Artikel I
JATIMSATUNEWS.COM: Terlepas ada skenario terselubung, keteledoran pengamanan, atau faktor "X" yang hingga hari ini masih gaib bagi orang awam seperti kita, doa setulus-tulusnya senantiasa kita haturkan untuk sahabat, karib, sedulur yang disambut para malaikat di Pintu 13.
Ajal bukan urusan hidup atau mati saja. Kalau kita memahami bahwa ajal tidak dapat diakhirkan atau dipercepat walaupun cuma satu detik, hal itu berlaku tidak hanya untuk kematian.
Kita hidup dalam satuan ajal demi ajal. Ia adalah momentun peristiwa dalam persilangan ruang dan waktu atas ijin kendali takdir Tuhan.
Kita pakai perumpamaan yang sederhana. Pertemuan lombok, terasi, tomat, dan garam di atas _layah_ merupakan ajal bagi hadirnya sambal. Ketika nasi dan sambal bertemu di atas piring peristiwa itu menjadi ajal atau momentum berikutnya.
Kita hidup menjalani ajal demi ajal, momentum demi momentum, pertemuan demi pertemuan, juga perpisahan demi perpisahan. Yang semua itu pada detik tertentu tidak dapat dipercepat atau diperlambat.
Manusia Jawa menyebutnya sebagai titimangsa dan titiwanci.
Momentum kematian hadir bersama kesedihan yang bergulung-gulung. Bukan kematian benar menusuk kalbu, kata Chairil. Dan momentum itu makin menusuk-nusuk duka ketika pihak yang seharusnya berani bertanggung jawab malah saling lempar kesalahan lalu sembunyi tangan.
Kita baru berenang di level hukum, belum menyelam hingga dasar substansif persoalan.
Rendahnya moralitas para pengambil keputusan yang merasa benar dengan regulasi formal yang dijalankannya, semoga tidak menjadi ledakan momentum yang lebih mengerikan di masa akan datang.
Apakah Pintu 13 menjadi ujian, teguran, atau hukuman bagi kita? Jawabannya bergantung pada kejernihan kita memaknai kehidupan dan kematian.
Kita ini hidup dalam kematian ataukah mati dalam kehidupan?--Achmad Saifullah Syahid