SURABAYA I JATIMSATUNEWS.COM: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI mencatatkan realisasi investasi di Jatim mencapai Rp 110,3 triliun pada tahun 2022. Realisasi ini meningkat 38,8% dari tahun 2021 (y-o-y), serta lebih tinggi dari pertumbuhan investasi nasional yang tumbuh sebesar 34%.
Realisasi investasi ini terdiri dari investasi dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 44,9 triliun meningkat sebesar 66,7% dari tahun 2021 (y-o-y). Sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 65,4 triliun meningkat sebesar 24,5% (y-oy).
Realisasi investasi Jatim Tahun 2022 ini tercatat paling tinggi dalam lima tahun terakhir. Secara berturut - turut , realisasi tahun 2018 sebesar Rp 51,2 triliun, tahun 2019 sebesar Rp 58,5 triliun, tahun 2020 Rp 78,3 triliun, tahun 2021 Rp 79,5 triliun, dan tahun 2022 Rp 110,3 triliun.
Atas capaian tersebut, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, capaian ini adalah bukti bahwa iklim investasi di Jatim sangat kondusif dan terjaga dengan baik. Untuk itu ia optimis target investasi Jatim tahun 2023 akan dapat tercapai maksimal.
“Kami terus berkomitmen untuk menjaga iklim investasi di Jatim supaya tetap kondusif dan terjaga dengan baik. Sehingga para investor baik dari dalam maupun luar negeri tidak ragu berinvestasi di Jatim,” kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (30/1).
Khofifah juga menyampaikan terimakasih dan apresiasi kepada seluruh pihak, baik masyarakat Jatim maupun elemen strategis yang turut menjaga iklim investasi di Jatim tetap kondusif. Hal ini menurutnya berkat sinergi dan kolaborasi yang kuat dari berbagai pihak.
Atas sinergi dan kolaborasi itu, Khofifah mengakui bahwa Jatim mampu melampaui realisasi investasi yang ditargetkan Rp 80 triliun sesuai RPJMD 2019-2024 terpenuhi sebesar 137,9%.
"Pertumbuhan investasi ini harus terus diiringi dengan promosi untuk menarik kepercayaan lebih banyak investor. Dengan tumbuhnya investasi di Jatim, kita berharap akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Jatim semakin bergairah," ungkapnya.
Menurutnya, komitmen untuk menjaga iklim investasi di Jatim terus dilakukan melalui berbagai langkah. Dimana Pemprov Jatim melalui DPMPTSP Provinsi Jatim menginventarisasi perubahan perizinan berusaha yang terintegrasi dalam aplikasi perizinan online - Jatim Online Single Submission (JOSS). Selain digitalisasi sistem perizinan, DPMPTSP juga telah menggelar roadshow perizinan dan kompetisi Investment Award.
“Kami berharap dengan upaya – upaya komprehensif yang telah dilakukan dapat meningkatkan kinerja investasi di Jawa Timur yang selanjutnya dapat berimbas pula pada pemulihan ekonomi masyarakat Jawa Timur,” katanya.
Tidak hanya itu, Pemprov Jatim juga mengusulkan Raperda tentang Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penanaman Modal guna menyesuaikan dengan kebijakan baru yang telah diterbitkan. Sementara Pergub 69 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu telah diganti oleh Pergub 88 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha.
“Kita perlu segera menyesuaikan aturan terkait investasi yang ada agar iklim investasi di Jawa Timur meningkat lebih baik lagi. Untuk itu aturan terkait investasi dan perizinan berusaha di Jatim yang sudah tidak relevan harus diubah agar investasi di Jatim terus meningkat dengan prinsip keadilan, kepastian dan efisiensi,” kata Khofifah.
“Karena sangat banyak hal krusial yang perlu kita selaraskan dengan aturan pusat maupun kondisi terkini. Jadi kami pastikan penyesuaian peraturan ini dapat mendorong peningkatan investasi di Jatim,” imbuhnya.
Sebagai informasi, terdapat lima negara yang berkontribusi tertinggi terhadap investasi di Jatim. Antara lain Amerika Serikat sebesar Rp. 19,6 Triliun dengan share 43,7%, Singapura sebesar Rp. 6,5 Triliun dengan share 14,5%, Jepang sebesar Rp. 5,9 Triliun dengan share 13,1%, Hongkong RRT sebesar Rp. 5,5 Triliun dengan share 12,2%, serta R.R. Tiongkok sebesar Rp. 1,9 Triliun dengan share 4,2%.
Berdasarkan realisasi investasi PMDN, lanjutnya, pada periode ini didominasi oleh Industri Makanan (27,7%), Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran (15,4%), Transportasi, Gudang dan Komunikasi (13,6%), Hotel dan Restoran (7,2%) serta Industri Kimia dan Farmasi (5,5%).
Sementara struktur realisasi investasi PMA yang dominan meliputi, Pertambangan (40,3%), Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya (14,9%), dan 12,9% Industri Makanan, 9,1% Industri Kimia dan Farmasi, serta 4,2 % Industri Mineral Non Logam. (ans/yra).