Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Tahun 2023 yang dibuka oleh Kepala Kanwil Kemenag Jatim Dr. H. Husnul Maram
SURABAYA | JATIMSATUNEWS.COM: Hadir Dalam Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji, Ini Kata Kabid PHU Kemenag Jatim
Masih berlangsung, Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Tahun 2023 yang dibuka oleh Kepala Kanwil Kemenag Jatim Dr. H. Husnul Maram, pada Senin (18/9). Dan pada hari kedua, tepatnya 19/9/2023, materi pertama pun disampaikan oleh Kepala Bidang PHU Kanwil Kemenag Jatim Dr. H. Abd. Haris Hasan.
“Ada banyak problematika yang muncul dalam penyelenggaraan ibadah haji, diantaranya terkait peniadaan kuota penggabungan. Peniadaan kuota penggabungan sebenarnya menjadi opsi yang sudah dipertimbangkan matang oleh Kemenag. Kenapa Itu karena mengakomodir masukan masyarakat, yaitu berkehendak dapat berangkat sesuai daftar antri.”
“Saat itu tidak sedikit masyarakat yang menyampaikan keberatan adanya penggabungan karena menggeser kuota jamaah yang sudah daftar lebih dulu. Sebagai bentuk aspirasi mereka agar Kemenag mengedepankan kuota berkeadilan. Inilah yang kemudian mendasari kenapa Kemenag pun akhirnya memilih First Come First Service, yaitu siapa yang daftar di awal, maka dia pun lebih awal mendapatkan pelayanan haji atau berangkat haji.”
Selain menekankan kajian terkait kuota berkeadilan, Abdul Haris Hasan juga menjelaskan kajian terkait DAM atau al hadyu yang perlu adanya aturan berkaitan standard harga, penyembelihan dan pengelolaan al hadyu/dam sehingga tidak ada lagi yang dirugikan dengan adanya standarisasi harga dan lebih bermanfaat, di mana daging olahan dam bisa didistribisikan dikantong kantong kemiskinan di Tana Air.
“Pelaksanaan al hadyu/dam selama ini kurang kelas, baik pengadaannya, pemotongannya, oleh karena itu perlu ada mrkanisme yang diatur oleh Kementerian Agama, agar lebih baik dan bermanfaat.”
Perlu ada kajian apakah mungkin biaya tersebut termasuk dalam BIPIH sehingga ada standarisasi harga, ataukah seperti yang berlangsung selama ini, sesuai harga yang ditentukan pasar selama musim haji.
Menunjukkan responsif terhadap efektivitas harga BIPIH atau biaya total yang dikeluarkan jamaah haji, Kemenag dijelaskan oleh Abdul Haris, juga sedang mengkaji terkait pelaksanaan Arbain.
“Ada pertimbangan dari masukan masyarakat tentang penghapusan Arbain, sebagai upaya mengurangi beban perumahan yang informasinya tahun depan semakin berkurang karena perluasan area masjid Nabawi, hal ini juga bentuk menekan biaya BIPIH sehingga beban jamaah haji pun lebih ringan.”
Terkait pelaksanaan haji, Doktoral UIN SATU Tulungagung tersebut juga menjelaskan bahwa rangkaian ibadah haji tak lepas dari regulasi atau fatwa para mufti Arab Saudi, diantaranya terkait hukum menginap di Mina Jadid ran lain sebagainya.
Sebagai bentuk harapan, Kemenag Jatim pun menekankan upaya penekanan biaya haji untuk embarkasi Surabaya yang nilainya cukup tinggi karena beban penerbangan akibat runway belum siap, meskipun harus melakukan penambahan kloter.
“Mohon doa, bahwa Kemenag Jatim selalu mengupayakan penambahan kloter. Dan salah satu satu upaya nyata ini adalah terkait transportasi, yaitu permohonan kesediaan landasan yang mencukupi sebagai landasan pesawat yang bisa memuat jamaah lebih besar. Maka hal ini akan menekan biaya transportasi dan sekaligus menambah kloter.”
Abdul Haris menjelaskan problematika yang bisa muncul di tanah suci, diantaranya terkait layanan katering.
“Dalam pelayanan haji, termasuk katering, tentu sesuai regulasi yang ditetapkan, yaitu Regulasi UU Nomer 8 Tahun 2019, dimana regulasi ini menjadi kajian yang telah disepakati antara pemerintah eksekutif yaitu Kemenag dengan legislatif DPR RI, dan mempertimbangkan kebijakan Arab Saudi. Sedangkan terkait biaya haji, hal ini melibatkan BPKH selaku pengelola dana haji.”
Di akhir, ia pun menekankan pentingnya jamaah mampu beradaptasi di negeri orang.
“Dalam praktek ibadah haji, wajar terjadi problematika, karena beberapa hal, diantaranya melibatkan banyak pihak dan situasi yang dipengaruhi oleh kebijakan Arab Saudi. Inilah yang harus kita pahami, bahwa situasi di negeri orang beda dengan negeri kita sendiri. Jadi harus bisa adaptasi, terutama kebijakan terkait transportasi saat di Muzdalifah.”
“Jamaah haji Indonesia terbesar, yaitu 221 ribu jamaah, jumlah besar ini tentu memberikan pengaruh terhadap waktu pengangkutan jamaah. Selain itu, juga terjadi kemacetan panjang. dan yang perlu digaris bawahi, bahwa pengangkutan jamaah, adalah dalam kendali muassasah, yaitu organisasi gabungan antara mutawif pembimbing tawaf dan pembimbing ziarah selama di tanah suci.”
“Persoalan kemacetan ini muncul selepas Subuh, di mana banyak jemaah di Muzdalifah yang sudah mulai keluar tenda menuju Jamarat untuk lontar jumrah. Akibatnya karena tidak jalan lain, jemaahpun memadati rute jalan Muzdalifah - Mina. Nah itu yang menyebabkan bus tidak bisa melaju dengan cepat harus menunggu perjalanan sehingga kebelakangnya cukup lama sehingga waktu jam 10.00 (waktu Arab Saudi) ini baru bisa disterilkan dari pejalan kaki.”
Selain itu, birokrasi dalam muassasah juga menjadi pengaruh signifikan dalam teknis pengangkutan jamaah selama di Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). hal sama, disampaikan olehnya, terkait kapasitas tenda selama di Armina tersebut.
“Ini yang patut ditekankan, bahwa banyak praktek pelayanan berada di bawah naungan kebijakan Arab Saudi, termasuk apa yang menjadi kewenangan Masyarik, yang mana hal tersebut, bukan kewenangan kita.”
Sedangkan secara terpisah, Kepala Kemenag Jatim Dr. H Husnul Maram, menjelaskan beberapa kompetensi pembimbing manasik haji agar dapat memberikan bimbingan secara profesional.
"Setidaknya, terdapat 4 ranah kompetensi yang harus dimiliki pembimbing manasik haji, yakni kompetensi kognitif, leadership, sosial, dan komunikatif," ujarnya.
Sertifikasi pembimbing manasik haji tersebut merupakan program kemitraan dengan UIN SATU Tulungagung. Beberapa pihak yang hadir, diantaranya Ketua tim Bina Haji Reguler dan Advokasi Haji Kanwil Kemenag Jatim sekaligus Ketua Panitia, H. Ahmad Alauddin, MM., civitas akademika UIN SATU Dr. H. Ahmad Nurcholis serta Sekretaris MUI Jatim, Dr. Lia Istifhama, yang hadir sebagai salah satu moderator.