KOLOM I JATIMSATUNEWS.COM: Dua kali bertemu, membuat saya semakin kagum dan salut kepada beliau. Satu hal yang masih saya ingat waktu pertama kali bertemu dengan wanita pegiat literasi Al-Qur'an ini. Waktu itu saya menjadi petugas monitoring silang guru pendidikan agama Islam(GPAI). Ketika saya bertanya keaktifan mengajar, beliau menjawab selalu hadir ke sekolah untuk mengajar. Ketika kondisi sakit sekalipun, beliau tetap berangkat mengajar. Bahkan, menurut pengalaman beliau, ketika sakit, beliau tetap ke sekolah, bertemu anak-anak dan mengajar, malah bisa menjadi obat. Sakitnya menjadi sembuh.
Pertemuan kedua, saya berkenan hadir dalam acara Wisuda Tahfidz Ke 3 para siswa SDN 1 Gedangan kecamatan Gedangan Kabupaten Malang. Sejumlah 59 siswa berhasil hafal juz Amma (juz 30). Hal ini sangat luar biasa mengingat para siswa adalah siswa sekolah umum. Mereka didampingi oleh seorang pembina tahfidz yang usianya sudah lanjut. Ketika para wisudawan membaca Al-Qur'an juz Amma, beliau nampak cemas. Sepertinya beliau khawatir anak didiknya salah dalam membaca. Apalagi saat para peserta menjawab pertanyaan hadirin. Beliau berusaha memberi kode dari kejauhan sehingga bacaan anak-anak selalu cermat. Hal inilah yang semakin membuat saya kagum.
Adalah Hj. Siti Suniyah, pensiunan GPAI SDN 1 Gedangan. Diusianya yang sudah tidak muda, namun semangat pengabdian dan perjuangan untuk pendidikan sangat luar biasa. Walaupun suara beliau sudah tidak normal lagi, sering nampak bergetar, berjalan juga sudah sering gontai, namun semangat mengembangkan literasi mengaji patut untuk dijadikan tauladan. Kerja keras dan dedikasi yang tinggi tetap beliau persembahkan untuk para calon generasi penerus bangsa. Beliau bisa menghantarkan para siswa bisa hafal juz Amma.
Menurut Hj. Siti Suniyah, pembelajaran tahfidz dilaksanakan setiap hari sebelum jam pembelajaran. Waktunya sekitar 30 menit. Caranya menghafal bersama-sama surat yang telah diprogramkan oleh pembina. Pembina memandu bacaan dari kantor dan disiarkan lewat pengeras suara sekolah. Adapun tenaga pengajar utama tahfidz ada 3 orang, yaitu Hj. Siti Suniyah dan dua GPAI yang masih honorer atau guru tidak tetap (GTT). Untuk memotivasi anak-anak, diadakan setoran hafalan dengan menggunakan kartu hafalan.
Mewujudkan para huffadz di sekolah, menurut Suniyah tidaklah sesulit yang dibayangkan. Kuncinya pada kesungguhan baik pembina maupun siswa. Termasuk dukungan orang tua.
"Kalau dengan sungguh-sungguh, pasti akan berhasil. Terbukti tahun 2020 kemarin waktu pandemi, karena anak-anak tidak sekolah, mereka diantar kerumah untuk hafalan. Alhamdulillaah, masih kelas 2 sudah berhasil hafal juz Amma sebanyak 7 siswa," kata Hj. Suniyah yang pernah mengantarkan siswanya juara 2 propinsi dalam lomba cerdas cermat tahun 1987.
Semangat dan kegigihan Hj. Siti Suniyah memang banyak yang mengakuinya. Seperti yang dituturkan oleh Abdul Ra'uf, Ketua KKG PAI sekaligus kepala sekolah SDN 3 Sindurejo yang berasal dari GPAI.
"Beliau itu sangat disiplin. Masuk sekolah selalu paling pagi 06.30 setiap hari. Beliau juga seorang pekerja keras. Bila diberi amanah untuk menjalankan tugas maka targetnya adalah berhasil/terbaik", "kata KS termuda ini.
Menurut Ra'uf, pada waktu masih belum purna, sebelum pembelajaran dimulai, beliau memimpin anak-anak secara bersama sama membaca juz 30. Anak-anak di kelas didampingi guru kelas. Bu Suniyah memimpin dari ruang guru dengan pengeras suara. Ada sistem setoran hafalan dilanjutkan dengan pembinaan pada tiap kelompok A, B dan C. Terutama menjelang wisuda Tahfidz. Untuk tahsin bacaan, dilakukan setiap hari sesudah pembelajaran.
Ketika sudah purna (Agustus 2018), beliau diberi tugas untuk tahsin bacaan bertempat di sekolah. Namun pada masa pandemi dilakukan dirumah beliau.
Demikian juga menurut KS SDN 1 Gedangan, Siti Sundari.
"Beliau adalah seorang guru yang berhati mulia. Walaupun usia sudah sepuh masih bersedia mengamalkan ilmunya dan mengabdikan hidupnya di dunia pendidikan. Dalam kesehariannya beliau juga seorang ustadzah di kampung. Beliau sangat semangat dalam mengajar dan membimbing Tahfidz di sekolah," kata KS yang baru menjabat 3 bulan ini.
Termasuk apa yang disampaikan oleh salah satu wali murid, H. Holi.
"Beliaulah yang sangat berjasa kepada para siswa. Termasuk anak-anak saya. Anak saya dulu juga bisa hafal Al-Qur'an karena beliau. Sekarang sudah mondok. Dua anak saya yang sekarang tahfidz juga karena jasa beliau. Jasa beliau tidak bisa dihitung, tidak bisa ditimbang, tidak terbilang," kata alumni pondok Nurussalam Blimbing kota Malang ini.
"Beliau juga sangat tegas. Selalu mendorong, memotivasi muridnya untuk hafalan Al-Qur'an. Beliau yang mendongkrak motivasi anak-anak. Jika tidak bisa didongkrak dengan dongkrak, didongkrak pakai linggis. Jika tidak bisa pakai linggis, beliau pakai dozer," ungkap lelaki yang akrab dipanggil Abah Holi itu sambil menyudahi perbincangan dan mengajak foto bersama di panggung.
Dari uraian di atas bisa kita ambil pelajaran, usia tidak menjadi penghalang untuk tetap berjuang. Dimanapun dan kapanpun semangat bisa tetap terus tumbuh untuk mengembangkan hafalan Al-Qur'an.
Refan