PUISI | JATIMSATUNEWS.COM: Berawal dari sebuah kehidupan yang meruntunkan sebuah percikan perbedaan, namun darinya tak didapatkan sebuah linangan yang hendak menjadi butiran salju. Berantai dari pilar-pilar kehidupan yang sejatinya memiliki makna yang tersirat, bukan hanya perbedaan yang tersurat. Sisi background mengatakan keduanya berbeda, tapi dalam kehidupan perbedaaan sangatlah berarti di antara keduanya, sang cinta dan sang pecinta.
Aku adalah sang fajar yang menyingsingkan embun untuk mereka yang hendak menyunggingkan senyuman. Aku tak hanya membuat kehidupan menjadi tangis karena keburamanku ketika awan hitam mendominasiku. Aku juga sang fajar yang berusaha untuk jujur dalam sebuah arti kehidupan. Mungkin ada minoritas yang mengenaliku dari sisi pertamaku, berwujud cahaya. Tapi mereka belum menemuiku dengan sisi bidadari yang menyilaukan pandangan. Kehidupan mengajarkan sebuah arti keistimewaan dengan berbagai macam ejaan. Di mana tiap-tiap ejaan menuntut sebuah doa kebahagiaan, agar tak hanya dunia yang bergema, namun istanaNya pun bergeming menabuh kesempurnaan cinta dari kehidupan.
Aku menjadikan diriku tak hanya seelok rupa senja, namun keberanian yang muncul untuk menjadikan senja ikut tersenyum dengan karakteristik sejatinya. Karena kehidupan selalu tersenyum karenaku, dan mengulanginya lagi sebab senja menyapanya dengan mengingat memori yang tak hanya didapati dengan secarik surat dari sang fajar. Tapi dramapun tetap diperankan oleh senja untuk mengukuhkan arti kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan tak hanya mengambil arti dari sebuah jendela kaca, namun menembus cahaya yang lebih bersejarah untuk digunjingkan dengan perangai yang bermuara salju harapan. Aku menyesuaikan musim dengan keberadaanku yang menjadi teramat penting, yakni dalam prolog sebuah cerita dari kehidupan. Tidak lain karena aku ada dan berimplikasi pada kecerahan sang senja.
Ketika bumi mendukug senja, ia akan terlalu elok dengan warna oranye yang menjadi khas sapaannya pada sang dunia. Senja tak pernah berharap dengan keredupan sang fajar di embun pagi. Begitu juga sebaliknya, fajar selalu menginginkan nostalgia terbaik yang bisa ia dapat. Hingga pada akhirnya senja menjelang untuk mengarsipkan kenangannya dalam satu ingatan memori. Meskipun faktanya fajar tak pernah bisa melihat keelokan rupa senja dan hanya bermimpi untuk menerima senyuman terindah dari sang senja khusus untuknya, bukan pada dunia yang menikmati hal itu. Namun mimpiku hanya bisa menjadi bunga dalam hiasan pijaran cahaya-cahayaku. Kenapa harus ada dua keindahan yang tak bisa bertemu??..
Senja, kau juga telah menjadi obor semangat bagi kehidupan, karenamu aku sampai pada senyum kegembiraan dunia dan kehidupan.
Senja, se-ejaan untaian mutiara yang membisukan kehendak untuk menghindarimu, tapi kakiku tak mampu melangkah tanpa similar rupa cahayamu. Senja, kau teramat bermakna dalam kehidupan hingga kau menguasai titik teristimewa dalam sumber cahaya di bola mataku. Aku membisu pun tak mampu untuk menyembunyikan bahwa aku sangat merindukanmu. Namun aku cukup kuat untuk merelakan kau untuk arti yang lebih bermakna. Karena aku juga bernasib sama dengan statusmu, hanya pijaran semangat kehidupan. Teori mengajarkan kita tidak untuk selalu kontradiktori namun keserasian lebih unggul di atas cinta para makhluk.
Kasih tak mampu menyampaikan doaku pada sang Pencipta, namun bukti adanya aku dan senja yang mengartikan bahwa cinta dan pecinta itu ada di muka bumi ini untuk mengubah mimpi dan doa menjadi realita. Aku tak pernah tenggelam dalam realita sebab senja selalu siap memberikan isyarat padaku untuk bangkit dan membangkitkan belaian halus sang bunga tidur. Karena senja aku lebih berarti memaknai sebuah kehadiranku. Begitupun senja yang tak pernah muncul sebelum aku mampu menciptakan semangat baru dari kehidupan. Senja mengajarkan bagaimana cara menyimpan kenangan yang teramat manis dengan menyembunyikan segores luka di saat matahari dilengser awan.
Semuanya tersimpul pada satu cahaya sehingga terkadang cahaya indah yang oleh kehidupan diabaikan. Padahal ia teramat pandai untuk mengaktualisasikan mimpi. Ceritaku bersama senja tak pernah terurai dengan sebait kata-kata karena keindahanku. Keindahannya menuai beribu bintang untuk menghiasi malam. Aku tak pernah merasa sendiri di kala logikaku berpikir tentangnya, namun aku tak pernah menjadikan pemain ketiga dalam tarian ilusi kehidupanku semata. Aku bisa hadir dengan berbagai macam doa dan aku pun bisa terengah dengan himpunan doa itu. Namun senja tak pernah menaruh harapan buta untuk membuat dunia tersenyum.
Maka mulailah realita kehidupan dengan segala mimpi yang terpendam di kala fajar menyingsing, mimpi untuk menumbuhkan sebuah harapan indah tanpa mengabaikan doa pada sang Rabb. Berdialoglah seperti halnya fajar yang selalu menjadi akhir yang mengesankan dengan wajah manisnya untukku. Pada akhirnya kita selalu mengartikan sebuah kehidupan dengan kebahagiaan…
Senja Pagi
Magelang, 30 Juli 2023
Eni Wahyuni, S.Pd., M.Pd.
Guru Bahasa Indonesia
MAN 2 Kota Malang