Oleh : Yeni Tri Sesanti
Program Doktoral Pendidikan Kejuruan Universitas Negeri Malang
Email:\ : trisesantiyeni@gmail.com
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM
Abstrak.
PENDAHULUAN
Masalah pendidikan di Indonesia sangatlah kompleks karena di semua aspeknya terdapat persoalan yang perlu diselesaikan. Dekadensi moral telah merajalela dalam dunia pendidikan sehingga menjadi potret buram dalam dunia pendidikan (Suhartini, 2020). Pendidikan adalah proses pembentukan diri manusia secara menyeluruh, bukan hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan tetapi mengupayakan bagaimana agar menjadi manusia yang bermoral baik, mandiri, tanggung jawab serta mampu menghadapi kehidupan dengan tetap bijaksana (Wibowo, 2016). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pasal 3 UU tersebut menyatakan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Ratnawati, 2015). Salah satu bentuk pengembangan nilai-nilai karakter pada siswa yang dapat membentuk perilaku positif adalah dengan penanaman nilai karakter kedisiplinan pada pendidikan (S. Anggraini et al., 2019).
Kedisiplinan merupakan suatu cara untuk membantu anak membangun pengendalian diri mereka, dan bukan membuat anak mengikuti dan mematuhi perintah orang dewasa. Anak yang mau mengikuti pendidikan tertentu pada suatu sekolah tentunya harus mengikuti aturan yang berlaku di sekolah khususnya aturan yang berlaku di dalam kelas. Mengikuti aturan yang berlaku erat kaitannya dengan kedisiplinan (Akmaluddin & Haqiqi, 2019). Permasalahan yang terjadi saat ini yaitu masih banyak siswa yang memiliki sikap kurang disiplin (Dewi, 2018).
SMK sebagai salah satu penyelenggara pendidikan di Indnesia juga harus mengikuti ketetapan UU Sisdiknas. Secara umum, pendidikan harus mampu menghasilkan manusia yang sehat dan cerdas dengan (1) kepribadian kuat dan religius dalam menjunjung tinggi nilai budaya dan luhur, (2) kesadaran demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, (3) kesadaran moral hukum dalam pelaksanaan sebuah aturan, dan (4) kehidupan makmur sejahtera dalam kehidupan individu di masyarakat (Farhanah, 2020). Untuk membentuk siswa seperti tujuan tersebut tentu tidaklah mudah, karena ada berbagai faktor yang mempengaruhi. Pembiasaan dan keberadaan tata tertib di sekolah merupakan salah satu cara mendidik siswa agar memiliki sikap disiplin. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa yang melanggar dan melakukan tindakan menyimpang dari tata tertib yang telah ditetapkan oleh sekolah. Mulai dari tidak peduli dengan pelajaran sehingga siswa sering tidak mengerjakan tugas, dan masalah attention getting behaviours yang biasanya ditunjukan oleh siswa dengan sering datang terlambat ke sekolah atau masuk kelas.
Metode mendidik dan membiasakan sikap displin siswa yang telah dikenal dan diterapkan di lembaga pendidikan adalah pemberian hukuman atau punishment. Pemberian punishment tidak boleh sewenang-wenang, harus dipikirkan secara matang agar hukuman tersebut mengandung nilai edukatif (Farhanah, 2020). Bertitik tolak pada fenomena yang telah dijelaskan di atas, hubungan antara reward dan punishment dengan kedisiplinan siswa SMK menjadi hal menarik untuk dibahas.
Disiplin
Disiplin kerja adalah suatu usaha dari manajemen organisasi perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali (Pujiwidodo, 2016) . Disiplin yang dalam bahasa inggris discipline, berasal dari akar kata bahasa latin yang sama (discipulus) yang dengan kata discipline mempunyai makna yang sama yaitu mengajari atau mengikuti pemimpin yang dihormati (Kenneth & Laurie, 2005). Sikap berdisiplin (Latin: disciple, discipulus, murid, mengikuti dengan taat), yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat walaupun dalam situasi yang sangat menekan (calm controlled behavior; the ability to behave in a controlled and calm way even in a difficult or stressful situation) (D. Anggraini, 2016)
Kedisiplinan diartikan sebagai sikap mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tangung jawab. Kesadaran adalah sikap seseorang yang ingin tahu semua hal yang telah dilakukan dan sadar akan tugas dan tanggung jawab, tetapi kesediaan adalah suatu sikap dan perilaku dalam melaksanakan peraturan perusahaan, baik yang tertulis atau tidak tertulis.
Disiplin di sekolah merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan sekolah (Irawati, 2017). Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi yang seharusnya, tidak sekedar dilakuan hanya karena ada tuntutan agar taat pada peraturan yang ada. Aturan tertulis yang dipasang dan ditempel di sepanjang area sekolah, tidak menjamin akan dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau iklim lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin di sekolah berlaku bagi semua warga sekolah, tanpa terkecuali mulai dari murid, kepala sekolah, dan semua karyawan sekolah.
Ada permasalahan kedisiplinan yang biasa terdapat di lembaga pendidikan. Pertama kedisiplinan waktu. Disiplin waktu menjadi sorotan yang utama bagi seorang guru maupun peserta didik, waktu masuk sekolah biasanya menjadi parameter utama ke teori disiplin dalam psikologi guru maupun peserta didik. Kedua disiplin menegakkan aturan dan norma. Teori disiplin dalam psikologi menegakkan dan mentaati norma sangat berpengaruh pada kewibawaan, model pemberian sanksi diskriminatif harus ditinggalkan. Murid sekarang cerdas dan kritis, sehingga kalau diperlakukan semena mena dan pilih kasih, mereka akan memakai cara mereka sendiri untuk menjatuhkan harga diri guru. Selanjutna disiplin – perbuatan. Kedisiplinan dalam mengontrol perbuatan diri sendiri menjadi starting point untuk menata perilaku orang lain.
Reward
Reward memiliki pengertian sebagai pemberian hadiah karena memenangkan suatu perlombaan (Amirudin et al., 2020). Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan, atau imbalan. Reward sebagai alat pendidikan diberikan ketika seorang anak melakukan sesuatu yang baik, atau telah tercapainya sebuah target. Dalam konsep pendidikan, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para peserta didik. Metode ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam pengembangan diri dan tingkah laku anak. Seseorang akan terus berupaya meningkatkan dan mempertahankan disiplin apabila pelaksanaan disiplin itu menghasilkan prestasi dan produktivitas yang kemudian mendapatkan penghargaan (S. Anggraini et al., 2019)
Punishment
Hukuman berasal dari kata kerja latin, yaitu “punire” dan berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan, atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan (Hurlock, 2016). Punishment biasanya dilakukan ketika apa yang menjadi target tertentu tidak tercapai, atau ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma-norma yang diyakini oleh sekolah tersebut (S. Anggraini et al., 2019). Punishment adalah suatu bentuk ancaman sekaligus konsekuensi negatif yang diberikan kepada seseorang, yang telah melanggar peraturan, berdasarkan prinsip-prinsip pemberian hukuman untuk memberikan efek jera (Hidaya, 2021)
Tata Tertib Barbasis Sistem Point
Tata tertib sistem point adalah kumpulan aturan-aturan yang dibuat secara tertulis dan mengikat anggota masyarakat. Sistem poin merupakan salah satu kebijakan yang diberlakukan dalam tata tertib yang diambil sekolah untuk mengurangi tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Sistem poin pelanggaran adalah pemberian sanksi atau hukuman atas setiap pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh siswa dengan memberikan sejumlah poin tertentu sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh siswa (Toraja, 2018). Setiap jenis pelanggaran memiliki bobot poin yang berbeda, tergantung dari tata tertib apa yang dilanggar. Misalnya ada sekolah yang memberlakukan bobot poin terendah adalah 3 poin jenis pelanngarannya misalnya tidak memakai atribut sekolah yang lengkap dan jenis poin pelanggaran dengan bobot poin tertinggi yaitu 100 jenis pelanggarannya misalnya menggunakan obat-obatan terlarang dan memukul guru, pada poin 100 artinya siswa langsung diberhentikan dari sekolah
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif ini dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail. Penelitian ini dapat disebut penelitian deskriptif kualitatif karena dalam penelitian ini data primernya menggunakan data yang bersifat data verbal yaitu berupa deskripsi yang diperoleh dari pengamatan kegiatan pola interaksi (Wibowo, 2016) antara siswa dengan siswa, siswa dengan tenaga kependidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang objektif, faktual, akurat dan sistematis, mengenai masalah-masalah yang ada di penelitian ini. Sesuai dengan focus penelitian, maka masalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah konsep reward dan punishment yang diterapkan sebagai perwujudan pendidikan kedisiplinan di SMK Negeri 2 Tulungagung. Penelitian dilakukan di SMK Negeri 2 Tulungagung yang treletak di Jl. Raya Jabalsari- Sumbergempol Kelurahan Kenayan, Kec. Tulungagung, Kabupaten Tulungagung.
Subjek dalam penelitian ini yaitu guru Piket, Wali Kelas, guru BK, dan siswa sebagai informan yang memiliki otoritas, memahami dan menguasai objek yang di teliti. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara yang telah dilakukan antara peneliti dengan informan. Informan dalam penelitian ini dalah Guru Piket, Wali Kelas, Guru BK, dan Siswa yang pernah melakukan pelanggaran aturan di SMK Negeri 2 Tulungagung. Adapun sumber data sekunder diperoleh dari arsip-arsip yang dimiliki oleh guru BK , yaitu tentang data dan arsip siswa yang melanggar aturan di SMK Negeri 2 Tulungagung.
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan informasi data penelitian meliputi kegiatan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Teknik analisis data meliputi koleksi data, reduksi data, display data, dan verifikasi kesimpulan data (Miles and Huberman dalam Sugiyono, 2013). Tahapan koleksi data, dilakukan pengumpulkan data yang diperoleh dari sumber yang diperoleh baik melalui wawancara, observasi maupun studi dokumentasi. Berikutnya setelah data terkumpul, dilakukan penyederhanaan, transformasi dan penggolongan data yang telah terkumpul.
HASIL PENELITIAN
SMK Negeri 2 Tulungagung Terletak di Jl. Raya Jabalsari- Sumbergempol Kelurahan Kenayan, Kec. Tulungagung, Kabupaten Tulungagung. Sekolah ini berdiri pada tahun Berdiri tahun 2013 dan kepala sekolah yang menjabat saat ini adalah Drs.Rofiq Suyudi,M.Pd. Jumlah guru saat ini sebanyak 107 guru dengan rincian 54 Guru Tetap dan 53 Guru Tidak Tetap serta 35 tenaga kependidikan. Saat ini SMKN 2 Tulungaung membuka 8 program keahlian yang meliputi: Teknik Alat Berat, Teknik Otomasi Industri, Teknik Bisnis Sepeda Motor, Teknik Kendaraan Ringan Otomotif, Teknik Ototronik, Teknik Pengelasan, Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran, dan Akutansidan Keuangan Lembaga.
Data informan pada penelitian ini adalah
SMKN 2 Tulungagung memiliki metode untuk meningkatkan kedisiplinan siswa melalui tata tertib sistem poin dengan menggunakan aplikasi digital yang disebut dengan E – Tatib yang telah diterapkan mulai awal tahun ajaran baru tahun 2021/2022. Aplikasi E-Tatib ini digunakan wajib oleh setiap warga SMKN 2 Tulungagung yang mana didalam aplikasi tersebut digunakan untuk absen siswa setiap hari dan aplikasi ini terhubung dengan nomor hand phone orang tua, wali kelas, dan guru. Jadi didalam E- Tatib ini apabaila siswa datang terlambat maka langsung menyampaikan data keterlambatan pada nomor telepon yang sudah tertera di dalamnya sesuai dengan sistem poin yang sudah ditentukan sebelumnya. Sistem poin merupakan suatu kebijakan sekolah untuk mengurangi perilaku melanggar dari memberikan poin pada setiap jenis pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, serta memberikan poin untuk setiap kegiatan atau prestasi yang diraih oleh siswa. Tata tertib sistem poin adalah bentu pengendalian represif karena pemberian poin dilakukan setelah siswa melanggar tata tertib sekolah.
Penelitian mendalam dilakukan di lokasi sehingga data dapat dideskripsikan. Penelitian dilakukan dengan mendokumentasikan dan mengobservasi implementasi pemberian reward dan punishment tata tertib sistem poin dalam mendisiplinkan siswa SMK Negeri 2 Tulungagung.
Implementasi reward dan punisment tata tertib sistem poin melalui aplikasi E-Tatib di SMK Negeri 2 Tulungagung dilakukan melalui 4 tahap. Tahap pertama adalah sosialisasi. Sosialisasi dilakukan untuk memberitahukan tata tertib yang diberlakukan di sekolah melalui beberapa cara yaitu pada saat Masa Orientasi Siswa, pemberitahuan saat pertemuan orangtua siswa baru, surat edaran surat edaran kepada orang tua siswa mengenai tata tertib di SMKN 2 Tulungagung terkait kebijakan sistem poin tata tertib sistem poin dengan mneggunakan aplikasi E-Tatib yang dipasang pada beberapa tempat di sekolah. Orangtua sebagai wali murid juga di informasikan tata tertib sistem poin ini karena pembiasaan perilaku disiplin berawal dari lingkungan rumah.
Untuk poin punishment terdiri dari 4 jenis yaitu perilaku, kerajinan, kerapian dan pelanggaran 25 poin. Sedangkan poin reward terdiri dari akademik dan non akademik, kepengurusan, ketertiban, penghargaan lain-lain dan penghargaan 25 poin. Bagi siswa yang telah mengumpulkan poin punishment karena melakukan pelanggaran maka ada beberapa bentuk punishment, yakni: 75 panggilan orangtua ke-1, 125 poin panggilan orangtua ke-2, 200 poin panggilan orangtua ke-3, dan di atas 200 poin maka siswa akan dikembalikan kepada orangtuanya.
Tahap kedua adalah pemberian teguran. Siswa akan ditegur oleh guru secara langsung pada saat guru melihat ada siswa yang melakukan pelanggaran. Teguran diberikan kepada siswa dengan tujuan untuk mengingatkan bahwa ada kesalahan berupa pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Menurut informas sekaligus berdasarkan pengamatan implementasi teguran ini sebagain besar diberikan kepada siswa yang terlambat datang ke sekolah. Hasil dokumentasi juga menunjukkan bahwa pada buku tata tertib poin mayoritas pelanggaran siswa adalah terlambat datang ke sekolah. Setelah ditegur selanjutnya siswa mendapat poin punishment di dalam buku pelanggaran.
Implementasi tahap ketiga adalah pemberian peringatan. Peringatan diberikan kepada siswa yang sudah melakukan pelanggaran lebih dari 5 kali, sehingga siswa diberi peringatan melalui guru Bimbingan dan Konseling. Selama perilaku pelanggaran siswa masih belum berat dan dirasa bisa diselesaikan di sekolah maka SMK Negeri 2 Tulungagung belum melibatkan wali murid. Jika setelah diberi peringatan dan pembinaan oleh guru BK tetap belum menemukan solusi maka pihak sekolah akan memanggil wali murid. Menurut hasil wawancara, guru BK bersama dengan wali kelas, wakil kepala sekolah bekerjasama dengan wali murid untuk menyelesaikan permasalahan. Hal ini terjadi jika permasalahan atau kasus termasuk sedang hingga berat, sehingga tidak dapat diselesaikan hanya dengan guru dan siswa, tetapi harus melibatkan keluarga siswa. Pemanggilan wali murid merupakan salah satu cara menjalin komunikasi antara orangtua siswa dengan pihak sekolah sehingga dapat saling bertukar informasi mengenai perkembangan siswa.
Implementasi selanjutnya dapat dilihat dari pemberlakuan punishment atau hukuman. SMK Negeri 2 Tulungagung tidak memberlakukan hukuman fisik. Adapun hukuman dalam kebijakan sistem poin yang berlaku di SMK Negeri 2 Tulungagung yakni: (a) Panggilan orangtua ke-1, merupakan suatu bentuk hukuman dimana wali murid dipanggil untuk pertama kalinya ketika poin punishment siswa mencapai angka 75; (b) Panggilan orangtua ke-2, diberlakukan jika siswa sudah mendapat poin 125; (c) Panggilan orangtua ke-3, diberlakukan jika siswa sudah mendapat poin 200; (d) Pengembalian siswa kepada orangtua, diberlakukan jika siswa sudah mendapat poin lebih dari 200;hal ini dilakukan dikarenakan pihak sekolah sudah tidak mampu untuk membimbing siswa yang bersangkutan.
Selain poin punishment yang diberikan jika siswa melanggar tata tertib, maka SMK Negeri 2 Tulungagung juga memberlakukan poin sebagaai reward. Poin reward terdiri dari akademik dan non akademik, kepengurusan, ketertiban, penghargaan lain-lain dan penghargaan 25 poin. Penemuan menarik dari penelitian ini adalah sedikitnya jumlah poin siswa yang melakukan pelanggaran. Rata-rata siswa melakukan pelanggaran 4-5 kali dalam satu semester untuk poin pelanggaran 5. Poin punishment terbanyak dalam satu semester pada saat penelitian dilakukan adalah 15 . Sejak tata tertib sistem pon ini diberlakukan sampai saat penelian ini dilakukan tidak ada siswa yang melakukan pelanggaran sampai dikembalikan kepada orangtua karena melakukan pelanggaran berat.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi yang telah dilakukan implementasi kebijakan reward dan punshment dalam tata tertib sistem poin dengan berbasis aplikais digital E-Tatib di SMK N 2 Tulungagung diterapkan melalui beberapa bentuk atau tahap. Sosialisasi dilakukan untuk memberitahukan tata tertib yang diberlakukan di sekolah melalui beberapa cara yaitu pada saat Masa Orientasi Siswa, pemberitahuan saat pertemuan orangtua siswa baru, surat edaran surat edaran kepada orang tua siswa mengenai tata tertib di SMK N 2 Tulungagung terkait kebijakan sistem poin tata tertib sistem poin yang dipasang pada setiap kelas. Kegiatan MOS siswa baru diberikan informasi tentang tata tertib sistem poin yang disosialisasikan oleh Kepala sekolah, Guru BK dan Wali kelas. Pada saat MOS siswa disosialisasikan terkait peraturan yang berlaku, poin-poin pelanggaran, beserta sanksi jika melanggar tata tertib.
SMK N 2 Tulungagung melakukan pertemuan wali murid setelah penerimaan siswa baru. Wali murid baru juga disosialisasikan oleh kepala sekolah terkait pemberlakuan reward dan punishment pada tata tertib sistem poin. Hal ini dilakukan sebagai wujud kepedualian sekaligus untuk menjalin hubungan baik antara sekolah dengan orangtua murid. Pembentukan karakter disiplin siswa adalah tanggung jawab bersama. Dengan pertemuan tersebut diharapkan kerja sama dari wali murid agar mengingatkan dan mendidik siswa untuk berperilaku disiplin dengan tidak melanggar tata tertib. Surat edaran tentang kebijakan tata tertib sistem poin diberikan kepada orang tua sebagai penguat dan pengingat pmberitahuan secara lisan sebelumnya. Surat edaran yang diberikan kepada orang tua siswa harus dikembalikan dengan menyertakan tanda tangan bahwa menyetujui kebijakan tersebut, pihak sekolah juga berharap agar orang tua turut bekerjasama untuk menjalankan kebijakan tersebut. Poster tata tertib yang dipasang di beberapa bagian sekolah dilakukan untuk mengingatkan siswa agar tidak melakukan pelanggaran tata tertib.
Pada bentuk teguran bedasarkan hasil observasi dan wawancara di SMK Negeri 2 Tulungagung semua guru memiliki kewajiban untuk menegur siswa jika terdapat siswa yang melakukan pelanggaran baik melihat secara langsung ataupun setelah mendapat laporan. Model teguran yang dberikan juga bermacam-macam, tergantung karakter guru yang menegur. Teguran yang paling banyak adalah karena guru melihat siswa yang terlambat baik saat datang ke sekolah atau terlambat masuk kelas, serta karena pakaian yang tidak rapi. Teguran dalam sistem poin di SMK Negeri 2 Tulungagung sudah sesuai dengan teori Morash & Trojanowicz bahwa cara mencegah pelanggaran siswa dengan teknik punitive prevention atau mengambil tindakan pencegahan dengan hukuman untuk mengeliminasi potensi pelanggaran sebelum dan sesudah terjadi kasus. Teguran secara verbal langsung, merupakan pencegahan perilaku negatif dengan cara punitive prevention karena mencegah perilaku negatif terjadi lagi setelah siswa yang berperilaku negatif diberikan teguran verbal (Agusnadi, 2014).
Dalam penerapan sistem poin adapun bentuk peringatan yaitu peringatan lisan dan peringatan tulisan. Bedasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di SMK Negeri 2 Tulungagung bentuk peringatan lisan yakni berupa pembinaan yang dilakukan oleh guru BK maupun Wali Kelas. Sedangankan peringatan tulisan dilakukan dengan cara pemberlakuan Surat Peringatan (SP), di SMK Negeri 2 Tulungagung pemberlakuan SP disertai dengan pemanggilan orang tua siswa. Siswa yang melanggar aturan jika masih melakukan tindakan tersebut tentunya akan mendapatkan peringatan lisan barulah kemudian peringatan tulisan, hal ini dilakukan agar siswa menyadari akan tindakan pelanggaran aturan tersebut dan diharapkan adanya efek jera.
Tahap peringatan dalam sistem poin di SMK Negeri 2 Tulungagung senada dengan pernyataan Fauzi, (2016) bahwa salah satu tindakan edukatif berupa perbuatan orang dewasa atau pendidik yang dilakukan dengan sadar pada anak didiknya adalah dengan memberi peringatan. Peringatan dapat diberikan secara lisan dan atau tulisan berupa Surat Peringatan (SP). Hal ini terlihat dari hasil observasi dan wawancara kepada guru dan siswa yang mana dapat diketahui dalam pemberian peringatan lisan berupa pembinaan dan peringatan tulisan berupa Surat Peringatan (SP).
Setelah melewati tahapan pemberitahuan, teguran, dan peringatan, seorang guru yang mendapati anak tetap melakukan suatu kesalahan, maka memiliki kewajiban untuk memberikan hukuman kepada anak tersebut. Bentuk hukuman dalam sistem poin bedasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di SMK Negeri 2 Tulungagung tidak memberlakukan hukuman fisik. Hal ini senada dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Agusnadi, (2014) hakikat hukuman dan saksi diharapkan dapat menjadikan siswa jera dan tidak mengulagi perbuatan yang melanggar peraturan yang pada akhirnya dapat dirasakan pengaruhnya pagi siswa dalam membentuk kepribadian yang berdisiplin. Muzakki, (2017) menyatakan hal senada bahwa hukuman yang mendidik bukanlah dalam bentuk fisik, melainkan suatu usaha untuk mengembalikan anak kearah yang lebih baik serta memotivasi mereka agar menjadi pribadi yang imajinatif, kreatif dan produktif. Pihak sekolah tidak menggunakan hukuman fisik pada siswa yang melanggar aturan.
Bentuk hukuman yang diberlakukan di SMKNegeri 2 Tulungagung tidak menggunakan hukuman fisik, hukuman yang digunakan adalah hukuman yang mendidik dan mengakibatkan efek jera kepada siswa yang melanggar aturan. Dalam menanggulangi siswa yang melanggar aturan sesuai dengan tahapan dalam kebijakan sistem poin, kemudian hasil atau dampak terhadap siswa telihat bahwa kebijakan tersebut memiliki efek jera jika siswa ingin melakukan pelanggaran aturan kembali. Hasil observasi kepada siswa yang sering melakukan pelanggaran tata tertib sehingga mendapatklan poin punishment diketahui bahwa mereka memberikan respon perilaku yang berbeda- beda jika melanggar aturan disekolah. Perbedaan perubahan perilaku tersebut dilihat sejauh mana siswa memasuki tahap dalam penerapan sistem poin, dari tahap sederhana yaitu pemberian teguran sampai kepada tahap peringatan oleh guru BK.
Pemberian poin reward untuk siswa sebagai wujud penghargaan atas perilaku atau prestasi menunjukkan bahwa mendapat apresasi positf. Hal ini dapat dilihat dari salah seorang informan yang menyatakan bahwa dia telah mendapat banyak poin pelanggaran sehingga mendapat punishment. Namun karena dia memilik prestasi dalam bdang olahraga maka dia menjadi bersemangat untuk meningkatkan poin rewardnya.
Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi reward dan punishment dalam tata tertib sistem poin dapat digunakan untuk kedisiplinan siswa SMK Negeri 2 Tulungagung
SIMPULAN
Implementasi reward punishment pada tata tertib sistem poin ternyata berdampak terhadap pembentuk kedisiplinan siswa. Penegakan tata tertib berpengaruh pada kedisplinan siswa dapat dilihat dari sedikitnya poin pelanggaran yang diperoleh siswa. Poin punishment terbanyak dalam satu semester pada saat penelitian dilakukan adalah 15 sehingga tidak perlu diberikan SP atau panggilan orangtua.
DAFTAR RUJUKAN
Agusnadi, A. (2014). Efektivitas Pemberian Sanksi Bagi Siswa Pada Pelanggaran Tata Tertib Di Smp 2 Kapuas Timur Kabupaten Kapuas. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 4(8), 121400.
Akmaluddin, & Haqiqi, B. (2019). Kedisiplinan belajar siswa di sekolah dasar (sd ) negeri cot keu eung kabupaten aceh besar (studi K kasus). Jurnal of Education Science (JES), 5(2), 1–12. file:///C:/Users/7/Downloads/467-554-1-SM.pdf
Amirudin, A., Nurlaeli, A., & Muzaki, I. A. (2020). Pengaruh Metode Reward And Punishment Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Bidang Studi Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus Di SDIT Tahfizh Qur’an Al-Jabar Karawang). TARBAWY : Indonesian Journal of Islamic Education, 7(2), 140–149. https://doi.org/10.17509/t.v7i2.26102
Anggraini, D. (2016). Upaya Peningkatan Kedisiplinan dan Kinerja Guru melalui Pembinaan Indivindu. Manajer Pendidikan, 74, 96–103. https://ejournal.unib.ac.id/index.php/manajerpendidikan/article/viewFile/1240/1037
Anggraini, S., Siswanto, J., & Sukamto. (2019). Analisis Dampak Pemberian Reward And Punishment Bagi Siswa SD Negeri Kaliwiru Semarang. Jurnal Mimbar PGSD Undiksha, 7(3), 221–229.
Dewi, K. M. S. (2018). Kontribusi Disiplin Belajar dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, 2(2), 152. https://doi.org/10.23887/jppp.v2i2.15397
Fauzi, M. (2016). PEMBERIAN HUKUMAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM Oleh: Muhammad Fauzi. Al-Ibrah, 1(1), 36.
Muzakki, J. A. (2017). Hakekat Hukuman Dalam Pendidikan Islam. Halaqa: Islamic Education Journal, 1(2), 75–86. https://doi.org/10.21070/halaqa.v1i2.1242
Nia Ainin Hidaya, A. B. K. F. H. (2021). Pengaruh Reward Dan Punishment Terhadap Kedisiplinan Pegawai. Jurnal Ekonomi, 26(1), 50. https://doi.org/10.24912/je.v26i1.717
Farhanah. (2020). Penerapan Reward And Punishment Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Pada Kegiatan Pembelajaran Tematik Siswa Kelas Ii Mi Darul Muqinin. Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
Pujiwidodo, D. (2016). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title. III(2), 2016.
Ratnawati, D. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Karakter Holistik Siswa Smkn Di Kota Malang. Taman Vokasi, 3(2). https://doi.org/10.30738/jtvok.v3i2.363
Suhartini, D. (2020). Implementasi Program Mental Coaching Character Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Dan Motivasi Peserta Didik Sman 5 Kota Bogor. JPG: Jurnal Pendidikan Guru, 1(2), 118. https://doi.org/10.32832/jpg.v1i2.2947
Toraja, T. (n.d.). Penerapan Sistem Poin Pelanggaran Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa di SMKNegeri 5 Tana Toraja. 1–7.
Wibowo, M. A. (2016). Reward dan Punishment sebagai Bentuk Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah Pulutan Salatiga. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan …. http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/id/eprint/1173