Oleh: Y.P.B.Wiratmoko
(Penulis 100+ judul buku di berbagai bidang ilmu termasuk buku-buku Sastra dan Filsafat, tinggal di Ngawi)
Hari ini Jum'at, 10 Desember 2021. Pagi-pagi setelah bangun tidur gawaiku berdering. Ada 1 pesan WA dari Ibu Qoni Makhmudoh seperi berikut ini.
"Bisa bagi kisah kenapa selalu semangat berkarya Pak?"
Kemudian saya jawab, 'Trimakasih Bu Qoni. Sabar menunggu ya, nanti saya tuliskan kisahnya".
Sekali lagi saya ucapkan trimakasih kepada Bu Qoni atas pertanyaannya yang bagus ini. Semoga jawaban singkat saya ini bisa juga menginspirasi para penulis yang lain.
Saya menulis sejak tahun 1976 karena hobi. Saya suka membaca buku apa saja dan mendiang ayahku kebetulan setiap malam selepas saya belajar selalu bercerita. Ceritanya macam-macam. Berupa nasihat, cerita orang zaman dulu, mendongeng, menceritakan nenek-moyang, saudara, tentang pertanian, piknik dan cerita-cerita tentang kekejaman di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Ini yang menginspirasi saya di dunia tulis-menulis. Bahkan cerita mendiang ayahku dulu itu menurut hemat saya belum bisa saya selesaikan dalam bentuk karya tulis sampai sekarang.
Dari kisah itu, sekarang saya bisa menyimpulkan bahwa peran orangtua terhadap perkembangan anak-anaknya sungguh penting. Ayah saya, juga ibu saya ibarat telah membangun jendela menjadi sebuah pintu bagi anak-naknya termasuk saya. Saya dibesarkan oleh nasihatnya dan dipagari oleh doa-doanya. Setiap kali ada hal-hal penting yang hendak dilakukan oleh anak-anaknya ibu saya selalu mengusap kedua belah mata anak-anaknya dengan pucuk "jarik" yang dikenakannya.
Selain inspirasi itu datang dari kedua orangtua saya juga datang dari guru-guru saya di sekolah, dan teman-teman sebaya. Selain itu sejak kecil saya sudah senang menonton seni drama tradisional " ketoprak" dan "wayang kulit". Saya selalu mengingat cerita dan perannya. Dari peristiwa semacam itu saya menyimpan banyak cerita. Sampai saya pernah mendirikan "Kethoprak Karang Taruna" di desa saya. Tahun 1981. Ketika saya masih duduk di bangku SLTA kelas 1 Saya sudah mampu menjadi seorang dalang wayang kulit dan memainkannya semalam suntuk.
Dari situlah awal inspirasi saya sebagai seorang penulis. Kemudian terus saya pupuk dan saya cintai. Apa saja yang saya tulis selalu saya simpan. Saya tidak peduli tulisan saya disukai orang apa tidak. Laku dijual apa tidak. Sekali lagi saya tidak peduli. Asalkan saya bisa menulis hati saya sudah senang.
Saya menulis penggal waktu, hanya kalau hati sedang senang saja. Jika sedang susah, sedih, galau, takut apalagi marah saya tidak akan menulis Mengapa? Hasilnya tidak baik.
Hasil baik dalam menulis bagi saya sangat penting. Menulis, jika isinya tidak baik itu membuang-buang energi saja dan pasti tidak disukai oleh pembaca. Saya memilih yang baik dan bukan yang jahat di segala bidang. Menulis bagi saya adalah berbagi kebaikan. Jadi tulisan harus ada manfaatnya.
Menulis telah menjadi sarana untuk berbagi kebaikan dengan sesama. Pastikanlah jika Anda menulis tentang kebaikan pasti banyak orang suka. Dalam menulis, saya menikmati seperti orang yang sedang berjalan, bukan sedang berlari. Bagi saya hidup adalah sebuah perjalanan, bukan sebuah pelarian.
Dalam menulis ,saya tidak menggurui tetapi memaparkan sebuah gagasan yang nyata yang bisa direnungkan untuk diambil hikmah dan kebijaksanaannya sesuai dengan tingkat kedewasaan masing-masing. Dalam hal menulis saya tidak melacurkan diri pada selera rendah pembaca.
Saya tidak mengambil tema yang muluk-muluk melainkan mencari yang paling sederhana dari yang sederhana. Sederhana itu bagi saya sangat menarik tetapi orang mengnggap sepele. Mereka lupa bahwa duri kecil yang menusuk daging kita bisa membuat hidup sengsara bahkan kematian. Satu lobang kecil dalam geladak kapal jika tidak segera ditambal akan bisa membuat kapal yang besar itu tenggelam.
Sudah berusaha menyajikan tulisan yang baik tetapi belum tentu semua orang menyukainya. Mengapa? Mereka punya ukuran sendiri tentang apa yang disebut baik itu. Oleh sebab itu saya mencari kebaikan yang sifatnya universal atau umum. Dalam menulis, saya jarang menemui pembaca yang tidak menyukai tulisan saya, karena sering pula saya tuliskan pepatah Belanda kuno yang berbunyi demikian, "Sekiranya pas sepatu ini bagimu, pakailah!". Atau begini,"Bencilah saya sebenci-benci kamu sampai kamu tidak bisa membenci saya lagi".
Agar tidak kehabisan ide dan bahan tulisan, saya tidak memilih-milih jenis dan ragam tulisan. Apa pun saya tulis, yang penting bermanfaat bagi orang lain. Maka tidaklah heran jika saya telah menghasilkan ratusan buku lebih di berbagai bidang ilmu. Tentu saja ini merupakan kemurahan Tuhan yang layak saya syukuri setiap saat. Sebagai penutup, secara singkat saya kutipkan pepatah tempo dulu yang masih eksis hingga sekarang, "Jika kita punya kemauan (yang baik dan benar) Tuhan pasti buka jalan".
(Y.P.B.Wiratmoko, 10 Desember 2021)