MALANG I JATIMSATUNEWS.COM: Sebuah rumah di Jl. Raya Padi, Talangsuko no 10 RT 09 RW0 sedang menjadi sengketa antara ahli waris pemilik dan pihak Bank. Pihak keluarga bingung menghadapi karena pihak Bank meminta membayar 1 Milyar untuk rumah yang ditempati sedang ditempati.
Kronologis kejadian berawal dari Almarhum Hasan Bisri dan istrinya almarhum Romlah yang meminjam uang di bank Danamon cabang Dinoyo. Nominal pokok pinjaman jumlahnya 100 juta dengan administrasi 25 juta.
Jaminannya adalah sertifikat rumah yang beralamat di Jl. Raya Padi, Talangsuko no 10 RT 09 RW01. Dengan teknik pengangsuran yakni selama tiga tahun.
Selama masa angsuran pasangan almarhum telah membayar selama tiga kali. Tercantum dalam catatan memasuki angsuran keempat, selanjutnya angsuran tersebut terlambat.
Dari situlah pihak bank mempertemukan dengan pihak Debt Collector untuk membantu proses pengangsuran dan mengangsur pada pihak Debt Collector tersebut.
Penuturan putra, menurut Hasan Bisri (alm) dan istrinya Romlah (alm) seharusnya ada tambahan lima kali angsuran yang dititipkan pada pihak depkolektor pada pihak bank. Akan tetapi oleh pihak debt collector ternyata tidak dilaporkan pada pihak bank, mirisnya, tidak pula diberi bukti pengangsuran berupa kwitansi.
Pihak Debt Collector berargumentasi uang titipan akan dimasukan ke bank oleh yang bersangkutan sehingga dapat bukti pengangsuran, debt collector mengulur waktu terus hingga sama sekali tak diberi bukti pengangsuran.
Atas permainan yang dilakukan oleh pihak debt collector( penagih hutang) tersebut menjadikan sebab hilangnya rasa percaya dari bapak Hasan Bisri (alm) dan ibu Romlah (alm) serta mereka kurang mengontrol ke bank hingga telah mencapai masa termin.
Setelah mencapai masa termin, pihak bank pernah mengunjungi Hasan Bisri (alm) dan Romlah (alm) beberapa kali untuk pelunasan sisa tanggungan yang harus dibayarkan melalui jalur belakang, tanpa ada jaminan kembalinya sertifikat rumah.
Kejadian tersebut terus berlanjut hingga Hasan Bisri meninggal bulan Maret tahun 2014. Satu bulan setelah itu, keluarga mendapat surat pemberitahuan lelang dari pihak bank.
Wafatnya Hasan Bisri membuat sang istri yakni Romlah mentalnya terguncang. Dalam keadaan demikian dia membakar seluruh surat surat dari bank yang berhubungan dengan hutang.
Jelang seratus hari setelah wafatnya almarhum Hasan Bisri pihak ahli waris baru mengetahui bahwa sertifikat tanah telah terlelang sampai akhirnya Romlah meninggal dunia pada bulan SDesember 2021 rumah itu masih dalam kondisi dilelang.
Selang delapan bulan setelah Romlah meninggal dunia ahli waris mendapat panggilan dari pengadilan terkait pelelangan rumah.
Pihak ahli waris yakni anak dari almarhum Hasan Bisri dan Romlah (alm) beriktikad baik untuk menebus rumahnya kembali kepada pihak lelang, akan tetapi segala proses yang ditempuh dipersulit.
Pemenang lelang tidak ada iktikad untuk menemui pihak ahli waris dan mengutus orang untuk menemuinya dengan tak ada bukti konkrit membawa sertifikat saat menemui pihak ahli waris.
Letak rumah yang sangat strategis membuat pihak pemenang lelang enggan melepaskan rumah ini kembali. Dan kasus tersebut berkelanjutan hingga pihak pemenang lelang menaikan kasus ke pengadilan.
Proses mediasi telah dilakukan antara pihak ahli waris dengan utusan pemenang lelang, akan tetapi nominal yang diminta oleh pihak pemenang lelang senilai 1 miliar rupiah.
Menurut ahli waris sangatlah tidak wajar. Apalagi dengan profesinya yang hanya bekerja sebagai kurir dengan sang adik yang sedang menempuh studi kuliah.
Ahli waris sedang berupaya mengetuk pintu hati pemenang lelang agar mau menjual kembali rumah tersebut pada ahli waris dengan nilai wajar yang dapat dijangkau.
Ans