Singkatnya, Mengapa Harus TRCC UM ?

Eko Rudianto
12 Oktober 2022 | 09.48 WIB Last Updated 2023-06-02T11:59:07Z

 

Koordinasi dengan Ibu Heni Masruroh Tim PLMK LPPM UM 

 
Sudah banyak terdengar bagi kita istilah kebencanannya, mulai dari pengertiannya hingga pengurangan risikonya. Kabupaten Malang sebagai wilayah yang bisa disebut laboratorium atau marketplace bencana menuntut manusianya harus bisa menguasai mengenai managemen penanggulangan dan pengurangan risiko bencana. Dalam terorinya, dimana terjadi bencana maka diwilayah itulah semua stakeholder masyarakat harus bersatu dan saling berbagi peran dalam penanggulangan dan pengurangan risiko bencana, mulai dari kaum awam, kaum wirausaha hingga kaum cendekiawan harus bisa memposisikan dirinya dalam berperan untuk penanggulangan dan pengurangan risiko bencana atau bisa disebut unsur Pentahelic.

Selama kurun waktu satu tahun banyak bencana yang terjadi wilayah malang, mulai bencana alam atau non alam, namun secara general bencana non alam seperti sosial jarang terjadi. Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, angina puting beliung, gempa bumi dan gunung meletus sering melanda wilayah kabupaten malang. Sepanjang tahun 2021 sampai awal 2022 telah terjadi empat bencana besar yang terjadi di Wiayah Malang yang berskala nasional, mulai Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu, secara berturut-turut pada 4 April 2021 terjadi bencana gempa bumi yang melanda wilayah selatan kabupaten malang, yakni kecamatan turen, dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading. Lalu, pada 4 November 2021 disusul bencana banjir bandang kota batu juga tercatatat banyak korban jiwa. pada 4 Desember 2021 terjadi Awan Panas Guguran (APG) Gunung Semeru yang memakan korban yang begitu banyak dan hingga artikel ini ditulis belum selesai penananganannya, yakni pada tahap relokasi dan pembangunan jembatan yang menghubungkan Malang dengan Lumajang berakibat putus saat bencana terjadi. Dan yang dalam skala bencana sosial pada tanggal 1 Oktober 2022 terjadi Tragedi Stadion Kajuruhan yang memakan korban 703 korban, 132 diantaranya meninggal dunia, kemudian juga tanggal 21 November 2022 terjadi gempa bumi cianjur yang menewaskan ratusan nyawa serta ratusan ribu jiwa mengungsi. Terakhir, barusaja Turki digoncang dengan 7.7 SR yang hingga berita ini ditulis ada ribuan korban jiwa. Dan masih banyak bencana yang terjadi akhir-akhir ini yang tidak banyak juga orang mengetahui.

Saat beragam bencana itu terjadi, semua stakeholder terlihat begitu antusias dan berempati dalam membantu, mulai dari  NGO, LSM dan Ormas-Ormas lainnya begitu ramai membantu, tak terkecuali dengan Pemerintah yang ikut andil dalam mengambil keputusan dan kebijakan. Saya saat itu juga menjadi saksi, penanganan keempat bencana yang terjadi itu, rata-rata 4 bulan saya fokus terlibat dalam penanganan ketiga bencana tersebut. Namun ada hal yang begitu saya sayangkan. Karena saya selain diafiliasikan diri sebagai relawan, secara naluri saya juga sebagai mahasiswa, saya juga terpanggil dalam mengimplementasi konsep tridharma perguruan tinggi. Selama menjadi sekretaris posko di kebencanaan saya mengamati beberapa donatur yang datang ke lokasi kebencanaan, terkhusus mahasiwa. 

Ada beberapa peristiwa yang tak seharus dilakukan mahasiswa ketika merespon bencana khususnya mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) karena saya sendiri adalah mahasiswa yang beralmamater UM sehingga, kritik dan saran yang saya himpun dari pengamatan ketika dilapangan adalah mengarah kepada Universitas Negeri Malang. Kritik dan saran yang diambil dari pengamatan dilapangan secara langsung tersebut akan saya jelaskan pada artikel ini, terlepas dari tingkat objektivitasnya yang paling penting begitulah fakta yang terjadi dilapangan, bukan bermasud untuk menjatuhkan atau menjelek-jelekkan instansi dan almamater saya sendiri, bagi saya ini adalah wujud dari kecintaan kepada almamater untuk bisa memperbaiki agar bisa menjadi lebih baik dan lebih berperan serta dirasakan langsung oleh masyarakatnya, tak hanya eksistensinya saja namun juga solusi ditengah kebutuhan yang ada kita bisa memposisikan peran disitu. Beberapa fakta,kritik dan sara untuk Universitas Negeri Malang dari tiga penganganan bencana yang terjadi di wilayah Malang, antara lain : 

1. Respon Yang kurang Tepat 

Mulai bencana gempa bumi dan banjir bandang, mahasiwa UM sejauh pengetahuan saya tidak pernah melakukan giat didalam penenganan bencana tersebut. Meskipun ada giat hal itu kurang tepat, respon yang diambil hanya template atau respon yang dilaksanakan pada umumnya, tidak dikaji secara dalam apakah respon yang diambil sudah tepat. Misalnya, bila ada yang menganggap pernyataan saya diatas adalah salah, nyatanya mahasiwa melakukan open donasi dijalan. Inilah yang saya anggap kurang tepat, sebagai kaum intelektual dirasa kurang peran kita kalau hanya melakukan open donasi atau bermental ‘pengemis’, padahal kapasitas kita leboh dari itu, kita harusnya diposisi intelektual yang harusnya mengkaji mengenai management penanggulangan dan pengurangan risiko bencana. Belum lagi ketika kita melakukan open donasi, ada bencana lain yang ditimbulkan diantaranya kemacetan. Semua ada positif dan negatifnya, alangkah baiknya jika optimalisasi itu diterapan sebagai akademisi dan sebagian kecil yang mengatur mengenai donatur. 

2. Egoisme Yang Tinggi

Terlepas dari fenomena diatas, mungkin jika prespektif saya salah, ada yang telah melakukan giat namun saya rasa tingkat egoismenya tinggi. Misalnya berangkat atasnama organisasi ekstra atau intra, komunitas atau bahkan organisasi daerah (orda) , saya tidak perlu menyebutnya. Coba jika kita semua organisasi ekstra, intra dan semua civitas akademika bergabung dan sama-sama membawa bendera Universitas Negeri Malang maka kita akan lebih besar namanya secara bersama, ditambah lagi jika kita berangkat dengan berpamitan terhadap kampus kita juga akan mendapatkan donatur itu dari kampus. Artinya mari kita bersatu membesarkan nama kampus untuk perperan dimasyarakat melalui bendera Universitas Negeri Malang. 

3. Asesmen Yang Rendah Pasca bencana terjadi, semua mahasiswa yang tergabung kedalam suatu organisasi, aktif ingin berperan atau membantu, tak sedikit yang melakukan open donasi, ini bukan suatu hal yang salah. Harusnya dalam hal ini harusnya mahasiswa berada diposisi strategis yaitu sebagai kaum intelektual yang berperan menganalisis dan mengkaji, memanfaatkan sumberdaya manusianya yang tinggi untuk managemen posko. Namun, nyatanya tidak demikian, mahasiswa lebih memilih untuk melakukan open donasi dilapangan yang justru menurunkan esensi dari mahasiswa itu sendiri, padahal terkadang apa yang telah dilakukan tidak berbasis kebutuhan dan hanya mengedepankan eksistensi, hanya beranggapan bagaimana organisasinya terlihat ikut membantu dan turun lapangan, padahal bantuan yang diberikan tidak tepat. Sebagai pengelaman saya ketika menjadi sekretaris Pos Lapangan saat bencana banjir bandang dikota batu, ada sekumpulan mahasiswa yang membawa pakaian bekas sebanyak separuh mobil pickup, padahal hal itu tidak dibutuhkan dan telah diumumkan oleh semua elemen penanggulanagan bencana kala itu, bahwa tidak membutuhkan pakaian bekas. 

Setelah kami telusuri, sebelum melakukan giat open donasi dan berangkat kesini apakah sudah koordinasi, ternyata belum koordinasi dengan siapapun. Bagi kami itu adalah kesalahan fatal, tidak meringankan bencana malah membuat bencana baru dengan membawa sesuatu yang tidak dibutuhkan sama sekali. Pengalaman kedua saat terjadi bencana  erupsi awan panas guguran gunung semeru, sudah diberitakan untuk tidak membawa logistik ,tetapi hal yang dibutuhkan adalah SDM Relawan, utamanya sebagai managemen posko dan asesmen, dibutuhkan juga alat rekonstruksi dan pembersihan, dan dana keuangan. Tapi, masih saja ada yang kelokasi membawa logistik dan yang paling parah adalah lokasi bencana dijadikan spot untuk wisata bencana, ini menujukkan sikap empati yang buruk dan perlu dilakukan edukasi kembali. 

Dari berbagai kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menanggapi bencana, kami merasa prihatin dan ini tentunya hal yang kurang benar, maka untuk meluruskan hal yang menurut kami sebagai relawan kurang benar dan setelah berdiskusi dengan berbagai pihak, akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan organisasi relawan kampus yang langsung dibina oleh BPBD Kabupaten Malang dan LPBI NU Kabupaten Malang, organisasi itu bernama Badan Koordinasi Relawan Universitas Negeri Malang (BKR UM), peran Badan Koordinasi Relawan Univeristas Negeri Malang antara lain : 

1. Sebagai Information Center 

Hal yang pertama dilakukan ketika bencana terjadi adalah melakukan asesmen, maka dari situ relawan harus berada dilokasi secara langsung, bila pemerintah setempat menetapkan masa tanggap darurat, kami akan mendirikan posko. Posko inilah nanti akan menjadi pusat informasi bagi seluruh civitas akademika Univeristas Negeri Malang yang ingin membantu ketika bencana sedang terjadi, entah itu berbentuk giat ataupun bantuan moril. Informasi yang kami sediakan ini utamanya bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam memberikan bantuan seperti yang telah terjadi pada kasus-kasus diatas. 

2. Pelayanan Satu Pintu 

Kami berperan sebagai enumerator civitas akademika Universitas Negeri Malang yang telah membantu, dari sini semua yang berhubungan dengan UM, baik organisasi intra, organisasi ekstra, organisasi daerah, komunitas, dan lain-lain terrekap dengan baik, serta kami bisa memberitahukan kepada kampus atau masyarakat pada umumnya bahwa univeristas negeri malang telah melakukan giat penanggulangan dan pengurangan risiko bencana. 

3. Branding Universitas 

Pada intinya sebagai ajang menyatukan atau branding kampus terhadap seluruh organisasi yang selama ini berangkat sendiri-sendiri dengan membawa benderanya masing-masing. Kita harus bersatu, untuk membesarkan kampus dibawah bendera Univeristas Negeri Malang. 

Singkatnya, itulah peran kami. Pada dasarnya adanya banyak pertimbangan, terbukti kita didukung oleh banyak pihak, antara lain BPBD Kabupaten Malang, LPBI NU Kabupaten Malang, MDMC UMM. Tak hanya itu pada universitas lain juga terdapat organisasi serupa, dan kami mendapatkan dukungan support dari sana, yakni Mahasiswa Tanggap Bencana Universitas Airlangga Surabaya (MAHAGANA UNAIR). BKR Hari ini sebagai kepanjangan tangan dari BPBD yang ada dikampus dan menginduk kepada Pusat Lingkungan Mitigasi Kebencanaan (PLMK) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang (LPPM UM). 

Pada 3 April 2022, BEM UM Melalui Direktorat Jendral Lingkungan Hidup melaksanakan Diskusi Umum di Aula Ava Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Diskusi ini mengusung tema "Penyelarasan Kebijakan dan Realitas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu". Diharapkan dari adanya kegiatan diskusi ini dapat memulai inisiasi BEM UM 2022 dalam mengkritisi isu lingkungan di masyarakat. Pada saat itu adalah pasca bancana banjir bandang kota batu 2021 dan kami diundang untuk dalam seminar itu, diwaktu yang tepat kami juga turut berdiskusi untuk rencana strategis (RENSTRA) Pemerintah Kota Batu pasca bencana banjir bandang kota batu 2021. Diantaranya tata ruang yang aman bencana banjir khususnya di aliran sumber brantas dan kajian kota batu sebagai kota wisata yang ramah lingkungan.  Singkatnya, itu adalah pandangan umum sebagai relawan yang pernah terlibat dalam penanganan bencana banjir bandang kota batu 2021 dan sebagai mahasiswa sebagai pusat intelektual dan pengkajian. 

Diwaktu yang sama, kami bertemu dan berdiskusi lanjut dengan pemateri yang juga sebagai tim Pusat Lingkungan Mitigas Kebencanaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Malang (PLMK LPPM UM) Heni Masruroh, kami menyampaikan maksud dan tujuan kami dalam bergerak membentuk Badan Koordinasi Universitas Negeri Malang (BKR UM), beliau sangat menyambut dengan baik, bahkan sudah lama beliau ingin membentuk organisasi serupa, hanya saja dengan nama yang berbeda, awalnya beliau akan member nama Tim Reaksi Cepat Cakrawala (TRCC), kami pun mengatakan jika berkaitan dengan nama kami bisa saja dan patuh apapun kebijakan dari kampus melalui PLMK LPPM UM, hal yang terpenting adalah bagaimana misi kemanusiaan yang kami usung dalam rangka penanggulangan dan pengurangan risiko bencana bisa dilakukan. 

Selebihnya, beliau juga kaget ketika mendengar mahasiswa yang tergabung dalam BKR UM meskipun masih pertama adalah 70 mahasiswa dan telah mendapatkan sertifikasi BNPB di Hotel Mercure Malang, 70 mahasiswa tersebut tersebar dalam 9 divisi. Mulai dari divisi Hubungan Masyarakat dan Data Informasi (HUMDATIN), Divisi Tim Reaksi Cepat (TRC), Divisi Logistik, Divisi Psikososial, Divisi Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Divisi Divisi Riset dan Pengembangan, Divisi Sarana Prasarana, Divisi Giat Operasional, dan yang terakhir adalah Divisi Kesehatan. Dari masing-masing divisi tersebut memiliki program yang beragam namun saling keterkaitan dengan divisi yang lain. Itu adalah divisi ketika organisasi namun saat turun ke lokasi berbeda struktunya. Itu adalah salahsatu teori management kebencanaan yang telah kita peroleh dari BPBD, LPBI dan MDMC, serta MAHAGANA UNIAR. Dengan kata lain, kami telah siap dalam misi penanggulangan bencana.

Terlepas dari itu semua, kami sebenarnya berbangga atas apa yang dilakukan Universitas Negeri Malang dalam merespon kejadian bencana di Cianjur. Kami tidak menyangka UM akan memberikan perhatian khusus pada langkah kami, selama 2 minggu menjalankan misi kemanusiaan atas nama Universitas Negeri Malang, tatkala kami dipercaya untuk menjalankan misi tersebut, maka kami berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan amanah dan menjaga nama baik tersebut. Memang 'tak ada gading yang tak retak', dengan segala evaluasi dan rekemondasinya dengan ini saya ingin mengatakan, bahwa keberanian adalah langkah awal menunu perbaikan. Selamat untuk para penjuang kemanusiaan, terimakasih dedikasinya. Perjuangan barusaja dimulai.


Salam Tangguh
Salam Kemanusiaan
Avignam Jagat Samagram

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Singkatnya, Mengapa Harus TRCC UM ?

Trending Now