Kesejahteraan Ummat dalam Fiqh Sosial

Admin JSN
28 Maret 2023 | 19.36 WIB Last Updated 2023-03-28T12:36:56Z



Artilel I JATIMSATUNEWS.COM: Pelaksanaan syariat bukan hanya merupakan bukti ketaan seorang hamba kepada Tuhannya saja namun juga ada keterkaitan antara manusia dengan kehidupan di dunia ini. Sebenarnya setiap gagasan syariat juga dimaksudkan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia bukan hanya di akhirat saja tetapi juga di dunia. Dalam pernyataan tersebut umat Islam telah menampilkan berbagai respon yang beragam. Sebagian ada yang merespon bahwa tata cara perilaku yang diatur oleh hukum agama sudah bersifat final. Namun tentu saja jawaban tersebut bukan satu-satunya jawaban yang final karena dalam Islam memiliki pedoman yang mampu berdialektika secara dinamis dalam menyikapi setiap permasalahan. 

Perintah Allah SWT dalam al-qur’an dan hadits selalu berorentasi pada peribadatan atau ibadah, sedangkan dalam al-qur’an dan hadits akan selalu berorientasi dalam muamalah (interaksi dan pergaulan dalam kehidupan). Antara perintah dan larangan ini harus memiliki jembatan penghubung untuk menghindari dari perilaku melebih-lebihkan hukum dan perbuatan meremehkan hukum islam dalam memaknai atau menafsirkan al-qur’an dan hadits sehingga dapat menumbuhkan sikap moderat dalam beragama.

Fiqh Sosial dan Kesejahteraan Ummat

Istilah Fiqh Sosial dipopulerkan oleh dua ulama besar Indonesia salah satunya KH. Sahal Mahfudh. Fiqh sosial itu sendiri adalah upaya mengkonstekstualisasikan hukum islam dalam menjawab tantangan realitas sosial. Dalam fiqh sosial KH. Sahal Mahfudh mendefinisikan kesejahteraan umat sesuai yang tertuang dalam maqashid syari’ah yakni: terlindung kesucian agamanya (hifdz ad-din), terlindung keselamatan dirinya (hifdz an-nafs), terlindung akalnya (hifdz alaql), terlindung keturunannya (hifdz an nasb), terlindung hak milik/hak ekonominya (hifdz al mall)

Pengertian sejahtera juga termuat di dalam UU RI No. 6 Tahun 1974, tentang pokok kesejahteraan sosial, berbunyi: suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak/kewajiban manusia sesuai pancasila.

Syariat islam merupakan pengejawentahan dari akidah islamiah. Akidah mengajarkan akan adanya jaminan kehidupan termasuk kesejahteraan bagi setiap manusia. Jaminan itu pada umumnya mengatur secara rinci cara berikhtiyar mengelolanya. Pada prinsipnya tujuan syariat islam yang dijabarkan secara rinci oleh para ulama dalam ajaran fiqih ialah penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi, kehidupan individual, bermasyarakat, dan bernegara.  

Syariat Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia kepada Allah yang direpresentasikan dalam bentuk ibadah (ibadah mahdloh), tetapi juga mengatur beberapa hubungan diantara sesama manusia (ibadah ghoir mahdloh), seperti  dalam bentuk muasyaroh (pergaulan), muammalah (hubungan transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup), hubungan dan tata cara keluarga dalam bentuk munakahat. Pemaparan diatas adalah komponen dalam ilmu fiqh, sebagai teknisnya dalam mengoperasionalkan maqashid asy-syariah, yaitu memelihara lima tujuan syariat, agama, akal, jiwa, nasab, dan harta benda. Sementara fiqh sosial, adalah perkembangan paradigma yang berpandangan bahwa mengatasi sosial yang kompleks dipandang sebagai perhatian utama syariat Islam. Mengatasi masalah sosial berarti adalah upaya untuk memenuhi tanggung jawab kaum muslimin yang konsekuen atas kewajiban mewujudkan kesejahteraan atau kemeslahatan umum.

Unsur-unsur kesejahteraan dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi, bersifat saling mempengaruhi. Apabila hal itu dikaitkan dengan syariat islam yang dijabarkan dalam fiqh dengan bertitik tolak dari lima prinsip dalam maqashid syariah, maka akan jelas syarat islam memiliki sasaran yang mendasar, yakni kesejahteraan lahir dan batin bagi setiap manusia, berarti manusia merupakan sasaran sekaligus menempati posisi kunci dalam keberhasilan mencapai kesejahteraan yang di maksud.

Secara umum manusia memiliki kewajiban mewujudkan kesejahteraan atau kemashlahatan umum yakni memnuhi kebutuhan nyata masyarakat dalam suatu kawasan tertentu untuk menunjang kesejahteraan secara lahiriah maupun dhahiriyah yang menjadi sarana pokok untuk mencapai keselamatan agama, akal pikiran, jiwa raga, keturunan, dan harta benda. 

Secara singkat dapat dirumuskan, paradigma fiqh sosial didasarkan atas keyakinan bahwa fiqh harus dibaca dalam konteks pemecahan dan pemenuhan tiga jenis kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Dalam hal ini fiqh sosial tidak hanya sebagai alat untuk melihat setiap peristiwa dari kacamata hitam putih, sebagaimana cara pandang fiqh yang lazim kita temukan, tetapi fiqh sosial juga menjadikan fiqh sebagai paradigma pemaknaan sosial.

Mochammad Nasrullah 


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kesejahteraan Ummat dalam Fiqh Sosial

Trending Now