Diskursus Klaim Antara Barus dan Aceh
(Artikel 1 dari 5 Artikel)
Oleh ;
Mursal Asmir, S.Ag, SH, MA*
ARTIKEL I JATIMSATUNEWS.COM: Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul ketika menerima wahyu pertama saat berumur 40 tahun. Wahyu tersebut disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad yang sedang menyendiri di Gua Hira. Penerimaan wahyu pertama bertepatan pada tanggal 17 Ramadhan dan dalam perhitungan kalender Masehi dihitung pada Tanggal 6 Agustus 610 Masehi. Sebagai seorang utusan, maka Nabi Muhammad memulai menyampaikan ajaran yang diwahyukan oleh Allah kepada bangsa Qurays. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka estafet kepemimpinan kaum muslim dilanjutkan oleh era ke-khalifahan.
Terkait dengan perkembangan pengajaran ajaran Islam, maka sejarah terlalu fokus dalam menyoroti penyebaran islam di tanah Arab dan sekitarnya. Penyebaran Agama Islam dipandang wilayah perwilayah, penaklukan demi penaklukan, hingga tidak terlalu memperhatikan dan mencatat bagaimana proses perkembangan penyebaran agama islam melalui interaksi manusia seperti perdagangan, diplomasi kebudayaan, proses asimilasi kebudayaan atau tauladan “pengelana” dakwah seperti para sufi.
Hal tersebut patut menjadi perhatian bahwa konon katanya terdapat hubungan dagang antara bangsa Arab dengan Bangsa Rusia di sepanjang Sungai Volga, dimana proses dakwah Islam tersebut dilakukan diantara interaksi dagang. Patut juga menjadi perhatian mengapa di daerah afrika bagian barat yang tidak tersentuh dengan interaksi perang menjadi muslim seperti Muslim Ghana dan negara sekitarnya. Satu suku di China yaitu Suku Hui dikenal sebagai muslim yang taat. Padahal tidak ada interaksi perang antara bangsa arab dengan China. Demikian juga halnya kehadiran perkampungan orang arab di pesisir Barat Sumatera.
Kehadiran perkampungan bangsa Arab di pesisir barat Sumatera yang menjadi titik tulisan ini, diklaim bahwa islam tersebut hadir antara abad 7-8 Masehi. Jika kita menyepakati angka tersebut, maka penyebutan masuknya Islam ke Nusantara pada abad 13-14 kita nafikan dalam sejarah Indonesia. Tidak usah disebut, ditulis dan diajarkan lagi hal demikian.
Jikapun kita menyepakati kedatangan Islam pertama kali ke Bumi Nusantara ini pada abad 7-8 Masehi, maka terdapat permasalahan lain, titik awal Peradaban Islam Nusantara tersebut menjadi diskursus, yang sepertinya tidak berkesudahan dan berkepanjangan. Diskursus tersebut memanas kembali setelah Presiden Joko Widodo pada 24 Maret 2017, meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara yang terletak di pinggir pantai Barus. Namun sebenanya diskursus itu sudah ada dan banyak terjadi sebelum kejadian Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara.
Intelektual dan Budayawan Azyumardi Azra tidak menyetujui keputusan tersebut, karena peresmian Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara dipandang politis dan hal tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Sementara itu Aceh dalam hal ini diwakili oleh Samudra Pasai, dipandang sebagai titik pertama kedatangan Islam di Nusantara.
Secara akademis, hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan karena ada bukti berupa teks dan peninggalan sejarah lainnya. Dan hal yang penting lagi, bahwa masyarakat Indonesia mengetahui secara umum bahwa titik persebaran ajaran agama islam ke Nusantara tersebut berawal dari Aceh, bukan dari Barus Sumatera Utara.
Syahril Mubarok dalam tulisannya menginformasikan bahwa pada tahun 2017, di Universitas Islam Negeri (UIN) ar-Raniry Aceh, telah diadakan seminar nasional dengan tema “Awal Masuknya Islam ke Nusantara”. Seminar ini menghadirkan beberapa narasumber pakar sejarah, diantaranya yaitu Azyumardi Azra, Farid Wajdi, Dan arkeolog Husaini Ibrahim dari Universitas Syiah (UNSYIAH) Aceh.
Seminar yang membahas teori sejarah awal peradaban Islam ini tentunya mempunyai pendapat dari masing-masing narasumber.
Azra berpendapat awal titik mula Islam datang adalah di Samudera Pasai. Kemudian pendapat lain dari Farid Wajdi yang mengatakan Islam awal mula hadir di Peureulak (Kabupaten Aceh Timur), karena mengacu Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara di Aceh Timur tahun 1980 (Ali Hasjmy, 1980).
Kemudian Misri A. Muchsin dalam jurnal terbitan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, menulis bahwa Peureulak di pantai timur Sumatra adalah kerajaan Islam tertua di Indonesia bahkan Asia Tenggara (Muchsin, 2018). Sedangkan Husaini Ibrahim menganggap Peradaban dari Kesultanan Lamuri (Kabupaten Aceh Besar) yang menjadi tonggak awal peradaban Islam di Nusantara. Karena berdasarkan pada tahun 2018, ditemukannya artefak yang diperkirakan usianya 700 tahun serta batu nisan yang lebih tua dari batu nisan Pasai.
Berdasarkan penelurusan singkat, maka menurut Republika Online seperti dikutip oleh Wikipedia, maka diketahui bahwa Kesultanan Peureulak atau Kesultanan Perlak adalah kerajaan Islam di Indonesia dan merupakan kesultanan yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur, Aceh sekarang disebut-sebut antara tahun 840 sampai dengan tahun 1292. Sementara itu menurut website kementerian pendidikan dan kebudayaan, disebutkan bahwa di Barus terdapat suatu makam yaitu Makam Mahligai termasuk salah satu situs sejarah tertua di Indonesia yang juga menjadi cagar budaya.
Barus merupakan sebuah kota kecil yang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah, dan menjadi salah satu pintu masuk Islam ke nusantara. Makam Mahligai menjadi pertanda peradaban Islam sudah masuk ke nusantara sejak abad ke-6. Salah satu nisan di makam itu bertanggal 48 Hijriyah atau 661 Masehi.
Ternyata perbedaan tersebut tidak saja terbagi kepada dua bagian saja antara klaim Barus atau Aceh sebagai titik awal perdadaban Islam ke Nusantara. Dari sudut klaim Aceh, juga terdapat banyak perbedaan. Bahwa ada yang berpendapat bahwa titik perdadaban berasal dari Samudra Pasai, Peureulak, atau Lamuri.
Diskursus tersebut juga terjadi, sebagai akibat gambaran awal bahwa sejarah penyebaran ajaran Islam lebih banyak terkuras untuk mencatat dan memperhatikan peristiwa penaklukan dibandingkan peristiwa lain seperti perdagangan, migrasi orang dan sebagainya.
Demi kepentingan pengajaran agama Islam, maka diskursus tersebut sebenarnya harus menemukan titik temu, atau paling minimal menjalin sebuah kesepakatan bersama. Maka usaha untuk ikut terlibat dalam diskursus tersebut dengan menghadirkan sebanyak-banyaknya informasi untuk kemudian ditelaah dengan metode dan teori tertentu, seharusnya menghasilkan kesimpulan sementara atau bahkan kesimpulan alternatif dari diskursus yang ada. Pada tahapan awal, maka meninjau diskursus tersebut bagi kita yang awam, adalah jalan pertama untuk memperjelas klaim titik awal peradaban Islam di Nusantara.
Wassalam.