Mariatul Huda Fadhilah
Pramadhani Rahardiansyah
Artikel I
JATIMSATUNEWS.COM: Generasi milenial masih menjadi perbincangan di era globalisasi ini. Pasalnya, di era globalisasi, teknologi semakin berkembang sedangkan generasi milenial merupakan generasi yang melek terhadap teknologi. Individu dikatakan masuk kedalam kategori generasi milenial atau generasi Y ketika usia mereka 25 hingga 35 tahun dengan tahun kelahiran 1980 hingga 2000. Salah satu tuntutan dunia pekerjaan di era globalisasi yaitu adanya perkembangan teknologi dan sumber daya manusia dalam melakukan suatu pekerjaan.
Dan ternyata jumlah pekerja di Indonesia di dominasi oleh generasi Y. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2018 dan 2019 jumlah pekerja dari generasi Y tahun 2018 sebanyak 57.435.983 jiwa sedangkan di tahun 2019 sebanyak 58.318.552 jiwa. Namun, fenomena yang terjadi bahwa sebanyak 60 persen dari generasi muda Indonesia yang baru merintis karir sudah berpindah tempat kerja dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun. Job hopping sering disebut sebagai perilaku kutu loncat, yaitu perilaku karyawan yang melakukan perpindahan pekerjaan di tempat yang berbeda dalam kurun waktu yang singkat. Kurun waktu yang singkat ini oleh Sulaeman disebutkan dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun.
“Perilaku job hopping menjadi perilaku pada individu yang meninggalkan perusahaannya saat ini kemudian berpindah ke perusahaan lain dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun,” ujar Sulaeman.
Survey yang dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia telah mengugkapkan bahwa 60% dewasa muda (usia 25 – 35 tahun) yang bekerja di Indonesia pernah berpindah karir satu sama dua kali dalam kurun waktu yang relative singkat yaitu satu sampai tiga tahun (Survei Membuktikan: 60 Persen Anak Muda Indonesia Suka Berpindah Tempat Kerja, 2013).
Bukan menjadi hal yang mengherankan lagi jika generasi milenial mendominasi pekerja yang sering berpindah pekerjaan dalam kurun waktu singkat. Karakteristik generasi milenial menyukai tantangan dengan lingkungan kerja dimana melibatkan kreativitas dan perubahan. Mereka tidak menyukai lingkungan kerja yang bersifat monoton, tetapi mereka lebih menyukai lingkungan kerja yang akan membuatnya nyaman dan lebih dinamis.
Job hopping bukan menjadi sebuah perilaku yang buruk. Namun juga bisa menjadi perilaku yang merugikan jika berdampak buruk bagi individu dan perusahaan. Ketika karyawan keluar dari perusahaan, maka bisa sampai berakibat pada reputasi perusahaan. Hal ini dikarenakan sebuah perusahaan harus melakukan recruitmen untuk karyawan baru dan untuk menggantikan posisi tersebut tidak mudah dengan hanya menempatkan karyawan baru pada posisi tersebut, melainkan akan ada tanggung jawab dan pekerjaan yang harus segera dikerjakan.
Seorang karyawan baru akan membutuhkan waktu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, tanggung jawab, dan pekerjaan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Sianuturi dan Prabawani dari Universiatas Diponegoro membuktikan bahwa employee engagement dan work value berpengaruh terhadap job hopping. Hal ini terlihat dari hasil uji regresi liniear berganda variable emoloyee engagement dan work value terhadap job hopping karyawan milenial yang bekerja di Golden Tulip Jineng Resort Bali.
Selain karena karakteristik dari generasi milenial sendiri, alasan banyaknya generasi milenial melakukan perilaku job hopping yaitu karena demi kemajuan karir individu dan bisa karena adanya motif menghindar. Individu yang melakukan perilaku job hopping atas dasar kemajuan karir, bahwa memang individu tersebut bukan karena lingkungan kerja yang membuatnya tidak nyaman melainkan karena memang berfikir demi perkembangan karirnya. Berbeda dengan alasan individu yang melakukan perilaku job hopping atas dasar motif menghindar. Hal ini dikarenakan individu merasa kurang nyaman dan tidak menyukai lingkungan kerjanya yang disebabkan karena rekan kerja yang tidak cocok, jenis pekerjaan yang membosankan dan tidak sesuai passion, tekanan di dunia kerja, atau karena gaya kepemimpinan dari atasannya.