Y.P.B.Wiratmoko
ARTIKEL I JATIMSATUNEWS.COM: Puisi wayang adalah puisi yang ditulis oleh pengarangnya bertema "wayang" sebagai warisan budaya adi luhung peninggalan nenek moyang kita. Wayang telah berkembang pesat di Indonesia terutama di Pulau Jawa, dipentaskan dengan seperangkat gamelan perunggu yang kurang lebih dimainkan oleh sekitar 40 orang disertai beberapa orang swarawati (pesindhen) sebagai pelantun lagu dalam gendhing-gendhing Jawa.
Pertunjukan wayang mengambil cerita dari buku Ramayana dan Mahabharata. Dalam 2 buku ini kisah yang bisa diangkat dalam dunia pertunjukan pewayangan sangat kaya dan beragam jika Sang Dalang memiliki daya kreasi yang tinggi dan pandai membuat lakon carangan, yaitu lakon yang dikreasi sendiri dengan tidak meninggalkan tokoh-tokoh dan karakter wayang yang dimainkannya dalam pertunjukan 'pakeliran'.
Wayang sebagai peninggalan budaya adi luhung telah mendapatkan pengakuan dunia lewat UNESCO bahwa wayang merupakan warisan budaya dunia yang mesti dilestarikan.
Di Tanah Air telah berdiri beberapa Institut Seni sebagai wahana belajar bagi kaum muda untuk melestarikan warisan budaya bangsa yang satu ini. Selain itu di masyarakat juga telah ada beberapa kursus "pedhalangan" yang biasanya didirikan oleh beberapa seniman "Dhalang" yang sudah senior demi kepeduliannya untuk melestarikan kesenian wayang.
Menulis puisi bertema wayang tidak mudah. Setidaknya penyair harus mengenal tokoh-tokoh wayang dan cerita wayang. Jika tidak, pesan yang hendak dibawa kewat puisi bertema wayang tidak akan sampai kepada pembaca. Banyak seniman dalang wayang kulit tetapi mereka juga belum tentu memiliki ketrampilan untuk menulis puisi dalam bahasa Indonesia dengan baik. Karena tokoh dalam pewayangan ini memiliki ciri dan karakter yang berbeda-beda, maka jangan pernah untuk mencoba-coba menulis puisi wayang jika belum paham betul karakter dari tokoh-tokoh dalam pewayangan. Apalagi hanya sekedar mendengar saja dan belum memahami betul. Sebab, jika dipaksakan akan terdengar lucu.
Bersyukur sejak kecil saya telah diperkenalkan oleh ayah saya (Bapak Kartoredjo) terhadap kesenian wayang ini. Hal tersebut membuahkan hasil dengan bukti ketika aku masih duduk di bangku SLTA kelas satu (1981) saya telah piawai menjadi seorang dalang wayang kulit.
Pertunjukan wayang kulit yang membawakan sebuah lakon atau kisah tertentu bisa dipertunjukkan semalam suntuk mulai pukul 21.00-pukul 04.00 pagi. Itulah warisan budaya adi luhung bangsa kita. Dari beberapa kegiatanku sebagai seorang pendidik dan penulis, saya juga tertarik menulis puisi bertema "wayang". Berikut adalah beberapa puisi bertema wayang yang saya tulis:
(1)
GATUTKACA RANTE
Betapa hati Raden Samba tak 'kan sedih
Putra agung Sri Kresna raja Dwarawati itu
Sehari-hari hanya bermuram durja
Hatinya gundah gulana
Ia mendapati Tamansari Paranggaruda
Telah kosong tiada penghuni
Karena Dewi Endang Senggatawati
Telah pergi tanpa pamit
Tentu saja Raden Samba
pikirannya melayang ke mana-mana
Hal tersebut diadukannya
Kepada ayahandanya Sri Kresna
Sri Kresna meminta bantuan Sri Baladewa
Narpati raja Kerajaan Mandura
Masih kakanda Kresna sendiri
Sri Baladewa Narpati
Memiliki prasangka buruk
Terhadap Raden Gatutkaca
Raja muda Pringgondani
Ia tahu bahwa raksasa
Yang bisa terbang itu adalah
Prajurit dari kerajaan Pringgondani
Sri Baladewa Narpati
Menemui Sang Bimasena satria Jodipati
atau Munggul Pawenang
Dalam pertemuan itu Sri Baladewa
Setengah menuduh Raden Garutkaca
Menculik Dewi Endang Senggatawati
Dengan mengutus salah seorang raksasa
Perkasa dari kerajaan Pringgondani
Sebab menurut kabar burung
Yang melarikan Dewi Endang Senggotowati
Itu adalah seorang raksasa sakti yang pandai terbang
Mendengar aduan Sri Baladewa
Raden Bimasena atau Raden Werkudara merasa malu
Dikiranya perilaku Raden Gatutkaca benar adanya
Dicarinya Raden Gatutkaca yang tengah sakit
Dihajarnya habis-habisan sampai tak berdaya
Raden Gatutkaca menurut saja
Tak melakukan perlawanan sedikit pun
Ketika Raden Gatutkaca hendak dibunuhnya
Maka datanglah Sri Kresna menasihati Raden Bimasena
dengan bijaknya
Dalam memecahkan suatu perkara tidaklah elok
jika hanya mendengar pengaduan orang sebelah
Tanpa bukti benar atau salah, itu tidaklah adil
Raden Bimasena yang berwatak kaku
Nyaris tak mendengarkan nasihat Sri Kresna
Sri Kresna segera mencari akal yang cerdik
untuk menghentikan perilaku Raden Bimasena
yang tengah membabi buta menghajar
Raden Gatutkaca, anaknya itu
Kata Sri Kresna yang bijak itu
Untuk membuktikan benar-salah tindakan itu
supaya Raden Gatutkaca diikat tubuhnya
dengan menggunakan rantai (rante) besi yang kuat
selama tiga hari tiga malam lamanya pada sebuah
pohon randu jejer tujuh yang besar-besar
Jika Raden Gatutkaca bersalah pasti dia akan mati
Tetapi jika benar pasti dia bisa melepaskan diri dari ikatan itu
Maka terjadilah demikian
Menjelang fajar hari
Angin bertiup kencang
Dalam kesakitan, rasa lapar dan haus
Raden Gatutkaca mendengar rintihan seorang wanita
yang hendak dibawa pergi ke Kerajaan Candipura
Dan dari penglihatannya
Diketahuilah bahwa wanita yang merintih dan menjerit
minta tolong itu adalah Dewi Endang Senggatawati
Istri Raden Samba satria dari Paranggaruda
yang digendong terbang oleh seorang raksasa sakti
Menyaksikan hal itu tumbuhlah kekuatan besar
Keluar dari tubuh Raden Gatutkaca
Dengan ajian kerincing besi ia bisa melepaskan diri
dari ikatan rante yang membelenggu dirinya
Seketika itu juga ia terbang mengejar raksasa sakti itu
Dewi Endang Senggatawati berhasil direbutnya
Dan raksasa sakti itu berhasil ditendangnya
dan jatuh ke tanah
Sebelum terlibat pertengkaran sengit
Raksasa sakti yang bisa terbang itu mengaku bernama
Ditya Werjanwulandani utusan Raja Candipura bernama
Prabu Singakobra untuk menculik Dewi Endang Senggatawati
Istri Raden Samba dari Tamansari Paranggaruda
Akhirnya terjadilah peperangan sengit
Peperangan dimenangkan oleh Raden Gatutkaca
Dan raksasa menggantung laku Ditya Werjanwulandani
menyerah kalah dan takhluk dengan Raden Gatutkaca
Mereka pergi menuju Kerajaan Candipura
Sesampainya di Kerajaan Candipura
Mereka berdua disambut dengan amarahnya oleh Raja
Candipura Prabu Singakobra
Pertempuran sengit pun tak terelakkan
Raden Gatutkaca dan Ditya Werjanwulandani
Menemui kemenangan gemilang
Prabu Singakobra tewas di tangan Raden Gatutkaca
Ia kemudian menyamar menjadi raja baru di Candipura
Dalam keprihatinannya Raden Samba pergi bertapa
Dalam samadinya ia mendapat petunjuk dari seorang
brahmana agung untuk mengabdi di Kerajaan Candipura
Petunjuk sang brahmana agung dilakukannya
Ia pergi ke Kerajaan Candipura
Di sana ia diangkat sebagai anak pungut oleh
Raja Candipura yang baru itu
Sekaligus diambil menantu dijodohkan dengan
anak putrinya yang tak lain dan tak bukan adalah
Dewi Endang Senggatawati, istrinya sendiri
Atas petunjuk Sri Kresna
Sebagai sarana menemukan Raden Gatutkaca
Raden Bimasena harus memerangi Raja Candipura
Pertempuran sengit pun terjadi
Dalam pertempuran itu terkuaklah penyamaran
Raden Gatutkaca
Di tangan Raden Bimasena akhirnya Raja Candipura itu
Berubah wujud menjadi Raden Gatutkaca
Semua menjadi terang-benderang
Raden Bimasena menari tayub sebagai ujud rasa syukur
telah ditemukannya Dewi Endang Senggatawati, istri
Raden Samba dan Raden Gatutkaca yang dianggapnya
telah mati
/Mangkujayan, 15 September 2022
(2)
SRIKANDHI SENOPATI
entah sudah berapa jiwa terenggut maut
di Tegalkurusetra
tulang-tulang patah berserak
bau anyir darah pengap tak sedap
aroma kekejaman. Ego masih
mengatasnamakan kepahlawanan
mengantar jiwa ke mulut maut
Tegalkuru, ya Tegalkurusetra!!!
palagan Barathayudhajayabinangun
langit berkabut hitam. Astina mengeluarkan
senopati perang agung Sang Resi Mahatma
Bhisma. Sorak gemuruh wadyabala Astina
hendak menaruh harap kemenangan
di tangan Sang Resi yang sakti mandraguna
sementara itu di Madukara
Srikandhi Senopati dipeluk erat Arjuna
berkobar membara jiwa patriot sejati
kecupan mesra Arjuna mengantar kerelaan
sang kekasih hati Srikandhi Senopati maju
berlaga menandingi krida sang Senopati Agung
Resi Mahatma Bhisma. Cahaya benderang
menyelimuti Srikandhi Senopati. Silau Sang
Bhisma. Yang terlihat tersenyum simpul adalah
Dewi Ambalika nan dulu jatuh cinta tak
sampai padanya dan ia mati di tangan dirinya
berkatalah dengan lembut dan manis Mahatma
Bhisma, "Oh, Ambalika sayangku, cintaku,
primadonaku, idolaku, dan jejantung hatiku...!"
tiba-tiba, "Plasa..!!!" panah Srikandhi Senopati
menembus dada Sang Resi Mahatma Bhisma
Ia gugur di Tegalkurusetra sebagai kusuma bangsa
jiwanya beriringan bersama kekasih
hatinya, Dewi Ambalika menuju Nirwana
hujan bunga dari langit menimbun jasat Sang
Resi Mahatma Bhisma yang direnggut oleh
tangan manis maut dalam damai
/ Mangkujayan, 15 September 2022
(3)
SABDAWALA
Selepas tinggalkan Kampung Pecuk Pecukilan
Ki Petruk mengembara sampai di Padepokan
Kembangsore
Di sana ia mendudukkan dirinya sebagai
seorang bagawan bernama Bagawan Sabdawala
Pagi nan cerah
Cantrik Anoman, Wisanggeni, Gatutkaca,
Antareja dan Antasena duduk bersila
Menghadap Bagawan Sabdawala
Duduk di balai bambu petung
Bagawan Sabdawala memberi wejangan-
wejangan bijak pada para cantiknya
Kemasyhuran Bagawan Sabdawala
Tersebar ke seantero Negeri Amarta, Dwarawati, Mandura,
Astina dan negeri-negeri di sekitarnya
Para muda-mudi pun gandrung dengan wejangan-wejangan
bijak Bagawan Sabdawala
Aneka wejangan yang diberikan menjadikan
tempaan bagai baja putih anti karat
bagi para muda
Kebijaksanaan Bagawan Sabdawala
menjadikan iri para raja
Mereka ingin membubarkan perguruannya
tetapi tak seorang raja pun mampu
menandingi dan mengalahkan kesaktian
Bagawan Sabdawala
Pecuk Pecukilan berkabung
Juga di Klampis Ireng, pedukuhan Semar
karena Petruk murca
Di tangan Semar, Gareng dan Bagong,
akhirnya Bagawan Sabdawala membubarkan
perguruannya dan badar, berubah wujud lagi
menjadi Ki Petruk nan semestinya
Pecuk Pecukilan terang-benderang bertabur bunga
/ Mangkujayan, 15 September 2022
(4)
SUPATRA
Bambang Supatra
Anak lelaki Gandarwa Raja Suwala
Ia berwajah tampan rupawan
Namun perilakunya menjelaga hitam
Diserahkannya si Supatra
Oleh ayahandanya Raja Suwala
Kepada Ki Ismaya
Agar baguslah perilakunya
Supatra sungguh nakal
Ia hendak melawan Ismaya
Dijambaklah kuncung si Ismaya
Hingga ia marah luar biasa
Dihajarnya si Supatra habis-habisan
Hingga rusak tubuh raganya
Wajahnya berubah buruk
Tinggi tubuhnya panjang hidungnya
Si Supatra diambil anak angkat Ismaya
Ia diberi nama Petruk Kanthongbolong
Akhirnya ia bertobat
Setelah menjadi buruk badan raganya
/ Mangkujayan 2022
(5)
SANG BILAWA
Raja Wirata Prabu Matswapati tengah dilanda sedih
dan gundah karena ulah Rupakenca dan Kencarupa
yang hendak merebut tahta Wirata
dengan cara adu kekuatan manusia sebagai jago c
yang dipilih untuk berperang
Putra Ki Jagalwalakas bernama Bilawa
sebagai jago Prabu Matswapati untuk menyelamatkan
tahta Wirata dan kedamaian rakyat Wirata
Sebelum maju berperang Bilawa memohon
untuk dipagari dengan rasa prihatin dan doa
Raden Seta putra mahkota Wirata
Mengantar Bilawa ke gelanggang peperangan
melawan Rajamala jago dari Rupakenca dan Kencarupa
Bilawa meraup kemenangan
Prabu Matswapati lestari menduduki tahta Kerajaan Wirata
Bilawa yang ternyata adalah Raden Bima
beserta keempat Pandhawa yang lain
dalam penyamaran kala kalah bermain dadu
dengan Kurupati raja Astina karena akal bulus si Sengkuni
Penyamaran Pandhawa berhasil gemilang
Raja Wirata Prabu Matswapati terharu
Rasa terima kasih diucapkan pada para Pandhawa
Beserta seluruh rakyat Wirata melakukan upacara puji syukur
kepada Tuhan Seru Sekalian Alam
/ Mangkujayan, 15 September 2022
(6)
SENGKUNI SI PUCAT PASI
wajahnya pucat pasi
senyumnya mentah sepat
setiap kata-kata yang dibangunnya
adalah bermuara pada kerusakan
memuakkan memecah-belah
simbol nafsu kecurangan dan kebohongan
Sengkuni simbol kelicikan dan rasa resah
dalam mempertahankan keserakahan
mengagungkan kekuatan melalui kebusukan
dan debu- debu hitam yang menempel
di otaknya. Sengkuni gagal mempertahankan
tahta Astina yang diduduki oleh Prabu
Duryudana. Pandawa lima hendak
dilenyapkannya namun gagal total ambisi
serakahnya. Tumpas sudah 'trah' Kurawa
tinggal Sengkuni semata wayang menjadi
senopati Astina. Namun, malang nasibnya
ia mati sia-sia mengenaskan di palagan Tegal
Kurusetra pada perang Baratayudha
Jayabinangun tewas di tangan Sang Bimasena.
Bersama dengan kematiannya
turunlah beribu-ribu burung gagak hitam
dengan koak suaranya seraya mencabik-cabik
tubuh Sengkuni. Hanya tulang-belulangnya hitam
berserakan menguar amis darah yang
tak pernah terlupakan untuk seribu generasi
di zaman kencana yang hendak datang
/ Mangkujayan, 15 September 2022
(7)
BALADA SEMAR BAGUS
Klampis Ireng berselimut kabut
si Semar Tua rambut kuncungnya
berkobar dahana tatkala Raden Arjuna
hendak memotongnya karena ulah Durga
yang menjelma menjadi Dewi Srikandi
memihak para Kurawa cidra
dengan dalih agar perkawinannya
dengan Dewi Srikandi langgeng selamanya
Semar awas mata batinnya
Srikandi asli tengah bertapa di Goa
Selamangleng. Semar murca dan musna
dari pandangan Arjuna. Semar Tua
menyamar menjadi Semar Bagus
Ia menjadi raja di Negara Bawanamaya
bernama Prabu Sanggabuana. Atas izin
Ramandanya, Sanghyangwenang,
Semar Bagus mengamuk di Negara Madukara.
Tak ada putra-putra Arjuna yang mampu
menandinginya. Srikandi jelmaan Durga
bertanding melawan Srikandi asli
berkat pusaka Mustika Kartikasekar pemberian
Dewi Wilutama kalahlah Srikandi jelmaan
Durga. Prabu Sanggabuana kembali ke wujud
semula bersamaan dengan kembalinya
Dewi Srikandi palsu menjadi Durga. Durga
kembali ke Setragandamayit. Arjuna merasa
bersalah. Ia meminta maaf kepada Semar.
Semar memaafkannya
Semar kembali ke Klampis Ireng. Ia disambut
dengan taburan aneka bunga di sepanjang lorong
menuju pondok Semar Sejati.
Klampis Ireng kembali menjadi Pedhukuhan
kecil yang damai sejahtera
/Mangkujayan, 15 September 2022]