Surat Kartini
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Di hari Ibu Kartini tahun ini, aku sengaja mengumpulkan 32 surat yang dikirim ibu kartini ke teman di Belanda Jacques Henrij Abendanon, dalam rentan waktu sekitar November 1899 hingga Oktober 1902, tanpa berpanjang lebar beginilah isi suratnya. Semoga menginspirasi 😊
- PEREMPUAN JAWA
"Seorang gadis Jawa adalah sebutir permata, pendiam, tak bergerak-gerak seperti boneka kayu; bicara hanya bila benar-benar perlu dengan suara berbisik, sampai semut pun tak sanggup mendengarnya; berjalan setindak demi setindak seperti siput; tertawa halus tapa suara, tapa membuka bibir; sungguh buruk nian kalau giginya tampak seperti luwak".
[Kartini, Surat kopada Ny. Abendanon, Agustus 1900]
_______________________________________________
- PENDIDIKAN UNTUK IBU
"Bukan tanpa alasan orang mengatakan Kebaikan dan kejahatan dimulai anak bersama air susu Ibu. Alam sendiri lah yang menunjuk dia untuk melakukan kewajiban itu. Sebagai ibu dialain pendidik pertama anaknya. Di pangkuannya anak pertama belajar merasa, berpikir, berbicara. Dan dalam kebanyakan hal Pendidikan pertama tama bukan tapa arti untuk seluruh hidupnya. Tangan ibulah yang meletakkan benih kebaikan dan kejahatan dalam hati manusia, yang tidak jarang dibawa sepanjang hidupnya. Dan bagaimana sekarang ibu, ibu Jawa dapat mendidik anak-anaknya, kalau mereka sendiri tidak terdidik? Peradaban dan kecerdasan bangsa jawa tidak akan maju dengan pesatnya, kalau perempuan dalam hal itu terbelakang".
[Surat kepada Prof. Dr. G. K. Anton 4 Oktober 1902]
_______________________________________________
- PENDIDIKAN KARAKTER
"Pendidik ialah mendidik budi dan jiwa, kewajiban seorang pendidik belumlah selesai jika ia hanya baru mencerdaskan pikiran saja; bahwa tahu adat dan bahasa sera cerdas, pikiran belumlah lagi jaminan orang hidup susila dan mempunyai budi pekerti...".
[Kartini, surat kepada Ny. Abendanon, 21 Januari 1901]
_______________________________________________
- KETIDAK BERDAYAAN PEREMPUAN
"Satu-satunya jalan bagi gadis jawa, terutama bagi kalangan ningrat adalah perkawinan. Tetapi apa yang terjadi dengan perkawinan yang mula-mula oleh Tuhan ditentukan sebagai tunuan tertinggu bagi wanita ? Perkawinan yang sekestinya merupakan panggilan suci telah menjadi semacam jabatan. Jabatan yang harus dikerjakan dengan syarat-syarat yang merendahkan dan mencemarkan bagi wanita-wanita kita. Atas perintah bapak atau paman atau kakaknya, seorang gadis harus siap untuk mengikuti seorang laki-laki yang tidak pernah dikenalnya, yang tidak jarang telah mempunyai istri dan anak-anak. Pendapatnya tidak nyata, ia harus menurut saja".
"Saya putus asa, dengan rasa pedih-perih saya puntir-puntir tangan saya menjadi satu. Sebagai manusia saya merasa seorang diri tidak mampu melawan kejahatan berukuran raksasa itu, dan yang-aduh, alangkah kejamnya! Dilindungi oleh ajaran islam dan dihidupi oleh kebodohan perempuan: korbannya! Aduh! Saat aku membayangkan mungkin suatu nasib akan menimpakan saya, suatu siksaanyang kejam, yang bernama poligami itu! 'Saya tidak mau' mulutku menjerit, hatiku menggemakan jeritan itu ribuan kali...".
[Kartini, Surat kepada Nyonya Van Kol, 19 Agustus tahun 1901]
_______________________________________________
"... tidak usah kita herankan lagi apa sebabnya nafsu laki-lali memikirkan dirinya sendiri, bila kita ingat, bahwa laki-laki itu sejak semasa kecilnya, sudah dilebih-lebihkan daripada anak perempuan. Dan semasa kanak-kanak laki-laki itu sudah diajar merendahkan derajat anak perempuan. Bukankah acap kali kudengan seorang ibu berkata kepada anaknya laki-laki bila ia jatuh, lalu menangis, "cis, anak laki-laki menangis tiada malu, seperti anak perempuan".
[Surat kepada Stella Zeehandelaar - 23 Agustus 1900]
_______________________________________________
- KRITIK AGAMA: TAKLID
"Kami bernama orang Islam karena kami keturunan orang-orang Islam, dan kami adalah orang-orang Islam hanya pada sebutan belaka, tidak lebih. Tuhan, Allah, bagi kami adalah seruan, adalah seruan, adalah bunyi tanpa makna..."
[Kartini, Surat Kepada E. C Abendanon, 15 Agustus 1902]
_______________________________________________
"Lagi pula sebenarya agamaku Islam Karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku jika aku tidak mengenal dan tidak bisa mengenanya? Al-Qur'an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam Bahasa apapun. disini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Disini orang diajar membaca Al-Qur'an, tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya".
[Kartini, Surat kepada Nn. Stella 2. November 1899]
_______________________________________________
- CITA-CITA
"Pada zaman manapun dan dalam bidang apa saja kaum pelopor selalu mengalami rintangan-rintangan hebat. Itu kami sudah tahu. Tetapi betapa nikmatya, memiliki suatu cita-cita, suatu panggilan. Katakanlah kami ini orang-orang gila atau orang sinting, atau apa saja yang Nyonya kehendaki. Tetapi kami tidak dapat berbuat lain. Karena itu sudah ada dalam darah kami".
[Surat Kartini kepada Ny. Ovink-Soer, awal 1900]
_______________________________________________
"Saya menyadari ketidakmampuan saya, Stella. Tiap orang akan tertawa terbahak-bahak, membaca secarik kertas ini untukku. Alangkah gila pikiran saya, bukan? Saya, yang tidak belajar apapun, tidak tahu apapun, memberanikan diri dalam sastra!".
[Surat Kartini pada Estella Zeehandelaar, 6 November 1899]
_______________________________________________
- SEMANGAT
"Benar, aku mash muda, tetapi aku tidak buta dan tidak tuli, dan banyaklah sudah yang kulihat dan kudengar, bahkan sudah terlalu banyak, sehingga hatiku hancur karena sedihnya, sehingga dicambuknya hatiku supaya aku tegak berdiri melawan adat, kebiasaan, yang jadi kutuk bagi perempuan dan anak-anak".
[Surat Kartini kepada Ny Abendanon, Agustus 1900]
"Saya tahu jalan yang hendak saya tempuh itu sukar, banyak duri dan onaknya, dan lubang-lubangnya; jalan itu berbatu-batu, berlekuk-lekuk, licin jalan itu. Belum dirintis! Dan meskipun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan bahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya turut membantu membuka jalan menuju ke tempat perempuan bumiputra merdeka dan berdiri sendiri".
[Surat Kartini kepada Ny. Abendanon- oktober 1900]
_______________________________________________
- KRITIK SOSIAL : FEODALISME
"Sekarang ini kaum bangsawan mengira bahwa mereka adalah makhluk yang lebih tinggi daripada rakyat biasa dan karena itu juga berhak mendapat yang paling baik dari segala-galanya. Ini suatu pendapat yang sesat dan harus diberantas. Jadi jangan malah mengajarkan kepada anak-anaknya supaya dari kecil sudah harus dihormati dan dipanggil dengan gelar yang sudah meniadi 'hak'-nya!".
"Bagi saya hanya ada dua macam bangsawan, bangsawan pikiran dan bangsawan budi. Tiada yang lebih gila dan bodoh dalam pandangan saya daripada melihat orang yang membanggakan asa keturunannya".
[Surat kepada Nona Stella Z, 18 agustus 1899]
_______________________________________________
- KRITIK AGAMA: PILIGAMI
"Allah menjadikan perempuan akan jadi teman laki-laki, dan tujuan hidupnya ialah bersuami. Benar, tiada tersangkal dan dengan senang hati aku mengakui bahwa bahagia perempuan yang sebenarnya.... hidup bersama dengan laki-laki dengan damai dan selaras, Tetapi betapakah mungkin hidup bersama dengan damai dan selaras, bila aturan kawin kami demikian..... tiap-tiap orang perempuan yang kawin dalam dunia Pergaulan hidup kami tahu, bahwa bukan hanya dia saja akan tetapi jadi istri suaminya, dan bahwa besok lusa suaminya itu boleh membawa perempuan lain jadi temannya pulang kerumah, menurut hukum Islam perempuan itu istrinya yang sah juga".
[Kartini, Surat kepada Nona Stella Z, 1900]
_______________________________________________
"Aku tidak, sekali-sekali tidak, dapat menaruh cinta. Bagaimana aku akan hormat (pada laki-laki) yang sudah kawin membawa perempuan lain ke dalam rumahnya, perempuan yang dikawininya secara sah menurut hukum Islam? Dan siapa yang tidak berbuat demikian? Bukan dosa dan bukan kecelakaan pula; hukum Islam mengijinkan laki-laki menaruh empat orang perempuan. Tetapi aku selama-lamanya mengatakan itu dosa. Segala perbuatan yang menyakitkan sesamanya, dosalah pada mataku".
[Kartini, Surat kepada Nona Stella Z, 18 Agustus 1899]
_______________________________________________
- KRITIK BARAT
"Bahwa dengan kesungguhan hati kami mengira 'Masyarakat Eropalah adalah satu-satunya yang murni, yang unggul dan tak terkalahkan', masanya telah lama lampau. Maafkan kami telah mengatakan hal itu, itu, tetapi sempurnakah masyarakat Eropalah menurut pendapat nyonya? Wahai, kamilah barangkali yang paling akhir, yang akan mengakui dengan rasa syukur kebaikan dalam dunia nyonya yang banyak, sangat banyak. Tetapi apakah nyonya akan mengingkari, bahwa banyak sesuatu yang bagus, besar dan luhur dalam masyarakat nyonya yang acap kali berlawanan dan menjadi bahan cemooh dalam peradaban?".
[Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902]
_______________________________________________
"Orang-orang Belanda itu menertawai dan mengejek kebodohan kami, tapi kami berusaha untuk maju, kemudian mereka mengambil sikap menantang kami. Aduhai betapa banyanya duka cita dahulu semasa masa kanak-kanak di sekolah, para guru kami dan banyak diantara kawan-kawan sekolah kami mengambil sikap permusuhan terhadap kami...kebanyakan guru tidak rela memberikan angka tertinggi pada anak Jawa, sekalipun si murid berhak menerimanya".
[Surat Kartini kepada Nona Stella Z, 12 Januari 1900]
"Kerap kali aku bertemu dengan orang kulit putih yang sekali-sekali bukan bodoh. malahan bangsawan pikiran, tetapi angkuhnya bukan main, tidak tertahan. Hal itu menyakiti hatiku bukan main. Dan terlalu banyak orang merasa bahwa kami orang Jawa sebenarya bukanlah manusia. Bagaimana orang belanda hendak kami kasih sayangi apabila kami diperlakukan demikian? Cinta membangkitkan balason cinta, tetapi penghinaam selama-lamanya tak akan menghiduphan rasa cinta".
_______________________________________________
- OPTIMISME
"Suatu perobahan dalam seluruh masyarakat pribumi pasti akan datang. Titik tolaknya telah ditakdirkan. Hanya.... kapan? itulah pertanyaan yang besar. Kita tidak dapat mempercepat saat meletusnya revolusi. Sungguh aneh bahwa di pelosok daerah pedalaman yang terpencil ini mengendap pikiran-pikiran memberontak itu. Teman-teman kami disini mengatakan, sebaiknya kami tidur saja dahulu barang 100 tahun-kalau kami bangun kembali, akan kami temukan tanah Jawa sebagai yang kami inginkan."
[Surat Kartini kepada Stella, 6 Nopember 1899]
_______________________________________________
- SOLUSI: PENDIDIKAN
"Pemerintah tiada akan sanggup menyediakan nasi di piring bagi segala orang Jawa, akan dimakannya, tetapi pemerintah dapat memberikan daya upaya, supaya orang Jawa itu dapat mencapai tempat makanan itu. Daya upaya itu ialah pengajaran."
[Surat Kepada Stella Zeehandeler, 12 Januari 1900]
_______________________________________________
"....memberi kesempatan kepada anak bangsa Jawa laki-laki dan perempuan untuk mencari kepandaian agar mereka mampu membawa tanah air dan bangsanya kearah perkembangan jiwa, kearah kecerdasan pikiran serta kemakmuran dan kesejahteraan ...."
- PENDIDIKAN PEREMPUAN
"Karena saya yakin sedalam-dalamnya bahwa wanita dapat memberi pengaruh kepada masyarakat, maka tidak ada yang lebih saya inginkan daripada menjadi guru, agar supaya kelak dapat mendidik gadis-gadis dari para pejabat tinggi kita".
"O, saya ingin sekali menuntun anak-anak itu, membentuk wataknya, mengembangkan otanya yang muda, membina mereka menjadi wanita-wanita dari hari depan, supaya mereka kelak dapat meneruskan segala yang baik itu. Bagi masyarakat kita pasti akan membahagiakan, bilamana wanita-wanitanya mendapat pendidikan yang baik".
[Surat Kartini kepada Nona Van Kool]
_______________________________________________
- PENDIDIKAN YANG MEMBEBASKAN
"Maka didiklah orang Jawa supaya belajar berpikir sendiri. Kalau ia sudah dewasa dalam pikirannya. silakan dia memilih agamanya sendiri. Andaikan ia ingin menjadi Kristen karena keyakinannya, janganlah it dihalang-halangi. Kalau ia menghendaki tetap berpegang kepada agama nenek moyangnya, itupun bagus!".
"Ingin hatiku hendak beranak, laki-laki dan perempuan sekaligus, yang akan kudidik, kubentuk jadi manusia sepadan dengan kehendak hatiku. Pertama-tama akan kubuangkan adat kebiasaan yang buruk, yang melebihkan anak laki-laki daripada anak perempuan".
"Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu, tapi hal yang benar-benar bisa menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri".
"Taukah engkau bunyi semboyanku ? 'Aku mau' "
_______________________________________________
- KEGELISAHAN KARTINI : KEADAAN RAKYAT
"Apa sebab orang Jawa menjadi begitu miskin? Pemotongan rumput yang tiap hari penghasilannya hanya 10 atau 12 sen terkena pajak pencaharuan. Untuk tiap ekor kambing atau domba yang dsembelih, harus dibayar 20 sen. Demikianlah penjual sate yang tiap haru menyembelih dua ekor kambing, harus membayar pajak setiap tahun 144 gulden. Lalu berapakah penghasilan mereka? Hanya cukup untuk hidup".
"Di sini ada barang yang jauh lebih jahat dari alkohol, yaitu candu. Tak dapat dikatakan betapa besarnya kesengsaraan yang disebabkan oleh candu atas negeriku, rakyatku. Candu itu ibarat penyakit sampar bagi Jawa. Sebetulnya lebih jahat dari penyakit sampar. Penyakit sampar tidak merajalela untuk selama-lamanya, cepat atau lambat ia akan hilang. Tetapi akibat dari candu akan makin besar, makin meluas dan tidak akan lenyap, karena dilindungi oleh Pemerintah! Makin banyak orang mengisap candu di Jawa, makin penuh peti orang Pemerintah. Penjualan candu merupakan salah satu sumber kekayaan yang paling besar bagi Pemerintah Hindia Belanda. Perduli apa kesejahteraan rakyat ....yang penting Pemerintah memperoleh keuntungan besar. Kutukan rakyat mengisi kantong Pemerintah Hindia Belanda dengan emas berton-ton, berjuta-juta!".
- BERDO'A
"Ya Tuhan, kadang-kadang saya berharap, alangkah baiknya jika tidak pernah ada agama. Sebab agama yang seharusya justru mempersatukan semua umat manusia, sejak berabad-abad menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, pangkal pertumpahan darah yang sangat mengerikan. Orang-orang seibu sebapa ancam-mengancam berhadap-hadapan Karena berlainan cara mengabdi kepada Tuhan yang Esa dan Tuhan yang sama".
Ungkapan Kartini kepada Kia Haji Moch Sholeh bin Umar (Ulama dari Darat, Semarang) di rumah pamannya Pangeran Arto Hadiningkrat. Di waktu itu, sang Kia menjelaskan untaian makna surat al-Fatikhah. Usai acara pengajian, terjadi dialog antara Kia dan Kartini:
"Kiai selama hidupku bar kali inilah aku sempat mengerti makna dari arti surat-surat pertama, dan induk dari Al-Qur'an yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hat aku kepada Allah, namun aku heran tada habis-habisnya mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur'an dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Qur'an itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"