Pacar Posesif; Antara Cinta dan Obsesi

Admin JSN
17 Desember 2022 | 12.00 WIB Last Updated 2022-12-17T05:00:49Z

Penulis: Rofiqo A, Alfiyani Q.S, & Anggun D.M 

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Prahara asmara selalu memberikan efek bucin dan ambyar. Konon katanya; ketika dua insan jatuh cinta, mereka akan selalu memikirkan orang yang mereka cintai, ingin selalu berada di dekatnya, dan adanya perasaan untuk saling memiliki satu sama lain. Perasaan untuk saling memiliki merupakan hal yang wajar dalam suatu hubungan romantis. Hal itu dianggap sebagai bentuk rasa cinta kepada pasangannya. 

Cinta adalah suatu emosi atau afeksi yang kuat yang melibatkan kelekatan dan kepedulian. Kelekatan menimbulakan keinginan yang kuat untuk bersama dan dipedulikan oleh orang yang dicintai dan kepedulian menimbulkan pemenuhan kebutuhan orang yang dicintai menjadi sama pentingnya dengan pemenuhan kebutuhan diri sendiri sehingga seseorang akan selalu berusaha untuk membuat pasangannya merasa senang dan nyaman. 

Orang yang terikat dalam hubungan ‘pacaran’ terkadang merasa paling mengetahui dan memahami pasangannya. Tak jarang, hal itu sering kali membuat seseorang merasa berhak untuk mengontrol, membatasi, bahkan melarang pasangannya melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Perilaku tersebut dikenal dengan istilah posesif. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) posesif merupakan sifat yang membuat seseorang merasa menjadi pemilik. Dengan kata lain, orang yang memiliki sifat posesif merasa bahwa pasangannya adalah miliknya. Seseorang yang posesif berperilaku seperti dapat memperlakukan pasangan sesuai yang diinginkan seolah - olah dia adalah tuannya yang dapat mengendalikan segalanya termasuk kehidupan, emosi, dan perasaan pasangan. 

Mengapa orang dapat berperilaku posesif?

Seseorang yang posesif umumnya disebabkan karena pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan, seperti  gagalnya hubungan masa lalu, pernah dikhianati, perasaan takut kehilangan – terlebih bagi seseorang yang mempunyai trauma ditinggalkan oleh pasangan dan seseorang yang tidak tercukupi kebutuhan kasih sayang dari keluarga serta perasaan tidak aman (insecure) dalam hubungan yang sedang dijalaninya. 

Jika perasaan tidak aman karena takut kehilangan itu sudah menguasai pikiran, maka yang bisa dilakukan oleh orang itu adalah selalu menghubungi pasangan untuk memeriksa atau bahkan mengikutinya, selalu mengatur dan melarang pasangan untuk melakukan hal yang dianggap sebagai ancaman dalam hubungan mereka, seperti melarang pasangan bertemu teman, bekerja dengan rekan lawan jenis. 

Apakah hal itu bisa dianggap wajar? 

Jawabannya tentu ‘TIDAK’ karena perilaku posesif merupakan salah satu tanda dan asal muasal munculnya perilaku obsesif. Dalam istilah psikologis, obsesi bisa diartikan sebagai keinginan dan kemauan seseorang untuk dapat memperoleh sesuatu yang diinginkan. Nah, perilaku posesif yang cenderung obsesif termasuk dalam gaya cinta mania 

Tipe cinta mania merupakan gaya cinta yang penuh obsesif dan sangat bergantung pada pasangan. Seseorang yang terlibat dalam gaya cinta mania berpikir bahwa mereka sangat mencintai dan menyayangi pasangan. Akan tetapi, cinta mania dipenuhi oleh rasa cemburu dan reaksi emosial yang berlebihan yang sering kali ditunjukkan dengan cara obsesi sehingga orang dengan gaya cinta mania seringkali merasa terancam  dan meragukan perasaan pasangannya. 

Orang yang bersikap obsesif dalam hubungan romantis selalu berlindung pada kata - kata “aku seperti ini karena mencintaimu, aku tidak mau kehilanganmu” dibalik kata tersebut ia berusaha untuk membuat pasangannya percaya agar tidak meninggalkannya dan tetap mengekang serta membatasi setiap aktivitas pasangan. Orang yang obsesif memiliki keenggangan dalam pikirannya untuk membiarkan pasangan hidup bebas dan mandiri, bertemu dengan orang lain, apalagi meninggalkannya. Oleh karena itu, orang yang obsesif cenderung memberi berbagai pembatasan kepada pasangan.

Cinta mania yang ditandai dengan perilaku posesif yang obsesif dianggap sebagai pertanda buruk dalam relasi romantis. Ini merupakan hubungan yang tidak sehat dan memberikan dampak yang negatif terhadap kedua belah pihak karena hubungan yang posesif hanya menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lainnya. 

Lalu bagaimana hubungan yang sehat itu?

Hubungan yang sehat ditandai dengan adanya keterbukaan, saling menghargai, saling mendukung, dan kenyamanan. Hubungan yang sehat tidak akan membuat pasangan merasa terkekang dan tertekan. Sebaliknya, mereka akan berusaha untuk saling memahami dan menurunkan egonya serta menoleransi setiap sikap atau perilaku yang dilakukan oleh pasangan yang mungkin tidak sesuai dengan dirinya.

Menurut Sternberg, Cinta yang sempurna terdiri dari tiga komponen utama, yaitu keintiman, komitmen, dan gairah. Keintiman didefinisikan sebagai elemen emosi yang mencakup rasa percaya, kehangatan, dan hasrat untuk memperjuangkan hubungan. Merasa lebih dekat dengan pasangan, gemar berlama - lama bercengkrama dengan pasangan, mengerti dan mendukung pasangan, serta terdapat keinginan untuk saling melindungi satu sama lain juga merupakan bentuk dari keintiman. 

Sedangkan, gairah merupakan elemen motivasional berupa hasrat yang berasal dari diri sendiri dan bersifat sensual. Gairah akan menimbulkan ketertarikan baik secara fisik maupun seksual. Itulah alasannya, mengapa kita tidak pernah bosan untuk memandang wajah pasangan berlama-lama, merindukan pasangan saat tidak bertemu dalam waktu yang lama, dan adanya kebutuhan seksual seperti ingin dipeluk dan dirangkul. 

Selain itu, komitmen juga merupakan yang sangat penting dalam relasi romantis. Komitmen merupakan elemen kognitif sebagai pertimbangan untuk terus menerus melanjutkan hubungan dengan pasangan dan untuk mencapai tujuan hidup bersama. Komitmen menimbulkan perasaan untuk saling memiliki. Bedanya, orang posesif akan membatasi dan mengontrol semua yang dilakukan pasangannya. Sedangkan, berkomitmen dalam hubungan memberikan kepercayaan dan kebebasan kepada orang yang dicintai untuk melakukan segala hal yang ingin mereka lakukan. 

Cinta yang sehat dan cinta yang posesif dapat dilihat dari frasa berikut:

"Kamu harus tetap bersamaku, apapun yang terjadi"

"Aku disini bersamamu, cobalah hidup sesuai dengan dirimu"

Kalimat pertama cenderung lebih menggambarkan cinta yang obsesif , sedangkan kalimat kedua lebih menggambarkan cinta yang sehat. Mencintai seseorang berarti tidak selalu membutuhkan pasangan  untuk hanya fokus memberi perhatian secara intens kepadanya sehingga dapat membatasi aktivitas pasangan. 

Cinta yang sehat itu  saling berbagi hidup dengan pasangan dan mendukung pasangan dalam hal apapun yang ia lakukan untuk menempuh perjalanan hidupnya, membiarkan pasangan menjadi apapun yang ia inginkan agar tumbuh sebagai manusia dan dapat mengaktualisasikan diri mewujudkan mimpi bersama-sama.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pacar Posesif; Antara Cinta dan Obsesi

Trending Now