MALANG I JATIMSATUNEWS.COM: Duduk bersimpuh beralas satu sendal jepit berwarna kuning di pinggir jalan raya. Tepatnya di perempatan lampu merah Dinoyo arah Batu. Lelaki tua menghadap gerobak kayu biru. Bertulis Patri, ada sebuah tungku karatan menempel di antara dua pegangan tangan kayu.
Mengaku bernama Pak Asmar, warga Tlogomas gang 3. Menurut penuturannya Sabtu siang 28/3/2022 setiap hari keliling kota Malang jalan kaki. Menawarkan jasa, mematri panci bocor atau sejenisnya.
"Di sini saya istirahat, biasanya ya sampai ke tol juga, " tutur Pak Asmat dalam bahasa jawa merujuk area jembatan Jl. Soekarno Hatta yang disebutnya tol.
Kaki diselonjorkan, kadang ditekuk, menyiratkan betapa lelah menopang badan, apalagi sambil mendorong gerobaknya mengukur jalan. Kulit keriputnya terlihat jelas menjadi saksi pertambahan usia. Ditambah mata cekung dan rambutnya yang tlah berganti warna, penuh uban.
Pemandangan yang bikin trenyuh. Harusnya dia sudah pensiun, duduk di rumah bercengkerama dengan cucu cicit, atau bila perlu berkegiatan berat yang membutuhkan fisik kuat. Begitu pendapat seorang wanita berhijab yang tiba-tiba berbalik arah, demi mengulurkan uang pada pak Asmar.
"Sosok Pak Asmar bikin trenyuh, mestinya sudah tidak lagi bekerja seperti ini. Tapi mungkin karena dia tak ada pilihan akhirnya dia tetap melakukan, " tutur wanita tersebut pada Jatimsatunews yang ikut menyaksikannya memberi uang diantara banyak mata yang menyaksikan dan mengabaikan.
"Matur suwun, gusti Allah ingkang mbales," kata pak Asmar sembari menerima uang.
Meski mau dibantu dia tidak menengadahkan tangan. Baginya pantang minta-minta. Apalagi masih bisa bekerja.
Mengaku mempunyai 6 anak yang sudah menikah, pak Asmar hidup bersama istrinya. Telah sejak muda melakukan pekerjaan ini. Keliling menawarkan jasa patri, mensyukuri berapapun yang diperoleh.
"Alkhamdulillah, setiap hari selalu saja ada yang mematrikan perkakas rumah tangganya," jawabnya ketika Pak Asmar apakah dari usahanya selalu dapat uang.
Mendung menggantung mengiringi rintik hujan turun di area Dinoyo. Pak Asmar bangkit mendorong kembali gerobaknya, menuju ke sebuah teras ruko yang kosong. Kembali bersimpuh, nanar menatap butiran hujan yang makin deras, menerpa kulit dan baju lusuhnya, menyaksikan kendaraan yang tak henti berlalu lalang.
Ans