SURABAYA | JATIMSATUNEWS.COM: Memiliki tema "Penggerak Bangsa, Memimpin Nusantara", PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) tepat berusia ke-63 tahun. Berdiri pada 17 April 1960, PMII memiliki afiliansi pada Nahdlatul Ulama (NU) dan identik dengan idelogi Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja).
Menyikapi Harlah PMII, salah satu alumni PMII, yaitu aktivis perempuan Lia Istifhama, turut bersuara. Pernah aktif sebagai pengurus PMII Komisariat IAIN Sunan Ampel saat mahasiswa Strata Satu, tepatnya pada tahun 2003-2004, Doktoral UINSA tersebut merelevansikan spirit Harlah PMII sebagai bentuk pengejawantahan Syubbanul Yaum Rijalul Ghod
“Melalui tema "Penggerak Bangsa, Memimpin Nusantara", maka kader PMII harus bisa mengaplikasikan shalihun li kulli zaman wal makan, yaitu adaptasi sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi zaman, untuk kemudian menjadi bentuk nyata Syubbanul Yaum Rijalul Ghod, bahwa mereka yang pemuda adalah pemimpin di masa mendatang,”
Tak lupa, satu dari 22 Tokoh Muda NU inspiratif versi Forum Jurnalis Nahdliyyin (FJN) tersebut, menjelaskan bahwa kader PMII harus terus membuka hati dan pikiran melalui cakrawala ilmu.
Lia pun mengutip hadist HR. Imam Thabrani yakni pelajarilah ilmu, dan pelajarilah untuk ilmu ketenangan dan sopan santun, dan berendah hatilah kamu kepada orang yang kamu belajar daripadanya.
“Dengan ilmu, kader PMII akan menjadi bagian penting sebagai agen penyelamat karakter sosial di era yang berpotensi terjadinya Post Truth. Terlebih, di era digital saat ini yang sangat rentan terjadi Post Truth dan disrupsi social,”
Disrupsi tersebut tambahnya, jika tidak disikapi dengan bijak, juga akan berpotensi ketidakbijakan dalam pemanfaatan digitalisasi. Inilah yang kemudian dikhawatirkan, yaitu terjadinya potensi degradasi nilai sosial, moral, dan kultural. Terlebih, jika degradasi sosial bertemu dengan segala tindakan absurd, yaitu perilaku yang mustahil (halu atau halusinasi) akibat dunia imajiner yang berlebihan dalam menyikapi platform sosial media di era digital. Secara sederhana, absurd ini adalah implikasi dari pemikiran menganggap dunia maya adalah dunia nyata.
“Dari sinilah kemudian kita tarik fungsi anak muda. Bahwa mereka memang pemuda sejati yang dibutuhkan dalam pertahanan bangsa. Dengan bekal Hubbul Wathan yang sangat kuat seperti yang menjadi pesan Sang Hadratus Syaikh dan ilmu yang mumpuni, maka mereka tidak bisa terbantahkan lagi sebagai tonggak bangsa,” pungkasnya.