Oleh: Yousri Nur Raja Agam.
Artike | JATIMSATUNEWS.COMPOLISI Wanita (Polwan) Indonesia, pada tanggal 1 September 2023, genap berusia 75 tahun. Uniknya, ternyata tempat lahir Polwan itu berada di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Sebagai bukti sejarah berdirinya Polwan, di Bukittinggi berdiri megah sebuah bangunan "Monumen Polwan".
Monumen itu berdiri kokoh dengan arsitektur Minangkabau. Bangunan dengan atap rumah bergonjong itu punya sejarah tersendiri bagi Polwan. Monumen Polwan yang berada di Jalan Muhammad Syafei Bukittinggi itu dibangun tahun 1992.
Setelah10 tahun, Monumen Polwan itu direnovasi dengan tampilan lebih anggun dan menarik. Kini Monumen Polwan itu, ramai dikunjungi sebagai salah satu destinasi wisata sejarah di Sumatera Barat.
Dari kota dingin itulah, cikal-bakal keberadaan Polwan di Indonesia, yang sekarang memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75, tanggal 1 September 2023.
Sejarah kelahiran Polwan, memang unik. Kala itu, tahun 1948, empat tahun setelah Indonesia merdeka. Namun, waktu itu, kemerdekaan Indonesia dinodai oleh kembalinya tentara kolonial Belanda. Pasukan bekas penjajah di Indonesia 350 tahun itu, membonceng tentara Sekutu. Mereka ingin kembali untuk menguasai negara kita Indonesia.
Peristiwa ini mendapat perlawanan dari para pemuda pejuang Indonesia. Namun, untuk menghidari pertumpahan darah, banyak warga yang terpaksa mengungsi ke daerah aman. Terutama kaum ibu, remaja dan anak-anak.
Saat suasana agak aman, sebagian pengungsi , kembali ke kampung halamannya. Untuk menghidari penyusupan, maka rakyat yang kembali dari pengungsian itu diperiksa di perbatasan. Namun, ibu-ibu beserta para remaja puteri menolak mendapat pemeriksaan fisik dari polisi yang umumnya laki-laki.
Akibat kuatnya adat istiadat Suku Minangkabau yang menganut sistem matrilineal itu, maka dicari relawan wanita yang siap membantu polisi laki-laki. Sebelumnya, polisi dibantu oleh Laskar Perempuan secara sukarela.
Kemudian secara resmi, Kepala Jawatan Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, mengajukan permohonan resmi agar para remaja puteri diizinkan mengikuti pendidikan kepolisian. Pemerintah Pusat menyetujui. Maka dibukalah penerimaan pendidikan polisi perempuan di SPN (Sekolah Polisi Negara) di Bukittinggi.
Dari 45 orang gadis remaja lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang mendaftar, setelah disaring, maka yang dinyatakan lulus dan berhak mengikuti pendidikan ada enam orang. Terhitung sejak tanggal 1 September 1948, mereka mulai mengikuti pendidikan di SPN Bukittinggi itu.
Ke enam gadis remaja puteri itu semuanya berdarah Minang. Mereka adalah: Mariana, Nelly Pauna, Rosmalina, Dahniar, Djasmainar dan Rosnalia.
Nah, dengan dasar itulah, maka tanggal 1 September 1948, ditetapkan sebagai Hari Lahir Polwan Indonesia. Sekaligus ke enam gadis Minang dari Bukittinggi itu, diterapkan sebagai pelopor dan cikal-bakal Polwan di Indonesia.
Menjelang tahun 1949, Kota Bukittinggi yang waktu itu merupakan Ibukota Provinsi Sumatera, mendapat serangan dari pihak Belanda. Dalam sejarah peristiwa ini disebut yang Agresi II Belanda. Pada saat itu, tentara dan polisi, ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Termasuk ke enam pelopor Polwan itu.
Setelah, adanya pengakuan Kedaulatan Kemerdekaan Indonesia dari Belanda, situasi keamanan di Indonesia berangsur-angsur pulih. Ke enam Polwan itu melanjutkan pendidikan ke SPN Sukabumi, Jawa Barat. Pada bulan Mei 1951 mereka dinyatakan lulus dengan pangkat inspektur polisi. Ke enam orang Polwan pertama di Indonesia ini juga dijuluki sebagai Srikandi Polisi.
Dalam melaksanakan tugas di lapangan, mereka bergabung di markas dan kesatuan hingga sekarang. Kendati jumlahnya sekitar 10 persen dari jumlah Polisi Indonesia yang saat ini mencapai 400 ribu orang, Polwan yang berjumlah 40 ribuan orang itu sudah sejajar dengan Polisi Laki-laki atau Pria.
Korps Polwan saat pembukaan Kowani (Kongres Wanita Indonesia) di Gelora Senayan tanggal 24 Juli 1964 mendapat pujian istimewa dari Bung Karno.
Presiden RI yang pertama itu memuji polisi-polisi wanita dari Sukabumi yang ia ibaratkan seperti bunga Kartini. Presiden memberikan sanjungan kepada enam gadis Minang yang lulus sebagai polisi perempuan pertama di Indonesia setelah menempuh pendidikan lanjut di di SPN Sukabumi, Jawa Barat itu.
Pada tahun 1975 pendidikan kader Polwan, dikembangkan ke Sekolah Anggota Kepolisian RI di Ciputat, Jakarta. Selanjutnya, dibuka kelas khusus untuk mendidik bintara polwan. Tahun 1982, kelas ini diperluas menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan).
Tanggal 30 Oktober 1984, status Pusdikpolwan diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan) yang dinaungi Direktorat Pendidikan Polri. Ternyata Sepolwan menarik minat perempuan untuk menjadi polisi.Maka sekarang jumlah Polwan sudah melebihi angka 30 ribu orang.
Setelah bertugas di Kepolisian Republik Indonesia (Polri), ke enam perawan dari Ranah Minang itu, menikah dan membina keluarga. Suami mereka itu, tidak semuanya berasal dari Minang. Ada yang dari Jawa, Batak dan suku lain di Indonesia.
Sebagai catatan sejarah, ke enam cikal-bakal Polwan Indonesia itu, masing-masing pensiun dengan pangkat terakhir, sebelum tahun 2001, pangkat Polisi masih menggunakan istilah Kolonel Polisi untuk Komisaris Besar Polisi (Kombespol), sebagai berikut:
1. Mariana, kemudian dikenal dengan nama: Kolonel Pol. (Purn.) Mariana Saanin Mufti.
2. Nelly Pauna, dikenal sebagai Kolonel Pol. (Purn.) Nelly Pauna Situmorang/
3. Rosmalina, dikenal dengan nama Kolonel Pol. (Purn.) Rosmalina Pramono.
4. Dahniar, menjadi dan pangkat Kolonel Pol. (Purn.) Dahniar Sukotjo.
5. Djasmaniar, akrab dengan nama Kolonel Pol. (Purn.) Djasmainar Husein’
6. Rosnalia dengan pangkat dan nama Kombes Pol. (Purn.) Rosnalia Taher.
Prestasi Polwan, ternyata nampak bersaing dengan polisi laki-laki. Tercatat dar lebih 40 ribuan Polwan itu, ada 13 Orang yang berhasil menjadi Perwira Tinggi Polwan. Mereka itu adalah:
1. Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Basaria Panjaitan, SH, MH (Jabatan terakhir: Sahlisospol Kapolri Mabes Polri)
2. Inspektur Jenderal Polisi Dra. Sri Handayani (Lemdiklat Polri)
3. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Jeanne Mandagi, SH (Jabatan terakhir : Kadivhumas Mabes Polri)
4. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dra. Roekmini Koesoema Astoeti (Jabatan terakhir : - )
5. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Paula Maria Renyaan Bataona (Jabatan terakhir : Wakil Gubernur Provinsi Maluku 1998-2003)
6. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dra. Sri Kusmaryati (Jabatan terakhir : Lemdiklat Polri)
7. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dra. Noldy Rata (Jabatan terakhir : Konsultan Ahli Tim Asistensi Bidang Pencegahan BNN (sekarang) )
8. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Hj. Rumiah Kartoredjo, S.Pd (Jabatan terakhir : Kapolda Banten 2008-2010)
9. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Soepartiwi, M.Pd (Jabatan terakhir : Kadiklatsus Jatrans Lemdik Polri)
10. Brigadir Jenderal Polisi Dra. Ida Utari (Staf Khusus pada BNN)
11. Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dra. Hj. Nur Afiah, MH (Jabatan terakhir : Widyaiswara Madya Sespim Polri)
12. Brigadir Jenderal Polisi Dr. Juansih, SH, M.Hum (Analis Kebijakan Utama bidang Bindiklat Lemdiklat Polri)
13. Brigadir Jenderal Polisi Apriastini Bakti Bugiansri, S.IK (Kapusjarah Polri)-
Demikian catatan saya. Selamat HUT ke-75 Polwa, 1 September 2023. Untuk meningkatkan rasa bangga dan percaya diri, jadilah orang yang menyenangi membaca sejarah. Sejarah Polwan adalah bagian dari sejarah kesetaraan wanita dengan pria.
Dirgahayu Polwan Indonesia.
_*) Yousri Nur Raja Agam -- Wartawan Senior, Dewan Pakar PWI -- Pemegang Press Card Number One PWI._