ARTIKEL I JATIMSATUNEWS.COM: Sejak bulan Juli 2022, harga gabah kering di tingkat petani terus melonjak.
Kenaikan harga barang sebenarnya bukan tradisi baru. Setiap menjelang Natal, Tahun Baru, puasa Ramadan dan Lebaran beberapa komoditas pangan mengalami kenaikan.
Namun, naiknya harga gabah mencapai Rp6.200 sesuatu yang baru bagi petani.
Menurut hemat penulis, ada beberapa alasan harga gabah melonjak, di antaranya:
1. Kesejahteraan petani
Selama ini pemerintah selalu menjaga harga pangan murah agar terjangkau oleh masyarakat, tetapi di sisi lain pemerintah impor beras. Hal ini tentunya membuat petani tidak semangat dan sedikit sakit hati.
Namun apa daya, bertani sudah menjari mata pencaharian.
Pemerintah menaikkan harga gabah sebagai upaya agar petani tidak rugi. Menurut Dewan Penasihat Institut Agroekologi Indonesia (Inagri), Ahmad Yakub, seperti yang penulis kutip dari Koran Jakarta, harga gabah yang murah adalah politik era Soeharto.
Pada masa sekarang, era disrupsi ekonomi, negara harus memikirkan kesejahteraan petani, yaitu jangan terjebak politik pangan murah. Dengan menaikan harga gabah kering adalah langkah tepat mensejahterakan petani. Di sisi lain masalah mucul karena kenaikan gabah akan berpengaruh pada harga beras.
2. Lahan pertanian berkurang
Berdasarkan dataIndonesia.id, pada tahun 2021 ada sebanyak 174 juta pernikahan di Indonesia. Terbanyak adalah di Jawa Barat, 346.484 peristiwa. Jawa Timur urutan kedua dengan 298.543 pernikahan.
Dengan bertambahnya keluarga baru, secara otomatis kebutuhan rumah pun semakin meningkat. Kondisi ini menjadi peluang bagi pengembang untuk menyediakan perumahan layak huni. Masalahnya lahan dan harga property di perkotaan sangat mahal. Banyak pengembang yang membangun perumahan di desa. Lahan pertanian berubah menjadi perumahan.
Lahan pertanian selain alih fungsi menjadi perumahan juga gudang, pabrik dan jalan tol. Dengan demikian lahan pertanian semakin berkurang dan itu memengaruhi pada jumlah hasil panen. Lahan kecil, hasil panen pun sedikit. Padahal kita tahu, padi adalah kebutuhan pokok masyarakat.
3. Gagal panen
Banyak petani gagal panen pada musim penfghujan 2022, sehingga ketersediaan beras berkurang. Ada banyak faktor yang memengaruhinya, salah satunya adalah curah hujan tinggi atau cuaca ektrem.
Curah hujan dengan intensitas tinggi mengakibatkan lahan pesawahan terendam air, akibatnya tanaman padi membusuh. Kelebihan air pun menyebabkan kelembaban udara, di mana kondisi ini mendukung populasi hama meningkat.
Curah hujan tinggi pun mendorong Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) berkembang lebih banyak sehingga memperparah kerusakan tanaman.
4. Kenaikan biaya produksi
Menanam padi tidak mudah. Mulai dari pemilihan benih yang berkualitas, proses penyemaian benih padi, hingga panen membutuhkan perawatan ekstra. Dalam perawatan tentunya memerlukan biaya produksi, seperti, air, pupuk, pestisida, biaya mekanisasi.
Untuk mendapatkan hasil panen melimpah, petani tentunya benyak mengeluarkan biaya banyak. Kenaikan harga gabah sebanding dengan biaya produksi yang mahal.
5. Masa panen
Kenaikan harga gabah pada bulan Januari hingga Februari juga dipengaruhi masa panen berikutnya masih lama. Pada bulan Februari sebagian wilayah, tanaman padi baru muncul biji. Untuk panen membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan lagi.
Selain lima penyebab di atas mungkin ada lagi yang memengaruhi kenaikan harga gabah dari sisi pedagang. Yang pasti kenaikan gabah jangan dibarengi dengan mahal dan sulitnya bahan baku, seperti pupuk, solar, bibit agar kesejahteraan petani tercapai.
Penulis : Sri Rohmatiah Djalil
Sumber foto : Kompas.com