ads H Makhrus

 

Pasang iklan disini

 

Membangun Pesan Dalam Menulis Cerita

Anis Hidayatie
07 Desember 2021 | 20.53 WIB Last Updated 2021-12-07T13:53:43Z

Oleh: Y.P.B.Wiratmoko*)

ARTIKEL I JATIMSATUNEWS.COM:Seseorang bisa saja menjadi seorang penulis. Tetapi menjadi seorang penulis yang baik dan berbobot tinggi tidaklah mudah. Dalam kesempatan ini saya ingin berbagi pengalaman sedikit tentang membangun pesan dalam sebuah cerita, khususnya cerita rakyat. Apakah itu dongeng, legenda atau pun mite. Cerita rakyat adalah cerita yang dulu dituturkan secara lisan oleh nenek moyang kita jauh berabad-abad lamanya. Karena telah berkembang lama di masyarakat maka disebut cerita rakyat. 
Cerita rakyat semacam itu dituturkan atau ditulis untuk menyampaikan unsur pendidikan bagi masyarakat. Lebih-lebih cerita rakyat yang ditujukan bagi anak-anak. Isi cerita yang disampaikan oleh penuturnya banyak memiliki dampak yang luar biasa bagi perkembangan jiwa mereka. Oleh sebab itu, jika tema yang terkandung di dalam cerita bertentangan dengan nilai-nilai perkembangan karakter anak, dikhawatirkan setelah anak-anak menjadi remaja dan dewasa bisa jadi mereka akan mendapatkan pesan dan kesan yang kurang bijak. Sebagai contoh, berikut saya tuliskan kembali cerita rakyat dari Sumatera Barat yang terkenal yaitu " Malinkundang".  Mari kita simak bersama. 

MALINKUNDANG
(Cerita Rakyat dari Sumatera Barat)

Terkisahlah pada zaman dahulu kala 
Si Sumatera Barat hiduplah seorang janda yang miskin papa
Dengan anak lelakinya hidup sederhana saja
Karena suaminya telah meninggal dunia 

Anak itu bernama Malinkundang 
Sejak kecil diasuh penuh kasih dan disayang 
Wajahnya tampan rupawan 
Setelah remaja menggantung harapan 

Air Manis nama desanya 
Di tepi pantai yang indah memesona 
Setiap hari bisa memandang 
Banyak kapal yang lalu lalang 

Ombak laut terdengar menggelegar 
Banyak kapal pergi berlayar 
Juga banyak pula yang datang bersandar 
Membuat hati kagum bergetar 

Malinkundang senang bermain ke pelabuhan 
Niatnya kuat ingin mengarungi lautan 
Berlayar dan berdagang ke negeri orang 
Ingin keluar dari himpitan kemiskinan 

Dengan restu ibunya dan bekal seadanya 
Malinkundang ikut berlayar kapal orang milik orang kaya 
Setelah berlayar bertahun-tahun lamanya 
Ia jadi sukses banyak harta bendanya 

Di negeri orang Malinkundang sudah beristri 
Wajahnya cantik bagaikan seorang bidadari 
Selain cantik, ia juga ramah dan baik hati 
Jika tersenyum wajahnya berseri-seri 

Di rumah, Ibu Malin rindunya menggantung 
Dalam doa, semoga anaknya bernasib untung 
Walaupun usianya telah uzur 
Cita-citanya bertemu Malinkundang tidaklah terkubur 

Dikisahkan, Malinkundang sukses berlayar 
Menjadi orang kaya dan tenar 
Suatu hari kapalnya berlabuh di Teluk Bayur 
Terdengar oleh ibunya yang telah uzur 

Ia berjalan ditopang oleh tongkat kayu 
Di dalam hati ia segera ingin bertemu 
Melihat ibunya yang tua dan miskin Malinkundang malu 
Ia menyangkal ibunya yang telah lama menunggu 

Ibu Malin diperlakukan kasar oleh anaknya 
Tetapi ia tetap sabar berserah pada 
Tuhan Yang Mahakuasa 
Doanya, semoga ia lekas insaf dan bertobat dari dosa 

Ketika kapal si Malinkundang bertolak ke seberang 
Tiba-tiba badai lautan datang menerjang 
Sial nasib si Malinkundang, kapalnya tenggelam 
menabrak batu karang 
Pecah berkeping-keping menjelma ikan-ikan teri 
yang banyak berenang-renang 

Malinkundang yang hatinya keras seperti batu 
Secara ajaib berubah menjadi batu yang diam membisu 
Begitulah nasib Malinkundang si anak durhaka 
Cerita legenda yang berasal dari Pulau Sumatera

Cerita legenda "Malinkundang" ini saya tulis dalam bentuk prosa liris agar tampil beda tidak seperti kebanyakan cerita rakyat yang dirulis dalam bentuk prosa. Terlepas dari gaya penyajian tulisan, di sini saya hanya ingin menyoroti sebuah pesan penting yang terkandung dalam cerita ini. 
Dalam cerita si Malinkundang ini saya tuliskan bahwa Malinkundang berubah jadi batu bukan karena kutukan seorang ibu, melainkan karena kejadian alam yang ajaib berupa badai ribut angin laut yang menimpa perahunya sehingga terbangun sebuah pesan bijak bahwa anak yang durhaka akan mengalami nasib buruk seperti yang dialami oleh tokoh utama Malinkundang. 

Bolehkah pesan dari sebuah cerita rakyat yang telah ada berabad-abad lamanya itu diubah? Menurut hemat saya sejauh tidak mengurangi isi ceritanya boleh dan sah-sah saja. Mengapa? Permasalahannya adalah cerita rakyat terus berkembang sesuai zamannya. Lebih dari itu pesan-pesan moral yang bisa membentuk karakter pembaca harus mencerminkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. 
Seorang anak yang baik harus menghormati orangtuanya (dalam cerita ini 'ibunya'). Demikian pula seorang ibu yang baik layak dan pantas mendoakan anaknya dengan bik dan benar pula. Hubungan ibu dan anak bisa diibaratkan sebagai hubungan anggota tubuh 'mata dan jempol kaki'. Mata sebagai simbol seorang ibu dan jempol kaki simbol dari seorang anak. Jika mata kita sedang sakit, seolah-olah si jempol kaki tidak turut merasakan apa-apa. Tetapi jika jempol kaki kita sedang sakit, mata kita meneteskan air mata turut merasakan kesedihan yang ada. 

Saya melihat dalam cerita si Malinkundang peran seorang yang mengutuk anaknya yang durhaka adalah kurang tepat. Mengapa? Karena kasih ibu kepada anaknya itu diibaratkan sebagai sinar matahari yang hanya selalu memberi dan tidak mengharapkan kembali. Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak kepada ibunya sepanjang galah. Jika seorang ibu mengutuk anaknya yang durhaka, ini mencerminkan sifat seorang ibu yang pendendam. Ini pesan yang kurang baik. Yang benar adalah mendoakan agar si anak cepat insaf, bertobat dan diampuni segala kesalahan dan dosa-dosanya. Ini berlaku bagi seorang ibu yang selayaknya harus mencintai anak- anaknya. Lalu bagaimana dengan kisah ibu-ibu di zaman ini yang tega membuang bayi maupun membunuh anaknya yang masih bayi? Ini di luar kontek cerita. 

Itulah sebabnya seorang penulis harus memiliki wawasan yang luas dan pengetahuan yang cukup. Saya menyadari bahwa pesan sebelumnya yang dibangun dalam cerita rakyat si Malinkundang jadi batu karena ia durhaka dan mendapat kutukan ibunya hendak menekankan agar seorang anak tidak boleh berani dengan orangtua. Mesti demikian apakah salahnya jika karakter seorang ibu dalam cerita ini bisa dibangun kembali untuk memberikan gambaran yang jelas bahwa seorang ibu yang bijak mesti memiliki sifat kaaih sayang yang besar kepada anak yang dilahirkannya. Saya berharap tulisan ini berfaedah dan menginspirasi bagi para penulis pemula yang hendak menekuni si bidang tulis-menulis. Semoga. 

------

") Y.P.B.Wiratmoko, penulis 100+ judul buku di berbagai bidang  ilmu, termasuk buku-buku sastra dan filsafat. Tinggal di Ngawi
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Membangun Pesan Dalam Menulis Cerita

Trending Now