Penulis : Maulana Sholehodin
ARTIKEL| JATIMSATUNEWS.COM: MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) telah memutuskan perubahan pasal 169 huruf q sehingga berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."
Ada penambahan kata "pernah/sedang menduduki jabatan politik yang dipilih melalui pemilu." Konon perubahan ini alasan utamanya untuk tidak membatasi hak konstitusi seseorang dalam mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.
Secara hukum keputusan ini tidak salah, diputuskan oleh lembaga yang berwenang. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
Kemudian adakah alasan atau dasar hukum atas putusan ini? Tentu ada, oleh karena itu MK menyatakan, Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan "Berusia paling rendah 40 tahun" tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sebagai praktisi hukum tentu saya sepakat dengan logika ini dan saya sebut ini sebagai pendapat hukum saya. Apakah saya suka dengan putusan ini? Jawabannya, saya tidak suka. Kemudian bagaimana sikap hukum saya? Suka tidak suka itu sudah menjadi keputusan MK yang harus dihormati dan ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia termasuk saya karena putusan MK bersifat mengikat. Jadi beda antara pendapat hukum, perasaan dan sikap hukum.
Tetapi mohon maaf ketidaksukaan saya bukan karena Gibran menjadi cawapres, saya tidak mau terjebak pada kepentingan capres cawapres. Mungkin rasa ketidaksukaan saya dengan tim sukses cawapres non Gibran sama, tetapi alasannya berbeda.
Ketidaksukaan saya berangkat dari pertanyaan apakah ini baik dan bijak? Bagi subyektifitas saya, ini tidak bijak dan tidak baik bila keputusan ini untuk Gibran putra presiden Jokowi, bukan untuk rakyat. Akan menjadi baik dan bijak bila keputusan ini untuk rakyat. Bagaimana mengukur keputusan ini untuk Gibran atau untuk rakyat? Sederhana sekali, cukup Jokowi melarang Gibran untuk tidak mencalonkan diri sebagai cawapres. Bila mencalonkan diri maka tidak salah bila orang berpresepsi bahwa putusan ini untuk Gibran.
Dan akan dianggap bijak bila MK menambah kalimat "KEPUTUSAN INI BERLAKU UNTUK PILPRES 2029" agar terbebas dari kecurigaan kepentingan Pilpres 2024. Untuk melindungi kehormatan MAHKAMAH KONSTITUSI.
Terlepas dari semua itu, faktanya ini sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, untuk itu maka suka atau tidak, siapapun harus patuh dan taat pada norma putusan ini, setidak suka apapun ini menjadi aturan Pilpres mendatang. Tinggal bagaimana antar capres cawapres beradu strategi menarik simpati rakyat nantinya.
Semoga pesta demokrasi nanti benar-benar sebuah pesta. Yang namanya pesta itu bersenang senang bersama, bukan saling caci dan olok.