Penulis: Farid Aldi dan Faisol (Psikologi UIN Malang)
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Piala Dunia 2022 di Qatar akan menjadi yang pertama di Timur Tengah dan diadakan pada bulan November dan Desember 2022. Qatar telah mempersiapkan event internasional ini sejak tahun 2018, pembangunan silih berganti dilakukan hingga membuat stadium megah. Meskipun Qatar telah menyiapkan stadion dan fasilitas yang luar biasa untuk acara ini, namun tidak semua orang tampaknya antusias untuk menontonnya. Penulis melihat perbedaan antusiasme yang signifikan antara piala dunia tahun 2022 di Qatar dengan edisi-edisi sebelumnya, baik dimasyarakat internasional maupun masyarakat tanah air.
Penulis masih ingat saat tahun pegelaran piala dunia tahun 2010, iklan televisi tentang bola dimana-mana, semangat tetangga untuk menaruh layar besar di tengah lapangan terjadi setiap kali ada jadwal pertandingan. Masyarakat berbondong-bondong menyaksikan pertandingan, bahkan anak sekolah dasar rela bangun di tengah malam untuk ikut menyaksikan siaran sepak bola bersama ayahnya. Penulis melihat adanya tingkat antusiasme yang sangat tinggi di tahun 2010. Namun, seiring perkembangan waktu, piala dunia tahun 2022 akhir-akhir ini menjadi piala dunia dengan tingkat antusiasme yang menurun signifikan jika dibandingkan dengan edisi-edisi sebelumnya.
Kita bisa menilik balik persiapan acara piala dunia di Qatar untuk melihat tren menurunnya antusiasme masyarakat global, sebenarnya sudah bisa diprediksi jika kita amati lebih dalam. Salah satu alasannya adalah persepsi negatif tentang Qatar sebagai tuan rumah.
Qatar tidak memiliki sejarah sepak bola yang kuat dan tidak memiliki pemain favorit yang menonjol di kancah internasional. Ini mungkin menjadi salah satu alasan mengapa beberapa orang tidak merasa terlalu antusias untuk menonton pertandingan. Tidak adanya narasi untuk dinantikan masyarakat. Jika kita bandingkan dengan Piala Dunia 2010, narasi yang muncul ditengah masyarakat adalah munculnya bintang baru Lionel Messi dan tim Argentina dalam merebut piala dunia saat itu, masyarakat menantikan bagaimana kenaikan bintang baru akan berhadapan dengan Christiano Ronaldo dilapangan hijau.
Rumor tentang Qatar yang menyogok untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia juga telah beredar, yang dapat memengaruhi antusiasme masyarakat global terhadap acara ini. Meskipun belum terbukti, tuduhan ini dapat memengaruhi bagaimana orang memandang Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia. Selain itu, isu kemanusiaan selama pembangunan fasilitas untuk pertandingan juga telah menjadi perhatian publik, dengan adanya tuduhan buruh paksa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Ini mungkin memengaruhi antusiasme masyarakat global untuk menonton pertandingan di Qatar, terutama bagi mereka yang peduli dengan isu-isu sosial dan kemanusiaan.
Jika kita telisik dunia tahun 2022 saat ini, tidak bisa dipungkiri bahwa masalah politik dan sosial menjadi hal yang dibawa dalam setiap aksi internasional. Piala dunia dilakukan saat perang antara Ukraina dan Russia masih berlangsung. Dunia masih panas dengan peristiwa pelanggaran geopolitik tersebut. Aksi suatu negara dikancah internasional menjadi kesempatan untuk membawa identitas, agenda, dan geopolitik masing-masing, tidak terkecuali event gelaran sepak bola internasional terbesar. Dalam beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan yang meningkat kearah politisasi acara olahraga, dengan isu-isu seperti rasisme, seksisme, dan keadilan sosial memainkan peran penting dalam diskusi tentang Piala Dunia. Ini mungkin berdampak negatif pada hype dan antusiasme seputar turnamen, karena orang mungkin lebih fokus pada masalah tersebut dari pada sepak bola itu sendiri.
Faktor lain yang memainkan peran yaitu piala dunia 2022 juga akan diadakan pada bulan November dan Desember, yang mungkin tidak sesuai dengan jadwal pertandingan sepak bola yang biasa. Ini dapat memengaruhi kehadiran penonton di stadion secara langsung, karena bulan-bulan tersebut mungkin tidak sesuai dengan jadwal liburan atau aktivitas lain yang telah direncanakan oleh orang-orang.
Peranan media massa juga memainkan peranan penting. Penulis memahami bahwa media massa yang memiliki pengaruh yang lebih besar adalah media massa milik barat. Bercampur dengan faktor seperti isu kemanusiaan, kekhawatiran tentang korupsi dan hak-hak pekerja, isu penyogokan tuan rumah, hingga waktu pelaksanaan yang tidak tepat menjadikan media massa milik barat lebih memilih fokus kepada isu-isu tersebut ketimbang pegelaran sepak bola nya sendiri. Liputan tentang negativitas ini mempengaruhi sangat besar tingkat antusiasme masyarakat global terhadap pagelaran pialadunia 2022 di Qatar.
Penjelasan lain yang mungkin untuk kurangnya hype seputar Piala Dunia 2022 di Qatar adalah dampak dari pandemi COVID-19. Pandemi telah mengganggu acara olahraga diseluruh dunia, menyebabkan penundaan, pembatalan,d dan perubahan penjadwalan. Hal ini telah menciptakan ketidakpastian dan ketidakstabilan di dunia sepak bola, yang mungkin telah meredam kegembiraan Piala Dunia.
Selain itu, pandemi berdampak besar pada kehidupan dan kesehatan mental banyak orang. Banyak orang berjuang dengan efek isolasi, kesulitan ekonomi, dan ketidakpastian. Dalam konteks ini, tidak mengherankan jika Piala Dunia mungkin tidak menjadi perhatian utama orang. Orang mungkin lebih fokus pada masalah dan tantangan langsung mereka, dari pada menantikan acara olah raga besar dimasa depan atau langsung datang ke Qatar untuk menyaksikan pertandingan sepak bola.
Jika kita mencoba menelisik dari perspektif psikologi sosial, mekanisme seperti peran ekspektasi dapat memengaruhi antusiasme masyarakat terhadap Piala Dunia 2022 di Qatar. Jika orang memiliki ekspektasi negatif tentang acara ini, maka antusiasme mereka akan terpengaruh. Hal ini dapat terjadi jika orang memiliki persepsi yang buruk tentang Qatar sebagai tuan rumah, atau jika mereka merasa tidak tertarik dengan tim-tim yang akan bermain di sana. Di sinilah peranan media massa menjadi titik utama dalam meningkatkan antusiasme acara piala dunia ini. Peliputan isu negatif terjadi secara masif dimedia barat membuat banyak orang berpikir dua kali untuk menyaksikan langsung pertandingan di Qatar.
Teori reaktansi juga dapat terlibat, di mana orang mungkin akan menolak untuk menonton pertandingan jika mereka merasa dibatasi kebebasannya. Ini bisa terkait dengan isu LGBT di Piala Dunia Qatar 2022, di mana terdapat tuduhan bahwa komunitas LGBT tidak diterima di Qatar. Jika orang merasa tidak nyaman dengan atmosfer yang tidak ramah terhadap LGBT, mereka mungkinakan memutuskan untuk tidak menonton pertandingan di sana.
Secara keseluruhan, fenomena kurangnya antusiasme masyarakat global terhadap Piala Dunia 2022 di Qatar mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk persepsi negatif tentang Qatar sebagai tuan rumah, waktu diadakannya pertandingan, dan dampak pandemi COVID-19. Mekanisme psikologi seperti peran ekspektasi dan teori reaktansi juga dapat memengaruhi antusiasme masyarakat terhadap acara ini. Namun demikian, masih terdapat banyak orang yang antusias untuk menonton pertandingan di Qatar, dan Piala Dunia 2022 diharapkan akan menjadi acara sepak bola yang luar biasa.