Perumusan Metode Pandangan Atas Terbentuknya Peradaban Islam Di Nusantara Dalam Diskursus Klaim Barus dan Aceh

29 Agustus 2022 | 18.35 WIB Last Updated 2022-08-29T12:34:58Z

Oleh ; Mursal Asmir, S.Ag, SH, MA

Artikel 4 dari 5 Artikel

Flash On Artikel 1

ARTIKEL I JATIMSATUNEWS.COM: Terdapat permasalahan bahwa titik awal Peradaban Islam di Nusantara tersebut menjadi diskursus, yang sepertinya tidak berkesudahan dan berkepanjangan. Diskursus tersebut memanas kembali setelah Presiden Joko Widodo pada 24 Maret 2017, meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara yang terletak di pinggir pantai Barus. Namun sebenanya diskursus itu sudah ada dan banyak terjadi sebelum diresmikannya Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara.

Intelektual dan Budayawan Azyumardi Azra tidak menyetujui keputusan tersebut, karena peresmian Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara dipandang politis dan hal tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Sementara itu Aceh dalam hal ini diwakili oleh Samudra Pasai, dipandang sebagai titik pertama kedatangan Islam di Nusantara. Secara akademis,  hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan karena ada bukti berupa teks dan peninggalan sejarah lainnya. Dan hal yang penting lagi, bahwa masyarakat Indonesia mengetahui secara umum bahwa titik persebaran ajaran agama Islam ke Nusantara tersebut berawal dari Aceh, bukan dari Barus Sumatera Utara.

Konseptual Penelitian Sosial dan Politik

Penelitian berasal dari kata “teliti” yang berarti bersikap hati-hati dalam menilai suatu hal. Teliti berarti memperhatikan setiap aspek yang ada hingga memperkecil kemungkinan untuk tidak memperhatikan hal kecil sekalipun. Adapun kata penelitian dalam bahasa Inggris disebut dengan research yang terdiri dari dua kata yaitu “re” dan “search”. Dua kata tersebut berarti mencari kembali. Hal itu berarti bahwa penelitian adalah upaya untuk mencari kembali sesuatu hal yang sebenarnya sudah ada. Jadi penelitian tersebut adalah upaya menemukan sesuatu yang sudah ada. Jika hal tersebut belum ada, maka tentu tidak akan ada penelitian.

Penelitian tersebut merupakan penyelidikan yang terorganisasi. Sikap yang harus dimiliki dalam penelitian adalah sikap hati-hati dan kritis dalam kerangka mencari suatu fakta. Tahapan-tahapan yang biasanya dilalui dalam penelitian, maka dirumuskan permasalahan yang datang dari adanya teori dibandingkan dengan kenyataan. Penyusunan konsep dan teori merupakan bagian yang perlu dilakukan agar terbentuk pembatasan masalah. Selanjutnya keberadan metode penelitian dipandang sebagai strategi untuk mempermudah kerja penelitian. Penentuan hipotesis penelitian di awal akan memberikan gambaran awal kepada peneliti untuk tidak lari dari upaya pengujian hipotesis tersebut. Pengumpulan data dan penganalisaan data pada akhirnya akan membentuk sebuah kesimpulan penelitian.

Sementara itu kata sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sosial adalah berkenaan dengan masyarakat. Dengan demikian sosial tersebut berkaitan dengan hubungan individu dengan individu lain dalam masyarakat. Sosial berisi konten komunikasi, tingkah laku dan kebiasaan antara satu manusia dengan manusia lain. Sebagaimana Aristoteles menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa seorang manusia tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lain. Dalam interaksi manusia tersebut terbentuk struktur sosial yaitu citra atau karakter tertentu yang dimiliki dalam struktur sosial dan berbeda dengan masyarakat lain diluar masyarakat tersebut. Struktur sosial terbentuk secara alami atau direkayasa untuk mengatur tata tertib kehidupan sosial tersebut. Struktur sosial tersebut juga akan membentuk pranata sosial berupa susunan masyarakat yang berarti ada berbagai posisi yang diciptakan dalam masyarakat untuk kelangsung hidup masyarakat tersebut, ada pemimpin, ada pemuka agama, ada pemuka adat dan cerdik pandai. Dengan demikian struktur sosial tersebut adalah fakta sosial yang telah dan sedang berlangsung dalam masyarakat.

Sementara itu kata politik menurut Miriam Budiardjo, bahwa politik adalah usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. Pada sebuah kelompok masyarakat, dalam menghadapi terbatasnya sumber daya, perlu dicari suatu cara distribusi supaya seluruh masyarakat merasa bahagia dan puas. Dengan demikian, nyatalah bahwa antara sosial dan politik tidak bisa dipisahkan.

Kata politik itu sendiri telah dikonsepkan dalam berbagai bentuk konsep seperti konsep Aristoteles, bahwa politik digunakan masyarakat untuk mencapai suatu kebaikan bersama. Terdapat kepentingan umum dan nilai moral dalam bentuk keadilan, kesejahteraan, kebenaran, kejujuran. Sementara itu dalam konsep Max Weber, kata politik berarti kelembagaan yang dimaknai bahwa politik merupakan hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Maka konsep Weber ini lebih kongkrit dibanding konsep Aritoteles yang abstrak. Lebih tajam lagi, Robson mengartikan politik adalah kegiatan mencari dan mempertahankan kekuasaan. David Easton mengkosepkan politik itu sebagai alokasi nilai secara otorotatif dengan memperhatikan kewenangan dan tidak mengikat suatu masyarakat. Sederhananya, politik merupakan perumusan kebijakan umum lalu melaksanakan kebijakan tersebut. Politik selanjutnya juga dikatakan sebagai konsep dari konflik yaitu berupa persilangan kepentingan antara beberapa pihak, maka sebenarnya politik tersebut merupakan proses dialektika. Perdebatan dan pertentangan para pihak demi mencapai tujuan kebaikan secara idealis. Namun konsep ini mengabaikan kenyataan bahwa konflik sering juga mengarah kepada kepentingan perorangan atau kelompok dengan mengambil atau meniadakan kepentingan pihak lain. Sri Soemantri telah membagi beberapa bentuk dari konsep politik tersebut dalam konsep negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan pembagian.

Berdasarkan hal tersebut, maka konsep dari penelitian sosial dan politik adalah upaya untuk menguji sesuatu hal yang telah terjadi dimasa lalu atau sedang berlangsung dalam masa sekarang berkaitan dengan interaksi masyarakat yang membutuhkan arah dalam merumuskan pengambilan keputusan dan kebijaksanaan. Penerapannya, maka dilakukan pengujian fakta mengenai titik awal peradaban Islam di Nusantara, dimana terjadi perebutan klaim antara masyarakat Barus dengan Masyarakat Aceh. Hingga dialektika tersebut seharusnya diarahkan untuk menjadi diskusi yang sehat yang diharapkan hasilnya mewakili semua pihak.

Ikhtiar Pengujian Pandangan Atas Terbentuknya Peradaban Islam Di Nusantara

Pengujian fakta mengenai titik awal peradaban Islam di Nusantara, dimana terjadi perebutan klaim antara masyarakat Barus dengan Masyarakat Aceh akan dilakukan dengan langkah awal berupa melakukan upaya deskriptif yaitu menggambarkan mengenai sejarah kedatangan Islam ke Nusantara pertama kali baik versi Barus atau versi Aceh dengan mengacu pada data dari berbagai sumber, baik berbentuk dokumentasi, dokumen, wawancara, pengamatan dan group diskus (FGD).

Jika upaya untuk mendeskripsikan titik awal peradaban Islam di Nusantara, dimana terjadi perebutan klaim antara masyarakat Barus dengan Masyarakat Aceh dipandang tidak cukup memuaskan, maka akan dilakukan upaya Eksploratif, yaitu upaya untuk menelusuri lebih jauh mengenai titik awal peradaban Islam di Nusantara hingga diharapkan untuk mendapatkan data baru atau data yang menguatkan data yang telah ada. Hasil dari upaya mendeskripsikan dan mengeksplorasi data, maka akan dilakukan upaya penjelasan (Eksplanatif) terhadap data-data yang telah diperoleh.

Data tersebut dibagi kedalam dua bentuk data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa data lapangan dan data sekunder merupakan data yang bersumber dari informasi berbagai dokumen. Terhadap data yang ada akan dilakukan upaya Verifikasi atau mencocokkan data agar data hingga akan memunculkan sebuah gambaran. Verifikasi tersebut berguna untuk kemudian membandingkan dua atau lebih data yang ada dalam bentuk upaya Komparasi (membandingkan). Dari hasil perbandingan tersebut diharapkan akan memunculkan hubungan (Korelasi) atau ketidak berhubungan antara satu data dengan data lain.

Upaya untuk menghubungkan dua data atau lebih diharapkan akan memberikan dukungan (Kontribusi) dan atau hubungan (Relevansi) antara satu data dengan data lainnya. Sebagai upaya terakhir adalah dengan melakukan evaluasi terhadap gambaran secara umum yang ditemukan dalam data-data tersebut.

Data yang ada akan dianalisis dengan menggunakan teori yang telah disusun dengan panduan konsep yang juga telah disusun sebelumnya. Analisis tersebut dilakukan dengan memperhatikan rasionalitas bahwa sesuatu hal tersebut masuk akal atau dapat diterima dalam pikiran umum. Sebagai bentuk gaya berpikir, maka akan dilakukan gaya berfikir deduktif yang berarti upaya untuk meletakkan data pokok diawal pembahasan untuk kemudian diuraikan dalam analisis selanjutnya. Gaya berpikir terbalik (induktif) juga akan tetap digunakan dimana akan terjadi analisis-analisis mengenai suatu hal untuk kemudian menyarikan hasil analisis tersebut pada bagian akhir.

Penutup

Upaya untuk merumuskan metode pandangan atas terbentuknya peradaban Islam Di Nusantara dalam diskursus klaim Barus dan Aceh sebagaimana yang telah disusun diatas, tidak bersifat kaku atau tidak bisa diubah. Sesuai dengan perkembangan penelitian, maka hal tersebut bisa saja diubah. Metode penelitian berfungsi untuk memudahkan kerja penelitian, bukan sebaliknya memberatkan kerja penelitian.

 

Wassalam.

 

*Penulis Merupakan KASI PAIS Depag Agam dan Direktur Eksekutif pada lembaga kajian Batuta Institue

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perumusan Metode Pandangan Atas Terbentuknya Peradaban Islam Di Nusantara Dalam Diskursus Klaim Barus dan Aceh

Trending Now