Oleh: Y.P.B.Wiratmoko
Artikel | JATIMSATUNEWS.COM: lama sekali manusia 9 telah mengenal cara-cara memasak makanannya. Tujuannya selain agar enak rasanya bisa diawetkan juga untuk membunuh bibit-bibit penyakit yang terkandung didalam makanan itu.
Berbeda dengan makhluk lain. Hewan tidak bisa mengolah dan memasak bahan makanannya. Sapi makan rumout, harimau makan daging dan lain-lainnya tanpa memasaknya terlebih dahulu.
Manusia adalah makhluk yang menyejarah, mampu mengingat bahkan telah mencatat hal-hal penting di dalam perjalanan hidupnya termasuk cara-cara memasak makanan tertentu untuk memenuhi standar kesehatan dan kelangsungan hidupnya. Lepas dari adanya sekolah di zaman dulu, anak-anak gadis telah belajar memasak dengan praktik langsung kepada ibu maupun bibi, nenek di rumah mereka masing-masing. Hal itu terjadi turun-temurun dan telah menjadi hal yang membudaya pada masyarakat tertentu.
Memasak makanan sebagai bagian dari kebudayaan manusia tiap daerah memiliki khas memasak tertentu. Soto dari Lamongan. Rujak Cingur dari Surabaya. Gudeg dari Yogyakarta. Pecel dari Madiun adalah contoh-contoh ciri khas masakan suatu daerah tertentu di Indonesia. Keberagaman memasak makanan bangsa Indonesia yang terdiri dari ribuan jenis dan masakan dari berbagai daerah yang ada telah menjadi wisata kuliner yang menarik dan sangat menguntungkan bagi masyarakat.
Bisa kita lihat di desa maupun di kota dewasa ini pengolahan berbagai jenis makanan sudah mulai marak dan banyak dikenal oleh para turis asing maupun domestik. Hal ini bisa meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam memilih dan memasak . makanannya, manusia nampak telah mengatur dan menggunakan alam. Mereka tidak hanya memetik hasil tetapi juga menanam demi kelangsungan dan kelestarian berbagai jenis bahan makanan yang diolah atau dimasak sehari-hari untuk kesehatan badannya. Bentuk dan rasa telah diciptakan dalam memasak untuk memenuhi selera makan yang bisa menyebabkan kelezatan dan kenikmatan setinggi-tingginya. Meski demikian manusia perlu melihat risiko, jangan sampai hidup hanya untuk makan lantas menjadi hamba perut belaka.
(Ngawi, 11 Agustus 2020/2023)