Gus Is Tentang Hikmah Idul Adha: Komunikasi Lintas Generasi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Spesial Idul Adha, Universitas Islam Negeri Maulana (UIN) Malik Ibrahim Malang menggelar kajian bertema Hikmah Idul Adha, Relasi Keshalehan Antara Generasi Tua dan Muda kepada Allah SWT. Kajian ditayangkan melalui akun official milik universitas, “uinmlg”.
H. Isroqunnajah, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Pengembangan Kelembagaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang didaulat sebagai pengisi acara. Pengasuh salah satu pondok pesantren tahfidz di Kota Malang yang akrab dipanggil Gus Is tersebut menyatakan hikmah Idul Adha dapat dikulik dari kisah dalam Al Qur’an.
Idul Adha lekat dengan kisah tentang Nabi Ibrahim. Di usianya yang ratusan tahun, menikah sudah lama, namun Nabi Ibrahim belum diberikan keturunan. Lantas beliau menikah lagi.
Suatu ketika malaikat mendatangi Nabi Ibrahim untuk kemudian mengabarkan bahwa Allah akan mengaruniakan putera, yang dikenal Nabi Ismail. Memiliki keturunan memang merupakan salah satu keinginan kuat manusia yang menikah, secara naluriah. Termasuk Nabi Ibrahim.
“Anak diharapkan menjadi investasi ukhrawi (akhirat), menjadi penyejuk mata hati” kata H. Isroqunnajah.
H. Isroqunnajah menambahkan bahwa Allah mengategorikan anak sebagai salah satu bentuk harta. Sehingga anak perlu diinvestasikan, sebab anak menjadi perhiasan dunia. Anak kecil menjadi manusia yang menggemaskan. Namun Nabi Ibrahim yang kala itu sedang menikmati rejeki dikaruniai putera setelah sekian tahun lamanya, diuji Allah. Allah meminta Nabi Ibrahim mengorbankan anaknya. Kesabaran Nabi Ibrahim diuji betul dalam kisah ini.
Perintah Allah untuk menyembelih putera, dimaknai sebagai mengorbankan harta. Sebab dalam Al Qur’an anak kerap disebut sebagai harta. Artinya anak menjadi kekayaan yang dibanggakan, baik jumlahnya, sisi fisiknya, hingga prestasinya oleh orang tua. Nabi Ibrahim diberi perintah untuk memanggal anaknya. Bukan hanya fisik, memenggal juga dimaknai sebagai melepaskan duniawi. Apalagi ketika manusia sedang merayakan eforia keduniawian.
“Yang kita cintai sebenarnya Allah. Perintah menyembelih semata-mata ujian untuk Nabi Ibrahim dan Nabi ismail," tambah H. Isroqunnajah.
Nabi Ibrahim sebagai nabi yang memiliki keistimewaan masih saja diberi ujian. Semakin dekat manusia dengan Allah, ujian yang diberikan semakin berat, termasuk nabi. Allah hendaknya menjadi satu-satunya yang dicintai manusia, terlepas dari segala ikatan duniawi.
Bahkan cinta pada anak sebagai harta, musti di bawah rasa cinta kepada Allah. Kisah Nabi Ibrahim tersebut menunjukkan bahwa umat yang ingin mendekati Allah, mustinya mendapat banyak ujian. Ujian bukan hanya dalam wujud kesengsaraan, namun juga bisa jadi ujian berbentuk kenikmaran.
“Selayaknya kita tidak mudah terlena dengan duniawi,” kata Ketua PCNU Kota Malang itu memaparkan.
Mengenai keterkaitan dengan dua generasi, generasi tua dan muda, kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menggambarkan relasi orang tua dan anak. Nabi Ibrahim selama belum dikaruniai putera selalu melantunkan rentetan doa supaya diberikan keturunan yang sholeh/sholeha. Allah memberi kabar gembira pada Nabi Ibrahim dengan memberikan seorang putera yang penyantun.
Setelah anak-anak menjelang dewasa, Allah meminta Nabi Ibrahim untuk memenggalnya. Dalam konteks ini Nabi Ibrahim sedang sayang-sayangnya, tali kepemilikan juga masih begitu kuatnya. Nabi Ibrahim tak bisa lepas dengan Nabi Ismail, juga Nabi Ismail kepada ayahnya.
“Nabi Ibrahim bersabda pada Ismail kecil bahwa Allah memerintahkan dirinya untuk menyembelih dirinya lewat mimpi. Bukan sekali saja, mimpi tersebut datang berkali-kali,” papar H. Isroqunnajah.
Sempat mengira bahwa mimpi tersebut sekedar godaan setan, hingga suatu ketika Nabii Ibrahim sadar bahwa hal tersebut adalah perintah Allah. Nabi Ibrahim mencoba mengomunikasikan mimpinya dengan anaknya, Ismail. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara generasi tua dan generasi muda bisa saja memiliki perbedaan pandangan. Sehingga perlu anjangsana untuk saling berbagai.
“Yang menarik, Nabi Ibrahim menanyakan pendapat Nabi Ismail terkait dengan mimpi yang berisi perintah Allah,” kata H. Isroqunnajah.
H. Isroqunnajah mengungkapkan Nabi Ibrahim tidak serta merta memerintah anaknya, tapi mencoba memberi opsi pada anaknya. Nabi Ismail dengan menjawab bahwa ia tak menolak perintah Allah, justru menyarankan ayahnya melaksanakan perintah Allah. Hal demikian menunjukkan bahwa hubungan orang tua dan anak tak selamanya bersifat afirmatif. Ada kalanya orang tua dan anak dapat menggambarkan hubungan teman, Sahabat, hingga guru.
“Relasi anak dan orang tua seperti anak dengan bapak/ibu, anak dengan teman, dan anak dengan guru,’ imnbuh H. Isroqunnajah.
Akhir kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, keduanya sama-sama pasrah dengan perintah Allah. Ismail yang hendak disembelih digantikan Allah dengan domba. Kedua nabi tersebut lolos dari ujian Allah.
: Ans/Wul berdasarkan tayangan Youtube