PUISI WAYANG

Admin JSN
25 September 2022 | 18.58 WIB Last Updated 2022-09-25T11:58:38Z
PUISI WAYANG 
Y.P.B.Wiratmoko
ARTIKEL I JATIMSATUNEWS.COM: Puisi wayang adalah puisi yang ditulis oleh pengarangnya bertema "wayang" sebagai warisan budaya adi luhung peninggalan nenek moyang kita. Wayang telah berkembang pesat di Indonesia terutama di Pulau Jawa, dipentaskan dengan seperangkat gamelan perunggu yang kurang lebih dimainkan oleh sekitar 40 orang disertai beberapa orang swarawati (pesindhen)  sebagai pelantun lagu dalam gendhing-gendhing Jawa. 

Pertunjukan wayang mengambil cerita dari buku Ramayana dan Mahabharata. Dalam 2 buku ini kisah yang bisa diangkat dalam dunia pertunjukan pewayangan sangat kaya dan beragam jika Sang Dalang memiliki daya kreasi yang tinggi dan pandai membuat lakon carangan, yaitu lakon yang dikreasi sendiri dengan tidak meninggalkan tokoh-tokoh dan karakter wayang yang dimainkannya dalam pertunjukan 'pakeliran'. 

Wayang sebagai peninggalan budaya adi luhung telah mendapatkan pengakuan dunia lewat UNESCO  bahwa wayang merupakan warisan budaya dunia yang mesti dilestarikan. 
Di Tanah Air telah berdiri beberapa Institut Seni sebagai wahana belajar bagi kaum muda untuk melestarikan warisan budaya bangsa yang satu ini. Selain itu di masyarakat juga telah ada beberapa kursus "pedhalangan" yang biasanya didirikan oleh beberapa seniman "Dhalang" yang sudah senior demi kepeduliannya untuk melestarikan kesenian wayang. 

Menulis puisi bertema wayang tidak mudah. Setidaknya penyair harus mengenal tokoh-tokoh wayang dan cerita wayang. Jika tidak, pesan yang hendak dibawa kewat puisi bertema wayang tidak akan sampai kepada pembaca. Banyak seniman dalang wayang kulit tetapi mereka juga belum tentu memiliki ketrampilan untuk menulis puisi dalam bahasa Indonesia dengan baik. Karena tokoh dalam pewayangan ini memiliki ciri dan karakter yang berbeda-beda, maka jangan pernah untuk mencoba-coba menulis puisi wayang jika belum paham betul karakter dari tokoh-tokoh dalam pewayangan. Apalagi hanya sekedar mendengar saja dan belum memahami betul. Sebab, jika dipaksakan akan terdengar lucu. 

Bersyukur sejak kecil saya telah diperkenalkan oleh ayah saya (Bapak Kartoredjo) terhadap kesenian wayang ini. Hal tersebut membuahkan hasil dengan bukti ketika aku masih duduk di bangku SLTA kelas satu (1981) saya telah piawai menjadi seorang dalang wayang kulit. 

Pertunjukan wayang kulit yang membawakan sebuah lakon  atau kisah tertentu bisa dipertunjukkan semalam suntuk mulai pukul 21.00-pukul 04.00 pagi. Itulah warisan budaya adi luhung bangsa kita. Dari beberapa kegiatanku sebagai seorang pendidik dan penulis,  saya juga tertarik menulis puisi bertema "wayang". Berikut adalah beberapa puisi bertema wayang yang saya tulis:


(1)
GATUTKACA RANTE

Betapa hati Raden Samba tak 'kan sedih 
Putra agung Sri Kresna raja  Dwarawati itu
Sehari-hari hanya bermuram durja 
Hatinya gundah gulana 
Ia mendapati  Tamansari Paranggaruda  
Telah kosong tiada penghuni 
Karena Dewi Endang Senggatawati  
Telah pergi tanpa  pamit
Tentu saja Raden Samba 
pikirannya melayang ke mana-mana 

Hal tersebut diadukannya 
Kepada ayahandanya Sri Kresna 
Sri Kresna meminta bantuan  Sri Baladewa 
Narpati raja Kerajaan Mandura 
Masih kakanda Kresna sendiri 

Sri Baladewa Narpati 
Memiliki prasangka buruk 
Terhadap Raden Gatutkaca 
Raja muda Pringgondani 
Ia tahu bahwa raksasa 
Yang bisa terbang itu adalah 
Prajurit dari kerajaan Pringgondani  

Sri Baladewa Narpati
Menemui Sang Bimasena satria Jodipati 
atau Munggul Pawenang 

Dalam pertemuan itu Sri Baladewa 
Setengah menuduh Raden Garutkaca 
Menculik Dewi Endang Senggatawati  
Dengan mengutus  salah seorang raksasa  
Perkasa dari kerajaan Pringgondani  
Sebab menurut kabar burung 
Yang melarikan Dewi Endang Senggotowati
Itu adalah seorang raksasa  sakti yang pandai terbang 

Mendengar aduan Sri Baladewa 
Raden Bimasena atau Raden Werkudara merasa malu 
Dikiranya perilaku Raden Gatutkaca benar adanya 
Dicarinya Raden Gatutkaca yang tengah sakit 
Dihajarnya habis-habisan sampai tak berdaya 
Raden Gatutkaca menurut saja 
Tak melakukan perlawanan sedikit pun 
Ketika Raden Gatutkaca hendak dibunuhnya 
Maka datanglah Sri Kresna menasihati Raden Bimasena  
dengan bijaknya 
Dalam memecahkan suatu perkara tidaklah elok
jika hanya mendengar pengaduan orang sebelah 
Tanpa bukti benar atau salah,  itu tidaklah adil 

Raden Bimasena yang berwatak kaku 
Nyaris tak mendengarkan nasihat Sri Kresna 
Sri Kresna segera mencari akal yang cerdik  
untuk menghentikan  perilaku Raden Bimasena 
yang tengah membabi buta menghajar 
Raden Gatutkaca,  anaknya itu 

Kata Sri Kresna yang bijak itu 
Untuk membuktikan  benar-salah tindakan itu 
supaya Raden Gatutkaca diikat tubuhnya 
dengan menggunakan rantai (rante)  besi yang kuat 
selama tiga hari tiga malam lamanya pada sebuah 
pohon randu jejer tujuh yang besar-besar 
Jika Raden Gatutkaca bersalah pasti dia akan mati 
Tetapi  jika benar pasti dia bisa melepaskan diri dari ikatan itu 

Maka terjadilah demikian 
Menjelang fajar hari 
Angin bertiup kencang 
Dalam kesakitan, rasa lapar dan haus 
Raden Gatutkaca mendengar rintihan seorang wanita 
yang hendak dibawa pergi  ke Kerajaan Candipura 
Dan dari penglihatannya 
Diketahuilah bahwa wanita yang merintih dan menjerit 
minta tolong itu adalah Dewi Endang Senggatawati 
Istri Raden Samba satria dari Paranggaruda  
yang digendong terbang oleh seorang raksasa sakti 

Menyaksikan hal itu tumbuhlah kekuatan besar 
Keluar dari tubuh Raden Gatutkaca 
Dengan ajian kerincing besi ia bisa melepaskan diri 
dari ikatan rante yang membelenggu dirinya 
Seketika itu juga ia terbang mengejar raksasa sakti itu 
Dewi Endang Senggatawati berhasil direbutnya  
Dan raksasa sakti itu berhasil ditendangnya  
dan jatuh ke tanah  

Sebelum terlibat pertengkaran sengit 
Raksasa sakti yang bisa terbang itu  mengaku bernama  
Ditya Werjanwulandani utusan Raja Candipura  bernama  
Prabu Singakobra untuk menculik Dewi Endang  Senggatawati 
Istri Raden Samba  dari Tamansari Paranggaruda 

Akhirnya terjadilah peperangan sengit 
Peperangan dimenangkan  oleh Raden Gatutkaca 
Dan raksasa menggantung laku Ditya Werjanwulandani  
menyerah kalah dan takhluk dengan Raden  Gatutkaca  

Mereka pergi menuju Kerajaan Candipura  
Sesampainya di Kerajaan Candipura  
Mereka berdua disambut dengan amarahnya oleh Raja 
Candipura  Prabu Singakobra 

Pertempuran sengit pun tak terelakkan  
Raden Gatutkaca dan Ditya  Werjanwulandani 
Menemui kemenangan gemilang 
Prabu  Singakobra  tewas di tangan Raden  Gatutkaca  
Ia kemudian menyamar menjadi raja baru di Candipura  

Dalam keprihatinannya Raden Samba pergi bertapa 
Dalam samadinya ia mendapat petunjuk dari seorang 
brahmana agung untuk  mengabdi  di Kerajaan  Candipura  

Petunjuk sang brahmana agung  dilakukannya  
Ia pergi ke Kerajaan Candipura  
Di sana  ia diangkat sebagai anak pungut oleh 
Raja Candipura yang baru itu
Sekaligus diambil menantu dijodohkan dengan 
anak putrinya yang tak lain dan tak bukan  adalah 
Dewi Endang  Senggatawati, istrinya sendiri  

Atas petunjuk Sri Kresna 
Sebagai sarana  menemukan Raden Gatutkaca  
Raden Bimasena harus memerangi  Raja Candipura  
Pertempuran sengit pun terjadi 
Dalam pertempuran itu terkuaklah penyamaran 
Raden Gatutkaca  
Di tangan Raden Bimasena akhirnya Raja Candipura itu 
Berubah wujud menjadi Raden Gatutkaca  

Semua menjadi terang-benderang  
Raden Bimasena menari tayub sebagai ujud rasa syukur 
telah ditemukannya Dewi Endang Senggatawati, istri  
Raden Samba dan Raden Gatutkaca yang dianggapnya 
telah mati

/Mangkujayan, 15 September 2022


(2)

SRIKANDHI SENOPATI 

entah sudah berapa jiwa terenggut maut 
   di Tegalkurusetra
tulang-tulang patah berserak
   bau anyir darah pengap tak sedap 
aroma kekejaman. Ego masih
   mengatasnamakan kepahlawanan 
mengantar jiwa ke mulut maut 
   Tegalkuru, ya Tegalkurusetra!!! 
palagan Barathayudhajayabinangun 
   langit berkabut hitam. Astina mengeluarkan 
senopati perang agung Sang Resi Mahatma 
   Bhisma. Sorak gemuruh wadyabala Astina 
hendak menaruh harap kemenangan 
   di tangan Sang Resi yang sakti mandraguna 
sementara itu di Madukara 
   Srikandhi Senopati dipeluk erat Arjuna 
berkobar membara jiwa patriot sejati 
   kecupan mesra Arjuna mengantar kerelaan 
sang kekasih hati Srikandhi Senopati maju 
   berlaga menandingi krida sang Senopati Agung 
Resi Mahatma Bhisma. Cahaya benderang 
   menyelimuti Srikandhi Senopati. Silau Sang 
Bhisma. Yang terlihat tersenyum simpul adalah 
   Dewi Ambalika nan dulu jatuh cinta tak 
sampai padanya dan ia mati di tangan dirinya 
   berkatalah dengan lembut dan manis Mahatma
Bhisma, "Oh, Ambalika sayangku, cintaku, 
   primadonaku, idolaku, dan jejantung hatiku...!" 
tiba-tiba, "Plasa..!!!" panah Srikandhi Senopati 
   menembus dada Sang Resi Mahatma Bhisma 
Ia gugur di Tegalkurusetra sebagai kusuma bangsa 
   jiwanya beriringan bersama kekasih 
hatinya, Dewi Ambalika menuju Nirwana 
   hujan bunga dari langit menimbun jasat Sang 
Resi Mahatma Bhisma yang direnggut oleh 
   tangan manis maut dalam damai 

/ Mangkujayan, 15 September 2022


(3)

SABDAWALA

Selepas tinggalkan Kampung Pecuk Pecukilan 
Ki Petruk mengembara sampai di Padepokan 
Kembangsore 
Di sana ia mendudukkan dirinya sebagai 
seorang bagawan bernama Bagawan Sabdawala 

Pagi nan cerah 
Cantrik Anoman, Wisanggeni, Gatutkaca, 
Antareja dan Antasena duduk bersila 
Menghadap Bagawan Sabdawala 
Duduk di balai bambu petung 
Bagawan Sabdawala memberi wejangan-
wejangan bijak pada para cantiknya 

Kemasyhuran Bagawan Sabdawala 
Tersebar ke seantero Negeri Amarta, Dwarawati, Mandura, 
Astina dan negeri-negeri di sekitarnya 
Para muda-mudi pun gandrung dengan wejangan-wejangan 
bijak Bagawan Sabdawala 
Aneka wejangan yang diberikan menjadikan 
tempaan bagai baja putih anti karat 
bagi para muda 

Kebijaksanaan Bagawan Sabdawala 
menjadikan iri para raja 
Mereka ingin membubarkan perguruannya 
tetapi tak seorang raja pun mampu 
menandingi dan mengalahkan kesaktian 
Bagawan Sabdawala 

Pecuk Pecukilan berkabung 
Juga di Klampis Ireng, pedukuhan Semar 
karena Petruk murca 
Di tangan Semar, Gareng dan Bagong, 
akhirnya Bagawan Sabdawala membubarkan 
perguruannya dan badar, berubah wujud lagi 
menjadi Ki Petruk nan semestinya 
Pecuk Pecukilan terang-benderang bertabur bunga 

/ Mangkujayan, 15 September 2022


(4)

SUPATRA

Bambang Supatra 
Anak lelaki Gandarwa Raja Suwala 
Ia berwajah tampan rupawan
Namun perilakunya menjelaga hitam 

Diserahkannya si Supatra 
Oleh ayahandanya Raja Suwala
Kepada Ki Ismaya 
Agar baguslah perilakunya 

Supatra sungguh nakal 
Ia hendak melawan Ismaya 
Dijambaklah kuncung si Ismaya 
Hingga ia marah luar biasa

Dihajarnya si Supatra habis-habisan
Hingga rusak tubuh raganya 
Wajahnya berubah buruk 
Tinggi tubuhnya panjang hidungnya 

Si Supatra diambil anak angkat Ismaya 
Ia diberi nama Petruk Kanthongbolong 
Akhirnya ia bertobat 
Setelah menjadi buruk badan raganya 

/ Mangkujayan 2022


(5)

SANG BILAWA 

Raja Wirata Prabu Matswapati tengah dilanda sedih 
dan gundah karena ulah Rupakenca dan Kencarupa 
yang hendak merebut tahta Wirata 
dengan cara adu kekuatan manusia sebagai jago c
yang dipilih untuk berperang

Putra Ki Jagalwalakas bernama Bilawa 
sebagai jago Prabu Matswapati untuk menyelamatkan 
tahta Wirata dan kedamaian rakyat Wirata 
Sebelum maju berperang Bilawa memohon 
untuk dipagari dengan rasa prihatin dan doa 

Raden Seta putra mahkota Wirata 
Mengantar Bilawa ke gelanggang peperangan 
melawan Rajamala jago dari Rupakenca dan Kencarupa 

Bilawa meraup kemenangan 
Prabu Matswapati lestari menduduki tahta Kerajaan Wirata 

Bilawa yang ternyata adalah Raden Bima 
beserta keempat Pandhawa yang lain 
dalam penyamaran kala kalah bermain dadu 
dengan Kurupati raja Astina karena akal bulus si Sengkuni 

Penyamaran Pandhawa berhasil gemilang 
Raja Wirata Prabu Matswapati terharu 
Rasa terima kasih diucapkan pada para Pandhawa 
Beserta seluruh rakyat Wirata melakukan upacara puji syukur 
kepada Tuhan Seru Sekalian Alam 

/ Mangkujayan, 15 September 2022


(6)

SENGKUNI SI PUCAT PASI

wajahnya pucat pasi 
   senyumnya mentah sepat 
setiap kata-kata yang dibangunnya 
   adalah bermuara pada kerusakan 
memuakkan memecah-belah 
   simbol nafsu kecurangan dan kebohongan 
Sengkuni simbol kelicikan dan rasa resah 
   dalam mempertahankan keserakahan 
mengagungkan kekuatan melalui kebusukan 
   dan debu- debu hitam yang menempel 
di otaknya. Sengkuni gagal mempertahankan 
   tahta Astina yang diduduki oleh Prabu 
Duryudana. Pandawa lima hendak 
   dilenyapkannya namun gagal total ambisi 
serakahnya. Tumpas sudah 'trah' Kurawa 
   tinggal Sengkuni semata wayang menjadi 
senopati Astina. Namun, malang nasibnya 
   ia mati sia-sia mengenaskan di palagan Tegal 
Kurusetra pada perang Baratayudha
   Jayabinangun tewas di tangan Sang Bimasena. 
Bersama dengan kematiannya  
   turunlah beribu-ribu burung gagak hitam 
dengan koak suaranya seraya mencabik-cabik
   tubuh Sengkuni. Hanya tulang-belulangnya hitam  
berserakan menguar amis darah yang 
   tak pernah terlupakan untuk seribu generasi
di zaman kencana yang hendak datang 

/ Mangkujayan, 15 September 2022

(7)

BALADA SEMAR BAGUS 

Klampis Ireng berselimut kabut 
   si Semar Tua rambut kuncungnya 
berkobar dahana tatkala Raden Arjuna 
   hendak memotongnya karena ulah Durga 
yang menjelma menjadi Dewi Srikandi 
   memihak para Kurawa cidra 
dengan dalih agar perkawinannya 
   dengan Dewi Srikandi langgeng selamanya  
Semar awas mata batinnya 
   Srikandi asli tengah bertapa di Goa 
Selamangleng. Semar murca dan musna 
   dari pandangan Arjuna. Semar Tua 
menyamar menjadi Semar Bagus 
   Ia menjadi raja di Negara Bawanamaya 
bernama Prabu Sanggabuana. Atas izin 
   Ramandanya, Sanghyangwenang, 
Semar Bagus mengamuk di Negara Madukara. 
Tak ada putra-putra Arjuna yang mampu
menandinginya. Srikandi jelmaan Durga
   bertanding melawan Srikandi asli 
berkat pusaka Mustika Kartikasekar pemberian 
   Dewi Wilutama kalahlah Srikandi jelmaan
Durga. Prabu Sanggabuana kembali ke wujud 
   semula bersamaan dengan kembalinya 
Dewi Srikandi palsu menjadi Durga. Durga  
   kembali ke Setragandamayit. Arjuna merasa 
bersalah. Ia meminta maaf kepada Semar.
   Semar memaafkannya 
Semar kembali ke Klampis Ireng. Ia disambut 
   dengan taburan aneka bunga di sepanjang lorong 
menuju pondok Semar Sejati.
   Klampis Ireng kembali menjadi Pedhukuhan 
kecil yang damai sejahtera 

/Mangkujayan, 15 September 2022]
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • PUISI WAYANG

Trending Now