Kagum dalam hal apa? Ini persoalan lain yang setiap manusia silahkan merumuskan dan menemukan alasan kekagumannya.
Kita sudah sangat mengenal empat sifat Nabi Muhammad: shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Sayangnya, empat sifat itu baru menjadi pertanyaan ujian di sekolah. Kita belum sungguh-sungguh menemukan konteks apalagi menyusunnya menjadi sistem berpikir dan panduan berperilaku dalam hidup keseharian.
Shiddiq kerap diartikan benar atau jujur. Pertanyaannya: sifat benar atau jujur itu input atau output dari tindakan seseorang? Yang selama ini kita ajarkan tentang sifat shiddiq adalah teori kejujuran. Yang kita gembar-gemborkan adalah shiddiq sebagai “buah” dari perilaku. Kita belum menemukan “akar” perilaku dari sifat shiddiq.
Nabi Muhammad selalu bersungguh-sungguh dalam segala hal bahkan semenjak beliau masih kanak-kanak. Kita bersungguh-sungguh dalam hal apa? Sudahkah kita melihat kenyataan sebagai kenyataan secara apa adanya, tanpa pretensi dan tendensi?
Bias kognitif merupakan salah satu akibat dari sikap tendensi yang kerap tidak disadari. Alih-alih bersungguh-sungguh melihat kenyataan sebagai kenyataan, kita malah condong dan miring-miring ke arah kepentingan masing-masing. Faktanya, kita belum bersikap jujur pada kenyataan.
Saya jadi pakewuh dengan Kanjeng Nabi. Kaki saya masih diserimpung oleh bias kognitif akibat kepentingan yang remeh temeh seperti menjaga citra sosial atau gengsi akademik. (Achmad Saifullah Syahid)