ARTIKEL I JATIMSATUNEWS.COM: Binar mata, spontanitas sepakat atas sebuah tugas yang diembankan, menjadi pemandangan menarik pada millenial SMPN 1 Lawang. Mereka masih beliakelas 7 dan 8 tergabung dalam Anesa, sebuah kelompok literasi dengan bascamp perpustakaan sekolah.
Daring 2 tahun menghantam membuat 12 anak itu bergairah ketika sekolah memberi tugas jurnistik. Terpantik berkarya kembali, menulis menuangkan apa yang dilihat, didengar, dirasa dalam sebuah tulisan.
Ikut menjadi peserta lomba tetap, yakni lomba menulis cerpen untuk kelas 8 dan lomba membuat poster untuk kelas 7. Akan tetapi mereka juga akan meliput kegiatan, menjadi berita dan artikel. Sebuah kegiatan yang lama vakum karena sibuk sekolah online.
"Siap bu, saya akan ambil gambar video dan wawancara," cetus Kiran, siswa kelas 7.
Yang lain demikian pula, bersemangat akan meliput di masing masing kelas lomba. Ada 7 kelas untuk kelas 7 dan 7 kelas di kelas 8. Dengan jumlah masing-masing kelas 32 siswa. Menjadi sasaran liputan.
Draft wawancara, layout situasi menjadi kegiatan perencanaan sebelum hari pelaksanaan di 21 April 2022. Tawa, ceria mengiringi ajuan pertanyaan dan diskusi yang juga dihadiri ketua panitia acara Anik dan pembina literasi Umi Kholidah.
Tanggal 21 adalah hari pelaksanaan, menggunakan pakaian adat sebagai dresscode, mengikuti lomba pula. Akan tetapi tugas tetap dilaksanakan. Mereka datang mulai pagi, mengamati siswa, mewawancara beberapa orang untuk mendukung karya jurnalistiknya.
Laki dan perempuan, larut dalam semangat memperingati Kartini. Mereka millenial yang nantinya akan menggantikan generasi terdahulu. Generasi pewaris Kartini.
Mereka berkarya tanpa dinding jenis kelamin. Mereka generasi yang menikmati indahnya perjuangan Kartini. Perempuan bebas berekspresi, lelaki demikian juga,menghargai setiap karya kawan-kawannya. Tidak ada lagi seleksi berdasarkan gender yang ada adalah semua berhak melakukan sesuatu sesuai kompetensi.
Hari pelaksanaan usai, karya mereka selesai. Menjadi karya jurnalistik yang indah. Terlihat semangat di sana, terlihat kesungguhan dan keceriaan sesuai usia mereka. Inspirasi Kartini telah mengakar. Kesungguhan kartini belajar, berkarya menular hingg generasi millenial.
Dalam keindahan demikian, tak syak pemikiran dan upaya Kartini dalam memperjuangkan kaumnya telah berhasil. Setidaknya dibuktikan oleh siswa-siswi SMPN 1 Lawang ketika menjadi seorang jurnalis di sekolahnya dalam rangka memperingati hari Kartini.
Mereka bebas berekspresi sebagai jurnalis, tanpa kekangan apapun. Jaman dahulu, mana bisa? Sekolah saja bagi Kartini dibatasi.
Surat-suratnya pada Abendanon menyatakan demikian. Sekolah kesulitan, belajar dalam kekangan. Meski demikian dia tak pernah berhenti belajar.
Tentang sosok Kartini ini saya sepakat dengan ulasan Dr. Hj. Noer Rohmah perempuan penulis dan peneliti juga Sekjend LPTNU asal Malang.
Dalam sejarahpun telah membuktikan betapa hebatnya sosok ”Sang Kartini” yang telah mendobrak tatanan dan tradisi masyarakat pada zaman itu yang cenderung menjadikan wanita sebagai ” Kaum Wingking”, sosok kaum yang termarjinalkan, tidak diberikan kesempatan memiliki peran penting baik di bidang pendidikan, sosial, ekonomi apalagi politik.
Wanita yang saat itu hanya diberi peran “3 Ur” yakni dapur, sumur, kasur (istilah lain tugas wanita hanya memasak, berdandan, dan melayani suami). Inilah yang akhirnya perempuan menjadi semakin bodoh dan terbelakang.
Dalam kondisi seperti ini maka muncullah sang pelopor emansipasi wanita Indonesia, selain memperjuangkan kesetaraan kaum hawa, RA Kartini juga memperjuangkan bidang sosial, hukum, khususnya pendidikan. Hingga sampai saat ini sudah banyak wanita Indonesia yang tidak hanya peran domestik saja tapi telah memiliki peran publik baik di bidang sosial, ekonomi, kesehatan, politik, hukum, apalagi di bidang pendidikan.
Terlihat, millenial siswa SMPN 1 Lawang merasakan pula buah perjuangan kartini, begitupun saya. Kiprah bebas gerak dan langkah bagi perempuan adalah berkat perjuangan Kartini. Kalau tak ada dia mungkin masih terbatas kesempatan pendidikan bagi perempuan Indonesia.
Apalagi menulis untuk berita, berkarya jurnalistik. Sesuatu yang butuh keluar rumah, meliput peristiwa juga wawancara dengan narasumber. Tak kan pernah bisa ditemukan wartawan perempuan di Indonesia tanpa jasanya. Jasa yang diakui bangsa Indonesia hingga wanita bisa memperoleh kedudukan setara, terutama dalam menempuh pendidikan dan menjalani sebuah pekerjaan.
Terima kasih pada Ibu Kita Kartini, perjuangannya menumbuhkan inspirasi berbuat sesuatu untuk bangsa ini tanpa kenal sekat gender. Berlangsung kapanpun tanpa pandang waktu. Abadi walau Zaman berganti.
Wallahu alam
Anis Hidayatie