dibangunlah satu jembatan tambahan di sebelahnya. Jembatan baru ini, dengan dimensi 10 meter panjang dan 5 meter lebar, membantu mengurai kemacetan pada jam-jam sibuk.
Simbol Kehidupan Berbudaya
Jembatan kembar Durung Bedug bukan hanya menjadi penghubung antarwilayah, tetapi juga menjadi ikon desa yang membawa nilai sejarah dari masa lalu. Keberadaannya menginspirasi lahirnya usaha-usaha baru bagi warga setempat, seperti penjualan beragam makanan dan minuman di sekitar jembatan. Kegiatan jual-beli ini bahkan memiliki variasi khusus, bergantung pada waktu hari atau bulan tertentu.
Pasar Ramadhan dan Kehidupan Sosial
Tak hanya itu, setiap bulan Ramadhan, tepatnya dari awal hingga hari ke-27, jalan pinggir jembatan kembar Durung Bedug menjadi lokasi pasar Ramadhan. Beragam pedagang lokal dan luar wilayah berkumpul, menciptakan suasana yang sarat dengan kehidupan sosial dan budaya.
Jembatan kembar Durung Bedug, bukan sekadar struktur fisik, melainkan sebuah simbol yang merepresentasikan mobilitas, sejarah, dan kehidupan berbudaya yang kental dalam masyarakat Desa Durungbedug.