No Work No Pay, Jalan Menghadapi Resesi 2023

Anis Hidayatie
10 Desember 2022 | 09.21 WIB Last Updated 2022-12-10T02:55:16Z
No Work No Pay, Jalan Menghadapi Resesi 2023. 
ARTIKEL I JATIMSATUNEWS.COM: Pengambilan keputusan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) massal menjadi pilihan terakhir dalam hubungan industrial. Keputusan ini diambil ketika perusahaan mengalami kerugian besar atau manajemen sumber daya manusia yang tidak efektif sehingga keputusan PHK dilakukan karena perusahaan tidak mampu membayar tenaga karyawan dengan kerugian yang dialami. 

Belum lama terjadi yang menjadi pembicaraan pada start up Shopee melakukan PHK massal pada karyawan dengan secara sepihak sehingga menimbulkan problematika walaupun ditangani oleh kemnaker terkait perselisihan yang terjadi. Hal seperti ini yang kemudian tidak diinginkan terjadi oleh perusahaan lainnya.

 Usulan yang dicanangkan kepada pemerintah dengan prinsip no work no pay menjadi jalan pengusaha untuk meminimalisir keputusan PHK massal terjadi. Resesi 2023 menjadi salah satu pertimbangan usulan prinsip ini dapat menjadi jalan tengah bagi pemerintah untuk meminimalisir badai PHK dikondisi ekonomi yang tidak menentu. 

Namun, bagaimana untuk hak karyawan? Bagaimana untuk karyawan yang tidak bekerja dikarenakan sakit? 
Prinsip no work no pay berlandaskan UU No 13 Tahun 2003 pasal 93 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “upah tidak dibayar apabila pekerja.buruh tidak melakukan pekerjaan”. 

Namun, ada penjelasan lanjutan bahwa perusahaan tidak dapat melakukan hal tersebut dengan alasan  yang termaktub pada PP Pengupahan di Pasal 24 antara lain : 
1. Berhalangan, yakni sakit dan tak dapat melakukan pekerjaan; sakit pada haid hari pertama dan kedua (pekerja perempuan); tidak masuk karena menikah, menikahkan anaknya, mengkhitankan anaknya, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran, suami/isteri/anak/orangtua/mertua/menantu atau keluarga yang tinggal serumah meninggal dunia.
2. Melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, yakni menjalankan kewajiban terhadap negara; menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan agamanya; melaksanakan tugas serikat pekerja/buruh atas persetujuan pengusaha; dan tugas pendidikan dari perusahaan.
3. Menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, meliputi hak istirahat mingguan; cuti tahunan; istirahat panjang; cuti sebelum dan sesudah melahirkan; atau cuti keguguran.

Usulan ini juga diterapkan untuk memberikan konsekuensi pada karyawan yang melakukan mangkir kerja atau tidak beralasan seperti di dalam pasal 24 PP Pengupahan. Usulan no work no pay  sempat menjadi perbincangan di pemerintahan dan pro kontra antara perusahaan dan karyawan. 

Tetapi perlu diketahui bahwa pertama, prinsip no work no pay bukan pemotongan gaji melainkan menegaskan kepada karyawan bahwa ketika karyawan tidak bekerja tanpa keterangan sehingga melalaikan tanggungjawab maka perusahaan wajib tidak membayar tenaga kerja karyawan sehingga karyawan tetap mendapatkan hak atau tunjangan sesuai dengan absensi masuk kerja karyawan. Kedua, prinsip no work no pay perlu terdapat kesepakatan antara karyawan dan perusahaan. 

Muhadjir Effendy selaku menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) merespon perihal usulan ini dengan menyampaikan :

“Boleh dilakukan, pemotongan jam kerja, pembagian shift, waktunya, harinya, silahkan. Dan yang penting mereka ada kesepakatan antara pihak pekerja dengan pihak perusahaan” ujar Muhadjir di kantor Kemenko PMK, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (2/11/2022). Muhadjir Effendy juga mengaku sudah menyampaikan dan berkoordinasi dengan asosiasi pengusaha, asosiasi pekerja, dan pemerintah daerah.(Siti Zuliani
Ahmad Wildan Akbar Al Falaki El Syam)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • No Work No Pay, Jalan Menghadapi Resesi 2023

Trending Now