wewarah_luhur_ypb
ARTIKEL I JATIMSATUNEWS.COM: Kata-kata mutiara dan nasihat bijak Jawa kuno dari para leluhur Jawa, adalah juga salah satu dari Falsafah hidup bangsa Indonesia yang begitu indah dan penuh dengan makna kehidupan yang mendalam, semoga dapat menginspirasi anda dalam menjalani kehidupan kita sebagai manusia yang sedang selalu berusaha menuju ke arah yang lebih baik, Selamat menikmati.
1. NGUNDHUH WOHING PAKARTI
(Menuai perbuatan hidup)
Pepatah Jawa kuno ini bermakna, setiap orang akan mendapatkan akibat dari perilakunya sendiri. Siapa menanam kebaikan hendak menuai kebaikan dan sebaliknya.
2. WITING TRESNA JALARAN SAKA KULINA
(Berawalnya cinta karena terbiasa)
Pepatah Jawa kuno ini sangat familiar bagi orang jawa, maknanya kurang lebih adalah, bahwa cinta biasanya akan datang jika kita telah terbiasa (dalam hal ini misalnya keberadaannya, terjalinnya komunikasi dan juga interaksi)
3. MEMAYU HAYUNING BAWANA, AMBRASTHA DUR ANGKARA
(Bangunlah/percantik keindahan dunia, berantaslah keangkara murkaan).
Kata mutiara Jawa kuno ini bermaksud memberi pesan kepada manusia agar ketika hidup di dunia hendaknya berusaha memperindah (membangun) dunia dengan rasa cinta kasih kepada semesta, serta memberantas sifat angkara murka dan segala sifat tercela yang merusak dunia.
4. AJA GUMUNAN, AJA GETUNAN, AJA KAGETAN, AJA ALEMAN
(Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut, Jangan manja).
Maknanya cukup jelas, rajinlah menuntut ilmu agar wawasan semakin luas sehingga tidak mudah terheran-heran sehingga tidak mudah dibodohi dan ditipu orang, giatlah berkarya dan bekerja dan pikirkan segala sesuatu dengan seksama agar nanti di masa depan tidak menjadi orang-orang yang menyesal, serta berusahalah dengan sekuat tenaga untuk menjadi orang yang kuat dan mandiri alias tidak manja.
5.URIP IKU URUB
(Hidup itu Nyala)
Kata bijak Jawa kuno yang satu ini juga cukup populer, maknanya adalah orang hidup sudah seharusnya menerangi atau memberi manfaat kepada setiap makhluk di sekitarnya.
6. AJA KEMINTER MUNDHAK KEBLINGER, AJA CIDRA MUNDHAK CILAKA
(Jangan sok pintar nanti tersesat, jangan berbuat curang nanti celaka)
Maknanya sudah jelas.. mari kita ingat kembali hukum karma/ hukum sebab akibat.
7. NGLURUK TANPA BALA MENANG TANPA NGASORAKE, SEKTI TANPA AJI, SUGIH TANPA BANDHA
(Menyerbu tanpa bala tentara, menang tanpa merendahkan, sakti tanpa ajian, merasa kaya tanpa banyak harta).
Tetaplah berjuang sekalipun anda sendirian, menangkanlah pertarungan tanpa merendahkan martabat orang lain, Jagalah wibawa walau tanpa jabatan/kedudukan dan merasa cukuplah walau tanpa banyak harta,
8.AJINING DHIRI SAKA LATHI, AJINING RAGA SAKA BUSANA
(Kehormatan diri adalah dari lisan, kehormatan raga adalah dari pakaiannya).
Hendaknya setiap manusia memperhatikan apa yang diucapkan oleh lidahnya dan juga selalu memperhatikan perilakunya dalam pergaulan.
9. ING NGARSA SUNG TULADHA, ING MADYA MANGUN KARSA, TUT WURI HANDAYANI
(Di depan memberi teladan, di tengah membangun prakarsa {pelopor}, di belakang memberi semangat).
Pepatah Jawa kuno ini sering kita dengar. Tutwuri Handayani adalah semboyan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia.
10. MIKUL DHUWUR MENDHEM JERO
(Memikul tinggi-tinggi, memendam dalam-dalam)
Pepatah Jawa kuno yang satu ini adalah anjuran bagi seorang anak untuk dapat menjunjung kehormatan dan memuliakan orang tuanya setinggi-tingginya serta sebisa mungkin untuk memaafkan dan memendam dalam-dalam segala aib dan kesalahan kedua orang tuanya.
11.BECIK KETHITIK ALA KETARA
(Kebaikan Terdeteksi, Kejahatan Kelihatan)
Hemat kata tapi sarat makna, pitutur dari leluhur jawa kali ini bermaksud memberitahukan bahwa setiap perbuatan kita semuanya suatu saat akan nampak, jadi perbuatan yang mana yang seharusnya kita perbanyak biar kita tidak malu bila suatu saat semuanya terbongkar? gampang jawabnya, susah mengerjakannya.
12.AJA RUMANGSA BISA, NANGING BISAA RUMANGSA
(Jangan merasa bisa, namun bisalah merasakan/merasai)
Intinya jangan sombong dan hendaknya kita selalu tahu diri.
13. AJA DUMEH
(Jangan sombong dulu / jangan merasa menang dulu)
Sebaiknya dalam setiap keadaan kita tetap waspada, dan berupaya sebisa mungkin jangan sampai lengah karena merasa lebih unggul dari lawan kita selagi pertempuran belum benar-benar usai, terutama pertempuran kita dengan nafsu diri kita sendiri yang selalu menggelincirkan kita dari kebaikan dan kebenaran, karenanya jangan merasa sudah menang dahulu sebelum kita yakin bahwa perang memang benar-benar telai selesai.
14. SEPI ING PAMRIH RAME ING GAWE
(Senyap dalam pamrih, ramai dalam pekerjaan)
Falsafah Jawa kuno ini menggambarkan seseorang yang selalu senyap/sepi dalam perebutan / pembagian penghargaan dan pujian, tapi selalu hadir dan bersemangat dalam berkarya dan bekerja, juga aktif dalam menyemangati teman-temannnya dalam menjalani setiap pekerjaan. Semoga bermanfaat.
[Rumah Bijak, Punthuk Terong, Mangkujayan, Widodaren, Gerih, Ngawi, 29 Desember 2021