LUMAJANG | JATIMSATUNEWS.COM: Selain momentum berebut isi gunungan, peristiwa tabur bunga dan mengubur kepala sapi selalu menjadi satu di antara rangkaian sedekah bumi yang tak kalah mengundang ketertarikan para penonton. Pasalnya proses itu hampir selalu memberikan cerita baru-pengalaman tersendiri bagi yang menyaksikan acara tersebut.
Hal itu salah satunya juga terjadi di Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Dimulai pukul 9.00 WIB kegiatan yang diharapkan menjadikan Desa Pronojiwo dijauhkan dari bencana dan mara bahaya ini diawali dengan berjalannya mobil polisi, disusul dengan mobil publikasi, diikuti oleh mobil sound sistem guna memandu mengiringi jalanannya acara.
Dipandu oleh pembawa acara yang merupakan mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang, Septian Andri Santoso. Sejarah tentang Nyi Siti Fatimah atau yang dikenal masyarakat dengan Mbah Lanjar Walik diceritakan selama perjalanan dari Kantor Desa Pronojiwo-Dusun Mulyoarjo.
Terdiri dari formasi di mana sebelum mobil yang sound sytemnya digunakan untuk menceritakan sejarah. Terdapat barisan para pelaku kesenian Pecut Samandiman yaitu Komunitas Cemeti Ranu Lingga, kesenian barongan, dan jaranan. Dilanjutkan dengan barisan dari siswa-siswi SDN Pronojiwo 1. Juga spanduk ruwat desa yang dibawa oleh para mahasiwa yang sedang KKN dari Univertas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Diikuti oleh kepala desa beserta staff dan pamong juga peserta dengan berjalan kaki, kepala sapi beserta bunga yang dibawa oleh siswa dan Paskibraka SMAN 1 Pronojiwo. Sesampainya di umbulan yaitu sebuah sumber air yang telah dibendung dengan tembok, dan merupakan tempat makam Mbah Lanjar Walik, prosesi doa sekaligus nyekar itu langsung dilaksanakan.
Dipandu oleh salah satu sesepuh Desa Pronojiwo yang akrab disapa Mbah Bari. Murdiono kepala Desa Pronojiwo yang juga didampingi oleh Parti sang istri, ia sempat melontarkan pertanyaan kepada tokoh yang juga melantunkan doa di area makam sesepuh Desa Pronojiwo.
“Ini bunganya semua?” tanyanya ketika berada di dalam komplek pemakaman yang dindingnya dikerudungi kain kafan, dan hanya menyisakan pintu masuk saja.
Bergantian dengan sang istri, sesuai instruksi bunga itu akhirnya telah ditaburkan ke makam tanpa sisa. Keduanya puan lantas ikut mengamini doa di dalam kompleks pemakaman yang di lafalkan oleh sesepuh desa Pronojiwo yang mendapat amanah di dalam hal tersebut.
Tepat setelah usai bergantian mengubur kepala sama dengan sang istri. Susunan acara pun dimulai. Di dalam sambutannya kepala desa Pronojiwo itu menyampaikan harapannya untuk kepala desa sebelum dirinya yang sudah meninggal. Dengan mengajak semuanya mendoakan 18 kepala Desa Pronojiwo yang telah meninggal dunia itu diterima oleh Allah SWT, diampuni segala dosa-dosanya, dan dimasukkan ke dalam surganya Allah SWT.
Sementara saat membahas Kepala Desa Pronojiwo yang masih sehat hingga saat ini. Pria yang mengenakan blangkon dan jarik itu mengucapkan rasa syukurnya.
“Alhamdulillah masih tiga kepala desa yang memimpin Desa Pronojiwo, yang sampai saat ini masih sehat wal afiat. Yaitu Bapak Junaidi, Ibu Nuraini, dan Saya Murdiono,” tuturnya saat berpidato dengan didampingi sang istri di sampingnya.
Oleh: Hendrini Esvi Wastiti