Ali dan Fatimah, Mulia Sebab Sedekah yang Disembunyikan
Artikel
JATIMSATUNEWS.COM: Disarikan dari Taushiyah Hubabah Halimah Alaydrus. (Kisah Sayyidah Fatimah RA)
Kesulitan hidup merupa pakaian bagi banyak orang, lalu merasa paling susah nasib dirinya, padahal selalu ada yang lebih kesusahan dari diri kita, hanya terkadang kita tidak menyadari atau bahkan tak mau tahu.
Tulisan berikut adalah seri memperingati Maulid nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa Sallam, bukan hanya akhlaknya yang mulia, demikian pula keluarganya. Cuplikan Kisah Keluarga Sayyidah Fatimah Az Zahra dan suaminya Ali bin Abi Thalib beserta anak-anaknya dibeberkan secara apik oleh Ning Athiyah Karim, pengasuh pesantren Fathihul Ulum Al Karim di Jember.
Ketika engkau merasa kering kerontang oleh himpitan dunia. Adakah yang lebih menghimpit dari kehidupan Sayyidah Fatimah? Ketika engkau merasakan sedih karena tidak dapat menikmati makanan yang kau inginkan, sedang Sayyidah Fatimah terbiasa dalam kelaparan.
Satu masa keluarga Sayyidina Ali Radhiyallahu anhu, ditimpa ujian. Sayyidina Husein Radhiyallahu anhu menderita sakit yang cukup parah dalam kurun waktu lumayan lama, hingga membuat sang Ibunda yakni Sayyidah Fatimah putri kesayangan Rasulullah Shallalllahu 'alaihi wa sallam bersedih.
"Bagaimana ini wahai suamiku? Aku bersedih dengan sakitnya Husein yang cukup lama."
"Wahai cahaya hatiku, janganlah engkau bersedih. Semua ini adalah ujian cinta dari Allah. Bagaimana jika kita bernadzar?"
"Apa? Bernadzar?" tanya Sayyidah Fatimah sembari menyeka air matanya.
"Iya." Sayyidina Ali memegang bahu istrinya yang begitu dicintainya.
"Kita akan berpuasa selama tiga hari berturut-turut jika Husein sembuh. Bagaimana?"
Tanpa ragu Sayyidah Fatimah Radhiyallahu anha mengangguk setuju. Hingga beberapa hari kemudian, Allah mengabulkan doa serta harapan. Sebagai wujud syukur, Sayyidina Ali mengajak istri beserta anak-anaknya untuk berpuasa selama tiga hari berturut-turut sesuai nadzar mereka.
Hingga satu malam mereka menikmati makan sahur bersama. Berbeda dengan keluarga lainnya. Sayyidina Ali tak pernah memiliki harta lebih. Artinya jika hari ini ia bekerja, maka upah yang ia dapat hanya cukup untuk makan hari itu saja. Bukan bekerja lalu mendapat upah untuk keesokan harinya atau lusa. Sama sekali tidak. Ia bekerja, apa yang didapatnya hanya cukup untuk sehari itu saja. Artinya ia juga tak memiliki tabungan.
Meski demikian ia dan sang istri sangat qona'ah dan mensyukuri setiap rizqi yang mereka terima. Tak pernah mengeluh. Apalagi Sayyidah Fatimah, ia adalah sosok seorang istri yang begitu sabar dan luar biasa.
Maka keesokan harinya, dalam keadaan berpuasa Sayyidinq Ali bekerja sebagaimana biasa. Setelah mendapat upah, maka ia belanjakan penghasilannya tersebut untuk membeli tepung gandum, beserta susu yang kemudian dibawanya pulang.
Sayyidah Fatimah menerimanya dengan penuh rasa syukur. Ia pun segera pergi ke dapur. Memasak dan membuat roti untuk menu berbuka puasa bersama keluarganya tercinta.
Menjelang sore waktu berbuka, Sayyidah Fatimah menyiapkan semuanya di meja makan. Keluarga Sayyidina Ali berkumpul sembari menanti bedug Maghrib.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba mereka mendengar pintu rumah mereka diketuk oleh seseorang. Sayyidina Ali pun membukanya, betapa terkejutnya ia saat mendapati ada seorang kakek-kakek tua yang jatuh menggelepar tepat di depan pintu rumahnya.
"Masya Allah. Wahai Kakek, ada apa gerangan? Kenapa engkau begitu lemas begini?" Sayyidina Ali tergopoh-gopoh menolongnya.
"Tolong saya, sudah tiga hari tiga malam saya tidak makan apa pun, tidaj juga minum. Perut saya sangat sakit. Tolong bagi saya makanan," pinta Kakek tua yang merupakan seorang pengemis tersebut.
"Ya Allah." Sayyidina Ali mengajaknya masuk ke dalam rumah. Ia pun menceritakan keadaan Kakek tua tersebut kepada istrinya.
Melihat kakek tersebut begitu lemas tentu saja Sayyidah Fatimah tidak tega.
"Anak-anak, bagaimana kalau kita bagi makanan kita untuk kakek tersebut?"
Sayyid Hasan dan Sayyid Husein sama sekali tidak merasa keberatan, meski mereka sendiri tengah menahan lapar dan haus karena sedang berpuasa.
Sayyidah Fatimah tersenyum, ia pun segera memberikan susu serta roti yang baru saja dibuatnya kepada kakek tua tersebut. Tentu saja si kakek tua merasa senang. Dilahapnya makanan serta minuman itu hingga tak tersisa sedikit pun kecuali air putih
Melihat semua itu baik Sayyidina Ali maupun Sayyidah Fatimah merasa senang dan lega. Adzan Maghrib terdengar, mereka pun berbuka dengan hanya meminum air putih itu saja. Tak ada lagi roti dan susu yang tersisa untuk mereka nikmati.
Malam harinya, mereka pun sahur dengan kembali meminum air putih itu saja. Tentu saja segelas air putih tak cukup memberikan rasa kenyang. Sudah seharian berpuasa, tak ada makanan yang masuk ke dalam perut mereka.
Keesokan harinya, Sayyidina Ali tetap berangkat bekerja meski ia merasa begitu lemas. Sebab sejak kemarin ia belum memakan apa pun. Ia juga tetap menjalankan nadzar puasa pada hari kedua.
Sama seperti hari kemarin, Sayyidina Ali pulang membawa bahan makanan yang bisa dimasak dan dimakan bersama keluarga tercintanya hari itu juga. Sampai di rumah, ia serahkan pada istrinya untuk kemudian dimasak.
Betapa bahagia dan bersyukurnya Sayyidah Fatimah. Ia kembali memasak dengan jumlah lumayan banyak sebab sang suami juga belanja lumayan banyak. Cukup untuk berbuka dan makan sahur malam nanti.
Menjelang maghrib. Lagi-lagi terdengar suara anak kecil mengucap salam dari luar rumah. Sayyidina Ali bergegas membuka pintu rumah. Tampak beberapa anak kecil dengan tubuh kurus kering. Mereka adalah anak-anak yatim yang datang dalam keadaan lapar.
Serupa dengan hari kemarin, Keluarga Sayyidina Ali merelakan menu buka dan sahur mereka habis dimakan anak-anak yatim. Lagi-lagi mereka hanya berbuka dan sahur dengan air putih saja, sama dengan hari kemarin. Meski demikian tak sedikitpun mereka merasa sedih dan terpaksa. Mereka semua benar-benar ikhlas Lillahi Ta'ala.
Keesokan harinya, keluarga Sayyidina Ali kembali menjalani puasa nadzar pada hari ketiga. Sebab mereka memang bernadzar hendak berpuasa selama tiga hari lamanya.
Rasa lemas, dan lunglai mereka rasakan. Sebab hanya berbuka dan sahur dengan air putih saja selama dua hari berturut-turut. Sayyidina Ali tetap menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga, bekerja mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Sayyidina Ali kembali pulang dengan membawa pulang bahan makanan. Dalam keadaan lapar yang melilit dan tubuh yang begitu lemas, Sayyidah Fatimah tetap bangkit dan memasak. Hari itu adalah hari terakhir mereka menjalani puasa nadzar.
Adzan Maghrib terdengar, Sayyidina Ali dan keluarganya bersyukur hari itu mereka bisa menikmati makanan berbuka. Namun saat hendak menyuapkan satu suapan roti ke dalam mulut, tiba-tiba saja terdengar pintu rumah diketuk-ketuk dengan sangat keras oleh seseorang.
Sayyidina Ali segera membuka pintu, betapa terkejutnya ia saat mendapati beberapa orang pria dan wanita datang dalam keadaan lemas tak berdaya. Mereka adalah tawanan perang yang sudah beberapa hari tidak makan dan minum.
Lagi-lagi mereka kembali membagi makanan mereka hingga tak ada yang tersisa selain air putih. Selama tiga hari berturut-turut keluarga Sayyidina Ali hanya berbuka dan sahur dengan air putih saja.
Dengan sabarnya Sayyidah Fatimah mengusap air mata yang menitik sebab rasa sakit di perut yang tak tertahan. Ia sama sekali tidak mengeluh dan tetap bersyukur.
Begitu luar biasanya keikhlasan keluarga Sayyidina Ali karramallahu wajhahu. Tidak sekalipun ia menceritakan hal tersebut kepada orang lain. Tidak ada satu pun orang yang tahu jika keluarga Sayyidina Ali berkorban, bersedekah sebesar itu. Bahkan Sayyidah Fatimah tidak juga menceritakannya kepada siapa pun termasuk kepada Baginda Nabi Muhammad, ayahandanya sendiri.
Sama dengan kedua orang tuanya, anak-anak mereka juga sama sekali tidak ada mengeluh ataupun menceritakan hal tersebut kepada kawan-kawannya.
Melihat dan mengetahui hal tersebut, Allah sangat kagum dan takjub. Hingga Dialah yang menceritakan kisah Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah tersebut dalam Alqur'an. Malam hari itu, Malaikat Jibril alaihi salam turun menemui Baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Ia menjabat tangan Baginda Nabi sembari berkata : "Haniian laka bi ahli baitika ya Rasulallah."
"Wahai Nabi selamat kepadamu atas apa yang telah dilakukan oleh keluargamu wahai Rasulallah," ujar Malaikat Jibril.
Baginda Nabi merasa heran dengan ucapan Malaikat Jibril yang tiba-tiba saja memberikan ucapan selamat kepadanya. Padahal Baginda Nabi tak merasa telah melakukan sesuatu hari itu.
"Selamat atas apa wahai Jibril?" tanya Rasulullah.
"Madza fa'alu bi ahli baiti, ya Jibril?"
("Apa yang sudah dikerjakan oleh keluargaku wahai Jibril?")
Dan Malaikat Jibril menceritakan semuanya kepada Baginda Nabi Muhammad atas apa yang telah menimpa dan dilakukan oleh Sayyidina Ali beserta keluarganya.
"Qad a'jaba Robbuhum min fi'latihim wa anzala ilaihimul ayata yutla ila yaumil qiyamah."
"Allah kagum atas apa yang telah mereka lakukan dan Allah turunkan kepada mereka ayat-ayat Alqur'an agar terus dibaca sampai hari Kiamat kelak."
Surat Al-Insan : 8 - 12
{ وَیُطۡعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسۡكِینࣰا وَیَتِیمࣰا وَأَسِیرًا }
{ إِنَّمَا نُطۡعِمُكُمۡ لِوَجۡهِ ٱللَّهِ لَا نُرِیدُ مِنكُمۡ جَزَاۤءࣰ وَلَا شُكُورًا }
{ إِنَّا نَخَافُ مِن رَّبِّنَا یَوۡمًا عَبُوسࣰا قَمۡطَرِیرࣰا }
{ فَوَقَىٰهُمُ ٱللَّهُ شَرَّ ذَ ٰلِكَ ٱلۡیَوۡمِ وَلَقَّىٰهُمۡ نَضۡرَةࣰ وَسُرُورࣰا }
{ وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُوا۟ جَنَّةࣰ وَحَرِیرࣰا }
Sungguh tak ada prestasi manusia yang unggul melebihi keunggulan keluarga Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali dalam mengharap ridha Allah hingga membuat Allah kagum atas apa yang telah mereka lakukan.
Semoga kisah ini menjadi teladan bagi kita untuk lebih banyak lagi bersyukur dan bersabar dalam menghadapi segala tantangan kehidupan, Aamiin.
Jember, 2 Rabi'ul Awal 1444 H
Athiyah Karim, S.Pd.I lahir di Pasuruan, 16 Januari 1987. Tinggal di desa Tanggul Wetan, Kec. Tanggul, Kab. Jember. Alumni Pondok Pesantren Ash-Shiddiqi Putri / ASHRI Talangsari-Jember ini merupakan seorang ibu rumah tangga dengan tiga orang anak. Tulisan yang pernah ia terbitkan antaranya “ Hikmah Bersyukur “ dalam buku antologi bersama, “ The Power Of Beliefe “ terbitan Divapress group, dan beberapa antologi cerpen serta antologi puisi lainnya.
Athiyah menjabat sebagai Founder Komunitas Literasi Pesantren dan Grup Ngaji Bareng di Media sosial. Ia juga menggagas terbitnya AS Media guna memajukan Menulis di kalangan para santri. Athiyah juga bisa disapa di akun media sosialnya :
Fb : athiyah karim
Ig : athieyahkariem3