Penulis : Novrinta, Luthfi, dan Afif
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
KEKERASAN SEKSUAL DI INDONESIA
Pada tahun 2022, DPR RI mengesahkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Merujuk pada naskah UU TPKS pasal 4 ayat 1, dijelaskan bahwa terdapat sembilan jenis kekerasan seksual yaitu: (1) pelecehan seksual fisik, (2) pelecehan seksual non-fisik, (3) pemaksaan kontrasepsi, (4) pemaksaan sterilisasi, (5) pemaksaan perkawinan, (6) penyiksaan seksual, (7) eksploitasi seksual, (8) perbudakan seksual, dan (9) kekerasan seksual berbasis elektronik.
Pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual beriringan dengan semakin maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik pada tahun mencatat bahwa sebanyak 1.209 desa/kelurahan di Indonesia memiliki kasus kekerasan seksual. Wanita dan anak-anak adalah kelompok yang paling potensial menjadi target tindak kekerasan.
Menurut data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMENPPPA) sepanjang awal tahun 2022 hingga saat ini, telah tercatat sebanyak 24.061 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia dengan persentase 79,9 % perempuan dan 20,3% laki-laki. Maraknya kekerasan seksual sering terjadi di sekolah, tempat kerja, dan fasilitas umum. Banyaknya kekerasan seksual ini menjadi sebuah paradoks yang memprihatinkan. Kekerasan seksual tidak hanya membawa dampak luka fisik saja. korban kekerasan seksual seringkali mengalami dampak luka psikis yang mendalam. Dengan demikian, penting untuk memahami dampak kekerasan seksual pada psikis seseorang.
KORBAN KEKERASAN SEKSUAL RENTAN MENGALAMI MASALAH EMOSIONAL
Beberapa masalah emosional yang dimaksud adalah perasaan tidak aman yang persisten, mudah marah, dan ketakutan berlebihan.
Mengalami kekerasan seksual adalah pengalaman yang sangat menyakitkan bagi korban. Korban seringkali merasa tak berdaya ketika mengalami kekerasan seksual. Akibatnya, mereka cenderung selalu merasa tidak aman akibat pengalaman buruk yang telah mereka alami.
Kekerasan seksual idealnya bukanlah sesuatu yang harus dialami oleh seseorang. korban seringkali tidak menerima bahwa mereka telah dilecehkan secara seksual. Oleh karenanya, mereka seringkali mengembangkan perasaan marah akibat kekerasan yang telah mereka alami.
Ketakutan berlebihan pada korban kekerasan seksual dapat dipahami sebagai akibat dari tumpukan emosi negatif yang mereka tekan. Seseorang yang mengalami kekerasan seksual dapat merasakan perasaan sedih, marah, dan malu sekaligus. Jika perasaan-perasaan negatif bertahan secara persisten, korban dapat mengembangkan respon takut secara berlebihan.
DEPPRESSIVE DISORDER PADA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL
Secara psikologis, korban kekerasan seksual juga dapat mengalami depresi. Orang yang mengalami korban pelecehan seksual akan merasakan stres dan bisa berujung pada depresi. Biasanya korban akan merasa malu, bankan merasa jijik terhadap dirinya sendiri. Korban kekerasan seksual akan mengalami gangguan suasana hati yang berkepanjangan seperti merasa sedih terus menerus, tidak memiliki semangat hidup, perasaan bersalah, tidak berharga, dan tidak berdaya. Apabila gejala depresi pada korban kekerasan seksual tersebut tidak segera ditangani dengan baik, maka gejala depresi akan semakin parah dan dapat memicu penyakit lainnya seperti stroke, penyakit jantung koroner hingga serangan jantung.
POST-TRAUMATIC DISORDER (PTSD) PADA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL
Kebanyakan korban kekerasan seksual akan merasakan gejala ketakutan yang intens, kecemasan tinggi, dan emosi yang kaku setelah kejadian. Ini adalah ciri dari terjadinya post-traumatic stress disorder (PTSD). Karena korban mengartikan kekerasan seksual sebagai hal yang menyakitkan dan berbekas sangat mendalam. Individu yang telah dilecehkan secara seksual saat masih anak-anak mungkin mengesampingkan ingatan akan peristiwa tersebut, namun pada titik tertentu mereka mungkin menghidupkan kembali peristiwa tersebut, dan sering mengalami tekanan emosional yang intens sebagai akibatnya.
ANXIETY DISORDER
Anxiety disorder atau gangguan kecemasan adalah kategori diagnostik yang paling sering muncul pada korban pelecehan seksual anak. hal ini juga sama-sama menonjol pada pria dan wanita. seseorang yang mengalami gangguan kecemasan bisa merasa khawatir berlebihan hingga berujung pada ketakutan tanpa sebab dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
SEXUAL DISORDER
Orang dewasa yang telah dilecehkan secara seksual saat anak-anak dapat menunjukkan tindakan seksual atau berperilaku terlalu bebas. Mereka mungkin mencoba untuk mengatasi perasaan ketidakberdayaan yang mereka alami sebagai anak-anak, atau mereka mungkin bingung dengan batasan perilaku yang mendefinisikan kasih sayang, seks, dan pelecehan. Orang dewasa yang dilecehkan secara seksual saat masih anak-anak lebih mungkin mengalami masalah seksual saat dewasa. Gangguan seksual ini dihasilkan dari kontak dan hubungan seksual yang tidak pantas; efek yang mungkin dialami korban termasuk penghindaran seks, muak dengan apa pun yang bersifat seksual, minat yang berlebihan pada seks, atau masalah dengan identitas seksual.
EATING DISORDER
Banyak korban pelecehan seksual mengkhawatirkan penampilan fisik mereka. Beberapa mungkin menurunkan berat badan, sementara yang lain menambah berat badan untuk memastikan tidak ada yang tertarik padanya. Pemeriksaan pada dua puluh gadis yang dilecehkan secara seksual dan dua puluh gadis yang tidak dilecehkan antara usia sepuluh dan lima belas tahun. Mereka menemukan bahwa mereka yang telah dilecehkan secara seksual lebih cenderung tidak puas dengan berat badan mereka dan menunjukkan perilaku makan dan diet yang lebih tinggi.
SUBTANCE ABUSE
Remaja yang pernah mengalami pelecehan seksual saat masih anak-anak memiliki pola penggunaan dan penyalahgunaan narkoba yang sangat berbeda. Pola ini termasuk penggunaan kokain dan stimulan secara teratur, sering minum dan penggunaan narkoba, dan lebih sering menggunakan narkoba daripada mereka yang tidak dilecehkan secara seksual. Individu yang telah dilecehkan secara seksual saat anak-anak mungkin menggunakan zat untuk mengubah suasana hati yang dapat membantu mereka mengatasi kesulitan emosional dan membantu dalam hubungan interpersonal mereka.