Artikel
JATIMSATUNEWS.COM: Perjalanan yang sedikit menantang, seorang Paman berjalan menuju ke Puthuk Siwur, Mojokerto, dengan ditemani keponakannya, berangkat sekitar jam 07.30 pagi hingga sampai sekitar pukul 09.00. istirahat sejenak di sebuah warung kopi kala itu sambil ngurus izin/tiket.
Sekitar satu jam santai sambil nongkrong lalu melanjutkan perjalanan ke area bukit, biasanya sebelum pemberangkatan di adakan seremoni doa bersama, namun kali ini langsung jalan begitu saja.
" Kalau di gunung atau di tempat-tempat asing, aku terbiasa membaca kalimat 'Audzubikalimatillahittaammati minsyarrimaakholaq' dan bila sedang tidak berbincang dalam hati melafadzkan sholawat atau istighfar," cerita sang Paman
Singkat cerita, sampailah perjalanan ke puncak sekitar jam 12.3p lebih soalnya jalan santai, sambil panas-panasan dibawah teriak matahari menyengat ubun-ubun. Kami istirahat disebuah gazebo atas sambil lalu menikmati pemandangan gunung Penanggungan yang gagah di kejauhan, sambil ngobrol dengan seorang pendaki tektok berusia hampir kepala 5 hingga menjelang Ashar.
Kami memutuskan membuat tenda di area camping, mencari tempat di tepi jalur yang dinaungi pepohonan.
Saat itu camping area sangat sepi, tidak ada tenda sama sekali. Hanya ada 2 tenda. Kemungkinan mereka sudah turun.
Beberapa saat setelah tenda berdiri, tiba-tiba kabut tebal turun. kami masih menikmati suasana gunung sambil drenginging membaca Alma'suroh sambil grounding alias berjalan sambil nyeker, Enak banget rasanya.
Hingga menjelang magrib, dan angin semakin kencang sampai tendanya kayak digoyang-goyang keras.
Tidak ada lagi tenda disitu hanya ada tenda kami di bukit itu. Matahari sudah sempurna terbenam. Hanya ada suara angin yang bersiut-siut.
Ketika angin sudah mulai agak reda, kami ambil wudhu di luar tenda (dibantu ponakan) lalu masuk lagi dan memutuskan sholat di dalam tenda karena angin super kencang datang lagi. Takut kebawa angin kalau sholat di luar. Ponakan langsung ikut masuk ke tenda.
Saya mulai melihat gelagat aneh dari gestur ponakanku. Namun saya diam aja, gak mau tanya apa-apa nanti daripada overthinking.
Angin masih ribut sampai lebih dari jam 22.00. kami habiskan waktu melihat download drama wuxia berjudul Immortal Samsara (ceritanya bikin baper, tentang cinta terlarang dewa paling sakti di langit) dan serial Serigala Terakhir.
Hatiku lega setelah terdengar langkah pendaki dari luar tenda. dan semakin malam semakin banyak yang datang. anginnya pun berkurang drastis. Tadinya sampai tenda mau rubuh,
"setelah banyak orang ya normal gitu kencang biasa aja,"
Aku gak mikir apa-apa. Normal kalau cuaca di gunung cepet berubah, seperti hatimu yang ngakunya cinta tapi nikahnya sama orang lain. Eh.
Keesokan paginya jam 6 lebih, kami turun karena harus ke Mojokerto kota jenguk Kakak Hikaru di Pondok.
Nah, ketika perjalanan pulang selepas jenguk Kakak, aku tanya sama ponakan itu ada apa waktu di puncak...?
Keponakan bilang " ngelihat sosok besar di gazebo dan Poci di belakang tenda.
"Aku lupa gak berdoa waktu mau mendaki, Te," katanya.
Owalah, ada-ada aja cerita.
Sebenarnya ada cerita merinding juga waktu mendaki di Gunung Pundak tahun lalu. yang pernah dialami sama partner, waktu jalan rame-rame ngawal Emak-emak rempong.